Selain kisah silat Cina, Kho Ping Hoo yang sebenarnya mulai terjun menulis sejak 1951, banyak pula melahirkan kisah-kisah dengan setting Indonesia.
Beberapa judul di antaranya, Badai Laut Selatan, atau Darah Mengalir di Borobudur menunjukkan bahwa ia tidak hanya sekadar terampil menulis tetapi cukup menguasai literatur dan sejarah Indonesia.
Baca juga: Ikuti Perjalanan Kelahiran Kembali Wiro Sableng lewat VIK
Ia sendiri memang menguasai bahasa Inggris dan Belanda dengan baik, karena pendidikannya sampai HIS, bahkan sempat menginjak MULO walau sebentar.
Tidak disangka, justru lewat kedua bahasa itulah, ia banyak membaca literatur China.
Satu 'modal' berharga dalam kariernya sebagai penulis cerita silat China. Karena, percaya atau tidak menurut pengakuannya, ia tidak bisa membaca aksara China. Kalaupun berbahasa Mandarin, ia mengaku hanya bisa secara pasif.
Mengenai penambahan nama Asmaraman Sukowati di depan namanya, hal itu setelah pemerintahan Orde baru mengeluarkan Keputusan Presiden (Keppres) No 240 Tahun 1967 yang menganjurkan warga keturunan asing mengganti namanya menjadi nama Indonesia.
Pada sebuah kesempatan, Kho mengatakan, meski piawai menulis cerita silat China, dia mengaku belum pernah pergi ke Negeri Tirai Bambu itu.
"Saya baru menginjakkan kaki ke China pertama kali tahun 1985, ketika saya diajak anak saya melancong ke sana. Ya, baru sekali itu," kata dia dalam wawancara dengan Harian Kompas.
Selain literatur China, buku sejarah China kuno, filsafat, buku-buku pengobatan, pernapasan, juga buku tentang ilmu kung thau, modal dan referensi utama Kho dalam mengarang cerita adalah sebuah peta China.
Dengan dua modal itulah karya-karya Kho Ping Hoo 'menguasai' fantasi para pembacanya.
Ia juga mengaku tidak bisa silat, apalagi bila dibayangkan sesuai dengan pendekar sakti yang memiliki tenaga dalam menakjubkan seperti dalam karya-karyanya.
"Walau ayah saya termasuk ahli kungfu, tapi saya hanya tahu serba sedikit sedikit, cuma jurus-jurus dasarnya saja," ungkap dia semasa hidup.
Kho mengaku, tak berambisi untuk menekuni lebih jauh tentang ilmu silat.
"Lalu buat apa kalau memiliki itu semua? Kemampuan silat hanya akan menimbulkan kekerasan. Bila kekerasan dibalas kekerasan, itu tak akan ada habisnya," ujar Kho Ping Hoo.
Beberapa cerita-cerita silat Kho Ping Hoo dapat dibaca di sini.
Baca juga: Melihat Perkembangan Kasus Corona di 8 Provinsi Prioritas di Indonesia