KOMPAS.com - Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito menyebut, angka keterpakaian tempat tidur di rumah sakit Covid-19 di DKI Jakarta sudah tidak ideal.
Dilansir Kompas.com, Selasa (1/9/2020), Wiku mengatakan keterpakaian tempat tidur rumah sakit di ruang isolasi adalah 69 persen. Sedangkan angka keterpakaian tempat tidur di ICU adalah 77 persen.
Adapun total rumah sakit rujukan Covid-19 DKI Jakarta adalah 67 buah dan 170 rumah sakit yang menangani pasien Covid-19.
Kapasitas rumah sakit hampir penuh, apa kemungkinan penyebabnya?
Baca juga: Tak Ideal, Angka Keterpakaian Tempat Tidur RS Covid-19 di DKI Capai 77 Persen
Epidemiologi Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo mengatakan, pergantian pasien di rumah sakit rujukan menurutnya saat ini sudah cukup cepat. Hal itu sesuai dengan panduan perawatan dari WHO.
"Sebetulnya saat ini turn over rawat inap di RS-RS rujukan cukup cepat, beda dengan dulu," katanya pada Kompas.com, Selasa (1/9/2020).
Perubahan dan kebijakan waktu perawatan terjadi setelah terbitnya Pedoman Kemenkes Revisi 5 yang mengacu pada kebijakan WHO.
Pedoman tersebut lebih menyederhanakan prosedur keluar RS hanya dengan 1 kali test PCR negatif (sebelumnya harus 2 kali).
Sehingga menurut Windhu, apabila ada rumah sakit yang penuh kemungkinan penularan di masyarakat makin tinggi. Dampanya adalah rumah sakit di hilir tidak bisa menampung lagi pasien Covid-19.
Kemungkinan lainnya, sistem alokasi pasien tidak dipatuhi. Dia mengatakan seharusnya tempat tidur isolasi di RS Rujukan hanya untuk pasien yang bergejala sedang-berat.
Baca juga: IDI Sarankan Tambah Kapasitas Tempat Tidur Rumah Sakit Covid-19
Sedangkan pasien yang bergejala ringan atau tanpa gejala tidak boleh menggunakan tempat tidur rumah sakit rujukan.
Mereka masih bisa menggunakan rumah sakit darurat/lapangan seperti contohnya di Wisma Atlet.
"Tapi mungkin ada rumah sakit rujukan yang tidak patuh, masih menampung pasien dengan gejala yang ringan sehingga RS jadi penuh," ujarnya.
Selain itu, menurutnya kemungkinan lainnya adalah tidak adanya sistem informasi rujukan satu pintu yang dijalankan dengan baik.
Windhu menjelaskan jika yang terjadi adalah penularan di masyarakat makin tinggi hingga rumah sakit di hilir tidak bisa menampung, itu adalah masalah di hulu.