KOMPAS.com - Tudingan mengenai adanya rumah sakit yang memanfaatkan situasi Covid-19 untuk meraup keuntungan, belakangan ini banyak beredar di media sosial atau aplikasi perpesanan.
Di antara narasi itu menyebutkan bahwa rumah sakit sengaja memanipulasi data pasien Covid-19 untuk mendapat anggaran dari pemerintah.
Tak hanya warganet, tudingan itu juga disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran DPR Said Abdullah.
Said Abdullah bahkan meminta Menteri Kesehatan menindak tegas dan memberikan sanksi bagi rumah sakit yang mengakali data pasien Covid-19 demi mendapatkan keuntungan.
"Kalau terjadi, sertifikat akreditasinya (RS) dicabut dan dokternya dipecat tidak ada ampun. Etiket kedokteran dipertanyakan kalau itu dilakukan," kata Said dikutip dari Kompas.com, Jumat (17/7/2020).
Said mengatakan, saat rapat kerja dengan pemerintah termasuk Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada Rabu (15/7/2020), ia menceritakan bahwa ada salah seorang warga di Surabaya yang mengidap penyakit diabetes namun dinyatakan positif Covid-19.
Menanggapi hal itu, Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) menegaskan bahwa pihaknya belum mendapatkan informasi dan laporan soal dugaan adanya rumah sakit "nakal".
"Sampai saat ini Persi belum mendapatkan informasi soal dugaan adanya RS nakal, di mana RS tersebut membuat klaim seolah-olah pasien meninggal karena Covid-19 dengan modus dapat anggaran," kata Humas Persi Anjari Umarjiyanto kepada Kompas.com, Senin (20/7/2020).
Menurut Anjari, apa yang disampaikan oleh Said Abdullah dan narasi-narasi di media sosial sejauh ini belum terkonfirmasi kebenarannya, bahkan cenderung pada disinformasi.
Sebab, banyak unggahan yang menyebut adanya dugaan itu bersumber dari orang lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.
"Rata-rata dan kebanyakan itu 'katanya', 'dari temennya temen', 'dari tetangganya'. Begitu dikonfirmasi, mereka kemudian hapus postingan dan sampai sekarang tak ada yang jawab," jelas dia.
Baca juga: Tren Kematian karena Covid-19 di Rumah Sakit Inggris Turun, Ini Penyebabnya Menurut Peneliti
Anjari menjelaskan, tidak benar bahwa rumah sakit bisa mengklaim puluhan juta untuk satu pasien. Sebab, sistem klaim berdasarkan pada diagnosis penyakit penyerta sesuai dalam aturan yang telah dituntukan.
Klaim pembayaran pun, tambah dia, harus melewati verifikasi dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Setelah lolos verifikasi, rumah sakit baru bisa menerima dana klaim tersebut.
"Jadi dilakukan oleh lembaga yang punya kompetensi, bukan didasarkan oleh rumah sakit mengajukan pembayaran atas pelayanan yang sudah diberikan," terang dia.