Salah satu penjuru di garis depan Industri Penerbangan adalah pabrik pesawat terbang. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan letak yang sangat strategis dan sebagian besar berujud wilayah bepegunungan, idealnya memang harus memiliki pabrik pesawat terbang.
Salah satu alasan utama adalah karena sistem perhubungan udara bagi negeri ini laksana jejaring yang digunakan untuk mengalirkan darah dan oksigen ke seluruh bagian tubuh manusia.
Pabrik pesawat terbang bukanlah hal yang baru bagi Indonesia karena ide, pemikiran dan perintisannya sudah dimulai sejak tahun awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Angkatan Udara dengan Nurtanio, Wiweko, Yum Soemarsono, Salatun, dan teman-teman sudah memikirkan dan memulainya.
Ide ini yang kemudian dilanjutkan pada era Habibie masih di tempat yang sama di kawasan pusat pemeliharaan pesawat terbang Pangkalan Angkatan Udara Husein Sastranegara Bandung, sekarang dikenal sebagai PTDI.
Singkat kata, kita memang sudah memiliki pabrik pesawat terbang yang hasil produksinya pun sudah “mendunia”. Produksinya, syukur alhamdulilah, sudah digunakan oleh cukup banyak negara di luar Indonesia.
Indonesia memang tidak dapat dibantah sudah memiliki kemampuan dalam sektor memproduksi pesawat terbang dengan kategori “World Class”.
Sekadar contoh saja pesawat CN-235 produksi Indonesia bersama dengan Spanyol sudah digunakan banyak negara antara lain Thailand, Perancis, Turki, Malaysia dan Korea Selatan. Indonesia sudah punya pabrik pesawat terbang kelas dunia.
Beberapa bulan lalu, masyarakat penerbangan Indonesia dikejutkan dengan keputusan pemerintah yang mencoret proyek pembuatan pesawat terbang N245 dan R80 dari daftar PSN (Proyek Strategis Nasional).
Artinya, pemerintah telah menetapkan bahwa proyek pembuatan pesawat terbang N245 dan R80 tidak masuk dalam kategori penilaian proyek yang strategis ditingkat nasional.
Dapat pula diartikan bahwa pemerintah meragukan bahwa proyek N245 dan R80 yang tengah berjalan dengan berbagai alasan (temasuk dukungan dana) akan dapat selesai sesuai rencana.
Tidak mustahil keputusan tersebut juga dilatar belakangi oleh bayang-bayang kekecewaan terhadap proyek N219 yang sudah berulang kali, molor atau tertunda dari jadwal yang telah ditentukan pada rencana induknya.
Walahualam bisawab, kita memang tidak akan pernah tahu tentang apa sebenarnya yang menjadi alasan pemerintah mengeluarkan keputusan tersebut. Apapun yang dijadikan alasan oleh pemerintah, yang pasti, hal tersebut telah mengecewakan para pecinta produksi dalam negeri terutama para penyandang proyek dan tentu saja kemungkinan besar pihak Pabrik pesawat terbang dalam hal ini PTDI.
Dalam berjalan menuju kesuksesan membuat pesawat terbang produksi dalam negeri, setidaknya diperlukan tiga pihak yang bergandengan tangan dengan erat, yaitu produsen dalam hal ini PTDI, konsumen (TNI, Polri, maskapai penerbangan, dan lain-lain), serta pemerintah sebagai penentu kebijakan berkait dengan dukungan dana.
Nah, selama ini yang terjadi dan muncul di permukaan adalah banyaknya keluhan dari pihak produsen tentang tidak adanya keberpihakan, terutama dari konsumen, yang terkesan tidak ingin menggunakan pesawat terbang produksi negeri sendiri.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.