Sementara itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira menilai, dampak dari adanya kenaikan status ini bisa menjadi negatif bagi kepentingan Indonesia.
Menurut dia, dari sisi perdagangan internasional, kenaikan status ini memiliki konsekuensi pada produk Indonesia yang semakin sedikit untuk mendapat fasilitas keringanan tarif.
Selain itu, kenaikan status ini juga bisa berdampak pada pembiayaan utang.
Baca juga: Indonesia di Antara Belitan Natuna, Utang, dan Investasi China
Dengan naiknya status ini, Indonesia akan dianggap mampu membayar bunga dengan rate yang lebih tinggi.
Ia juga mengkhawatirkan bahwa negara kreditur akan lebih memprioritaskan negara yang income-nya lebih rendah dari Indonesia.
"Dengan kondisi ini maka pilihan Indonesia untuk mencari sumber pembiayaan murah makin terbatas. Pinjaman bilateral dengan bunga 0,5-1 persen tentunya makin berat," kata dia, dikutip dari Kompas.com (2/7/2020).
Baca juga: Sejumlah Masalah Melilit Garuda, Utang Rp 31,9 Triliun dan 400 Karyawan Pensiun Dini
Berikut ini negara-negara selain Indonesia yang masuk menjadi upper middle income country:
Baca juga: Lebih Dekat dengan Tugas dan Fungsi 18 Lembaga yang Telah Dibubarkan Jokowi, Apa Saja?