KOMPAS.com - Ledakan yang terjadi di Beirut, Lebanon, menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, ribuan orang mengalami luka, dan menyebabkan kerusakan banyak gedung dan berbagai fasilitas.
Pemerintah Lebanon mengumumkan keadaan darurat selama dua minggu dan masa berkabung selama tiga hari.
Ledakan besar ini diduga terjadi karena ribuan ton amonium nitrat yang disimpan selama 6 tahun di sebuah gudang di lokasi kejadian.
Presiden Lebanon Michel Aoun mengatakan, melalui akun Twitter kepresidenan @LBpresidency, mengatakan, tidak akan puas sampai menemukan orang yang bertanggung jawab atas ledakan tersebut.
"Karena tidak dapat diterima bahwa pengiriman 'amonium nitrat' diperkirakan 2.750 ton selama 6 tahun di sebuah gudang tanpa mengambil tindakan pencegahan, yang membahayakan keselamatan warga negara," ujar Aoun.
Baca juga: Ledakan di Lebanon di Antara Konflik Horizontal, Ekonomi, dan Pandemi
Berikut sejumlah fakta seputar amonium nitrat dalam ledakan di Beirut, Lebanon:
Disimpan di gudang pelabuhan selama 6 tahun
Ledakan besar di Beirut sangat kuat, menciptakan gelombang seismik yang setara dengan gempa berkekuatan 3,3 magnitudo.
Seperti disebutkan di atas, Presiden Michel Aoun mengungkapkan, ledakan terjadi karena adanya 2.750 ton amonium nitrat.
Zat ini disimpan di sebuah gudang di Pelabuhan Beirut, Lebanon selama beberapa tahun.
Para pejabat tahu ada amonium nitrat ribuan ton
Para pejabat senior di Lebanon disebut tahu keberadaan kargo bermuatan amonium nitrat yang disimpan di gudang pelabuhan tersebut selama 6 tahun ini.
Hal itu diketahui dari sebuah dokumen yang dipublikasikan secara online. Para pejabat juga disebut sadar akan bahaya yang mungkin timbul dari amonium nitrat itu.
Namun, masih menjadi pertanyaan bagaimana kargo berisi amonium nitrat berada di gudang tersebut.
Amonium nitrat dibawa kargo pada September 2013
Seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (5/8/2020), amonium nitrat itu dibawa oleh kargo ke Lebanon pada September 2013.
Kargo yang membawa amonium nitrat itu adalah sebuah kapal milik Rusia bernama Rhosus.
Kapal itu tengah dalam perjalanan menuju MOzambik dari Georgia. Namun, karena adanya kendala teknis di laut, kapal itu dicegah berlayar oleh para pejabat Lebanon hingga akhirnya ditinggalkan pemilik dan para awaknya.
Lebih dari 300.000 orang kehilangan tempat tinggal, dengan keluarga terus melakukan pencairan terhadap kerabatnya yang kemungkinan tewas.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.