Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Thermo Gun Disebut Bahayakan Otak, Berikut Penjelasan Ahli

Kompas.com - 21/07/2020, 17:06 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial baru-baru ini diramaikan oleh adanya anggapan bahwa thermo gun (termometer tembak) disebut dapat berbahaya untuk otak.

Akibatnya banyak masyarakat yang menanyakan tentang keamanan thermo gun atau alat pengukur suhu berbentuk pistol yang ditembakkan ke dahi itu.

Ramai-ramai soal thermo gun itu berawal dari sebuah unggahan video di media sosial yang menyebutkan bahwa laser thermo gun itu dipergunakan untuk memeriksa kabel panas, bukan memeriksa temperatur manusia.

 

Bahkan diisebutkan saat ini belum diketahui efek dari penggunaan laser thermo gun tersebut di jaringan otak manusia.

Baca juga: Virus Corona Menular Lewat Droplet dan Airborne, Apa Bedanya?

Lantas benarkah penggunaan thermo gun itu berbahaya untuk otak manusia?

Ketua Departemen Fisika Kedokteran/Klaster Medical Technology IMERI FKUI, Prasandhya Astagiri Yusuf menyatakan, thermo gun merupakan salah satu jenis termometer inframerah untuk mengukur temperatur tubuh yang umumnya di arahkan ke dahi.

Berbeda dengan termometer raksa atau termometer digital yang menggunakan prinsip rambatan panas secara konduksi, termometer ini menggunakan prinsip rambatan panas melalui radiasi.

"Dalam prinsip ilmu fisika kedokteran, setiap benda dengan temperatur lebih besar dari 0 Kelvin akan memancarkan radiasi elektromagnetik atau sering disebut dengan radiasi benda hitam (Asas Black)," ujarnya seperti dalam rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (21/7/2020).

Baca juga: Mengenal Tumor dan Kanker, Beda atau Sama?

Kelvin (K) adalah satuan baku untuk temperatur dengan konversi 0 derajat Celsius setara dengan 273 K.

Yusuf mengungkapkan, kisaran suhu tubuh manusia normal 36-37,5 derajat Celsius berada di dalam pancaran spektrum inframerah jika dilihat dari jangkauan radiasi elektromagnetik.

"Energi radiasi dari permukaan tubuh ditangkap dan kemudian diubah menjadi energi listrik dan ditampilkan dalam angka digital temperatur derajat Celcius pada thermo gun," ucap Yusuf.

Baca juga: Mengintip Makna dan Fungsi Lampu Warna-warni di Runway Bandara...

Gejala demam Covid-19

ilustrasi demamShutterstock ilustrasi demam

Prinsip teknologi serupa, lanjut Yusuf, juga digunakan di kamera termal untuk skrining temperatur di bandara serta thermal goggles di militer untuk mendeteksi keberadaan seseorang di malam hari yang gelap.

Termometer inframerah yang tersedia di pasaran umumnya untuk mendeteksi temperatur gendang telinga (termometer telinga) atau temperatur dahi (termometer dahi).

Yusuf memaparkan, termometer dahi lebih cocok untuk skrining gejala demam Covid-19 karena hanya perlu "ditembak" ke arah dahi tanpa perlu kontak/bersentuhan langsung dengan kulit.

"Termometer ini mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi untuk mengestimasi suhu tubuh seseorang. Hal yang perlu diperhatikan adalah akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut alat thermo gun terhadap objek yang diukur," papar Yusuf.

Baca juga: CDC Tambahkan 6 Gejala Baru Virus Corona, Apa Saja?

Maka dari itu, imbuhnya, jangan heran jika hasil pengukuran bisa berubah-ubah.

Satu parameter penting yang menentukan tingkat akurasi pengukuran thermo gun adalah perbandingan jarak dengan luas titik pengukuran.

Biasanya, angka perbandingan ini adalah 12:1.

Dengan kata lain, untuk mengukur suatu titik dengan luas 1 cm persegi, jarak pengukuran ideal adalah 12 cm.

"Di sinilah sebenarnya peran laser dalam suatu thermo gun, yaitu membantu operator menentukan titik pusat pengukuran," ucap Yusuf.

Baca juga: Ramai soal Dampak Tak Pakai Bra Selama WFH, Simak Penjelasan Dokter

Sudah lama digunakan

GrabKitchen secara rutin memeriksa suhu tubuh semua orang yang memasuki area GrabKitchen. Alat ukur suhu tubuh (thermo gun) itu pun tersedia di seluruh lokasi GrabKitchen, yang tersebar di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bandung, Surabaya, Medan, dan Bali.Dok. Grab Indonesia GrabKitchen secara rutin memeriksa suhu tubuh semua orang yang memasuki area GrabKitchen. Alat ukur suhu tubuh (thermo gun) itu pun tersedia di seluruh lokasi GrabKitchen, yang tersebar di wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Bandung, Surabaya, Medan, dan Bali.

Sementara itu, dokter Pendamping Pasien Kanker RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat, dr Maria Shanty menegaskan, thermo gun tidak berbahaya untuk otak.

Ia menyebut, logika mengenai thermo gun dikatakan dapat merusak otak sama sekali tidak benar.

"Logika itu (thermo gun dapat merusak otak) tidak benar," kata Shanty saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/7/2020).

Shanty kembali menegaskan, thermo gun merupakan salah satu alat medis dan sudah lama digunakan di rumah sakit mana pun.

Baca juga: Tanggapan IDI soal Tudingan Kasus Corona merupakan Proyek Memperkaya Dokter

Sepengetahuannya, para ahli kedokteran telah melakukan penelitian dan mendapatkan bahwa sinar infrared pada thermo gun tidak memancarkan energi atau radiasi.

Justru, jelas Shanty, tubuh manusia yang memancarkan radiasi infrared yang diserap oleh thermo gun dan kemudian menginterpretasikannya sebagai suhu tubuh.

"Sebab manusia memancarkan panas dalam bentuk radiasi termal," ungkap Shanty.

Shanty menuturkan, thermo gun didesain untuk mengukur suhu tanpa perlu kontak dekat dengan orang yang diperiksa.

Ia mencontohkan misalnya seperti apa yang dilakukan di bandara, pusat perbelanjaan, rumah sakit dan area publik lainnya.

"Selain melakukan sebagai alat screening pengunjung, secara prosedur meminimalkan risiko infeksi Covid-19 pada petugasnya," terang Shanty.

Baca juga: Viral Unggahan soal Tanda-tanda Stroke Dikira Kesurupan, Ini Penjelasan Dokter...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com