Terkait pemakaman dengan prosedur Covid-19, Anjari menegaskan bahwa pasien konfirmasi atau suspek (pasien dalam pengawasan) ketika meninggal harus dimakamkan dengan protokol yang berlaku.
Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan yang dikuatkan dengan Peraturan Menteri Agama dan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Menurut dia, tujuan pemulasaran pasien suspek dengan prosedur Covid-19 adalah untuk mencegah terjadinya penularan, baik kepada keluarga maupun petugas.
"Artinya, rumah sakit melaksanakan apa yang sudah ditetapkan protokol kesehatan itu. Kan yang buat aturan bukan rumah sakit, tetapi regurator," kata Anjari.
"Namun ada orang salah persepsi seolah-olah rumah sakit mengklaim itu di-Covid-kan. Ya memang protokolnya seperti itu," tambahnya.
Pihaknya pun mengaku prihatin dengan adanya tuduhan tak berdasar yang banyak beredar di masayarakat.
Sebab menurut Anjari, tuduhan itu muncul ketika tenaga kesehatan dan perawat sedang berjuang melawan virus corona, bahkan sampai banyak yang sudah berguguran.
"Kok ya tega-teganya ada narasi seperti ini. Bukankah pada situasi ini kita harus bahu membahu supaya Covid-19 segera teratasi dan kita kembali normal, bukan narasi-narasi seperti ini. Apa sih keuntungannya, justru memperumit masalah," jelas dia.
Namun, jika masyarakat menemukan adanya praktik-praktik "nakal" seperti itu, Anjari meminta untuk segera melaporkan ke dinas kesehatan setempat.
Baca juga: Update Terkini Pelaksaan Haji 2020: Jemaah Mulai Jalani Karantina
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.