Dodi mengatakan, meski perlakuan istimewa pada Gibran bisa menimbulkan kecemburuan, namun, ia menilai bahwa hal tersebut tidak sampai menyebabkan friksi di kalangan internal partai.
"Kalau ada mobilisasi solidaritas terhadap Pak Purnomo di level cabang, friksi mungkin. Tapi rupanya Pak Purnomo memilih untuk mengalah dan kemudian berencana mundur dari gelanggang politik. Jadi, friksi itu saya kira tidak muncul," kata Dodi.
Meski demikian, ia juga menyebut bahwa kasus pengusungan Gibran, yang merupakan kader baru, memberikan pesan negatif kepada kader-kader PDI-P.
"Yakni ada special treatment untuk orang-orang penting PDI-P di atas," kata Dodi.
Baca juga: Melihat Peluang Gibran di Pilkada Solo 2020...
Bisa menang tanpa Gibran
Dikonfirmasi terpisah, dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Fajar Junaedi, mengatakan, bagi PDI-P, pengusungan Gibran adalah pukulan telak bagi kader partai yang merintis karier dari bawah dan sejak lama.
Fajar menyebut hal itu menjadi modal buruk bagi PDI-P dalam pemilihan legislatif dan pemilihan presiden di masa depan. Karena, kader partai yang potensial dan berdedikasi justru dikalahkan oleh kader yang baru.
"Solo adalah basis kuat PDI-P, artinya tanpa sosok Gibran, partai ini tetap bisa menang. Jadi, pengusungan Gibran justru menjadi kontradiksi," kata Fajar saat dihubungi Kompas.com (17/7/2020).
Ia juga menyebut citra Jokowi juga akan merosot karena dukungannya pada Gibran akan menjadi kebijakan yang tidak populisme, padahal selama ini Jokowi mengembangkan pencitraan politik populis.
Baca juga: Saat Gibran Mulai Unjuk Gigi...