Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ledakan di Lebanon di Antara Konflik Horizontal, Ekonomi, dan Pandemi

Kompas.com - 06/08/2020, 06:03 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Ledakan di Beirut menambah derita rakyat Lebanon. Negeri itu diwarnai sejumlah krisis berkepanjangan.

Mulai dari konflik horizontal, krisis ekonomi, pandemi virus corona dan ancaman kelaparan karena lumbung pangan hancur karena ledakan. Ada apa dengan Lebanon?

Lebanon, satu negara di kawasan Timur Tengah yang dikenal memiliki stabilitas politik yang tidak cukup baik.

Negara ini beberapa kali dilanda perang akibat konflik horizontal, misalnya  pada era 1975-1990 dan pada 2006 silam.

Hingga saat ini pun, Lebanon masih dijaga oleh banyak anggota militer dari berbagai negara yang diutus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menjaga keamanan di sana.

Pasukan itu termasuk pasukan Kontingen Garuda, yang berdasarkan data dari Kementerian Luar Negeri berjumlah 1.234 orang.

Secara geografis, Lebanon berbatasan dengan Suriah di sisi utara, dan Israel di sisi selatan. Kedua negara tetangganya itu merupakan negara yang masih terlibat perang.

Melansir The Guardian, Rabu (5/8/2020) saat ini Lebanon tengah ada dalam tumpukan krisis yang bukannya terurai, namun justru makin bertambah dengan adanya ledakan besar yang menewaskan ratusan orang, Selasa (4/8/2020) kemarin.

Krisis yang dialami sudah berlangsung dalam waktu yang lama dan belum juga bisa diselesaikan hingga saat ini.

Ditambah dengan krisis ekonomi dan kelaparan yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19 dan terbaru akibat ledakan mematikan, Lebanon disebut benar-benar dalam kondisi yang tidak mudah. 

Baca juga: Hancurkan Lumbung Pangan, Ledakan di Lebanon Berpotensi Sebabkan Kelaparan

Pandemi Covid-19

Hingga kini, Lebanon mencatat lebih dari 5.000 kasus Covid-19 di wilayahnya dengan 65 kasus kematian.

Jumlah ini memang relatif rendah dibandingkan dengan yang dicatatkan negara-negara lain, namun virus ini baru mengalami lonjakan dan menyebar ke wilayah yang lebih luas di sana.

Para dokter telah menyatakan sistem kesehatan yang rapuh di negara mereka kini sudah ada di luar kapasitasnya.

“Ruang perawatan intensif di Rumah Sakit Universitas Rafik Hariri sekarang penuh dan jika situasinya tetap sama selama beberapa hari mendatang, rumah sakit tidak akan dapat mengakomodasi kasus-kasus yang membutuhkan perawatan intensif,” kata dokter spesialis paru di RS tersebut, Osman Itani.

Jumlah kasus Covid-19 yang terjadi saat ini melebihi 100 kasus per hari dan jumlah ini sudah tidak bisa ditangani oleh sistem kesehatan yang mereka miliki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com