"Termometer ini mendeteksi temperatur arteri temporal pada dahi untuk mengestimasi suhu tubuh seseorang. Hal yang perlu diperhatikan adalah akurasi pengukuran temperatur bergantung pada jarak dan sudut alat thermo gun terhadap objek yang diukur," papar Yusuf.
Baca juga: CDC Tambahkan 6 Gejala Baru Virus Corona, Apa Saja?
Maka dari itu, imbuhnya, jangan heran jika hasil pengukuran bisa berubah-ubah.
Satu parameter penting yang menentukan tingkat akurasi pengukuran thermo gun adalah perbandingan jarak dengan luas titik pengukuran.
Biasanya, angka perbandingan ini adalah 12:1.
Dengan kata lain, untuk mengukur suatu titik dengan luas 1 cm persegi, jarak pengukuran ideal adalah 12 cm.
"Di sinilah sebenarnya peran laser dalam suatu thermo gun, yaitu membantu operator menentukan titik pusat pengukuran," ucap Yusuf.
Baca juga: Ramai soal Dampak Tak Pakai Bra Selama WFH, Simak Penjelasan Dokter
Sementara itu, dokter Pendamping Pasien Kanker RS Kanker Dharmais, Jakarta Barat, dr Maria Shanty menegaskan, thermo gun tidak berbahaya untuk otak.
Ia menyebut, logika mengenai thermo gun dikatakan dapat merusak otak sama sekali tidak benar.
"Logika itu (thermo gun dapat merusak otak) tidak benar," kata Shanty saat dihubungi Kompas.com, Selasa (21/7/2020).
Shanty kembali menegaskan, thermo gun merupakan salah satu alat medis dan sudah lama digunakan di rumah sakit mana pun.
Baca juga: Tanggapan IDI soal Tudingan Kasus Corona merupakan Proyek Memperkaya Dokter
Sepengetahuannya, para ahli kedokteran telah melakukan penelitian dan mendapatkan bahwa sinar infrared pada thermo gun tidak memancarkan energi atau radiasi.
Justru, jelas Shanty, tubuh manusia yang memancarkan radiasi infrared yang diserap oleh thermo gun dan kemudian menginterpretasikannya sebagai suhu tubuh.
"Sebab manusia memancarkan panas dalam bentuk radiasi termal," ungkap Shanty.
Shanty menuturkan, thermo gun didesain untuk mengukur suhu tanpa perlu kontak dekat dengan orang yang diperiksa.
Ia mencontohkan misalnya seperti apa yang dilakukan di bandara, pusat perbelanjaan, rumah sakit dan area publik lainnya.
"Selain melakukan sebagai alat screening pengunjung, secara prosedur meminimalkan risiko infeksi Covid-19 pada petugasnya," terang Shanty.
Baca juga: Viral Unggahan soal Tanda-tanda Stroke Dikira Kesurupan, Ini Penjelasan Dokter...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.