Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Chappy Hakim
KSAU 2002-2005

Penulis buku "Tanah Air Udaraku Indonesia"

Kontroversi Pesawat Terbang "Made in Indonesia"

Kompas.com - 18/07/2020, 19:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Salah satu penjuru di garis depan Industri Penerbangan adalah pabrik pesawat terbang. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan letak yang sangat strategis dan sebagian besar berujud wilayah bepegunungan, idealnya memang harus memiliki pabrik pesawat terbang.

Salah satu alasan utama adalah karena sistem perhubungan udara bagi negeri ini laksana jejaring yang digunakan untuk mengalirkan darah dan oksigen ke seluruh bagian tubuh manusia.

Pabrik pesawat terbang bukanlah hal yang baru bagi Indonesia karena ide, pemikiran dan perintisannya sudah dimulai sejak tahun awal kemerdekaan Republik Indonesia.

Angkatan Udara dengan Nurtanio, Wiweko, Yum Soemarsono, Salatun, dan teman-teman sudah memikirkan dan memulainya.

Ide ini yang kemudian dilanjutkan pada era Habibie masih di tempat yang sama di kawasan pusat pemeliharaan pesawat terbang Pangkalan Angkatan Udara Husein Sastranegara Bandung, sekarang dikenal sebagai PTDI.

Singkat kata, kita memang sudah memiliki pabrik pesawat terbang yang hasil produksinya pun sudah “mendunia”. Produksinya, syukur alhamdulilah, sudah digunakan oleh cukup banyak negara di luar Indonesia.

Indonesia memang tidak dapat dibantah sudah memiliki kemampuan dalam sektor memproduksi pesawat terbang dengan kategori “World Class”.

Sekadar contoh saja pesawat CN-235 produksi Indonesia bersama dengan Spanyol sudah digunakan banyak negara antara lain Thailand, Perancis, Turki, Malaysia dan Korea Selatan. Indonesia sudah punya pabrik pesawat terbang kelas dunia.

Beberapa bulan lalu, masyarakat penerbangan Indonesia dikejutkan dengan keputusan pemerintah yang mencoret proyek pembuatan pesawat terbang N245 dan R80 dari daftar PSN (Proyek Strategis Nasional).

Artinya, pemerintah telah menetapkan bahwa proyek pembuatan pesawat terbang N245 dan R80 tidak masuk dalam kategori penilaian proyek yang strategis ditingkat nasional.

Dapat pula diartikan bahwa pemerintah meragukan bahwa proyek N245 dan R80 yang tengah berjalan dengan berbagai alasan (temasuk dukungan dana) akan dapat selesai sesuai rencana.

Tidak mustahil keputusan tersebut juga dilatar belakangi oleh bayang-bayang kekecewaan terhadap proyek N219 yang sudah berulang kali, molor atau tertunda dari jadwal yang telah ditentukan pada rencana induknya.

Walahualam bisawab, kita memang tidak akan pernah tahu tentang apa sebenarnya yang menjadi alasan pemerintah mengeluarkan keputusan tersebut. Apapun yang dijadikan alasan oleh pemerintah, yang pasti, hal tersebut telah mengecewakan para pecinta produksi dalam negeri terutama para penyandang proyek dan tentu saja kemungkinan besar pihak Pabrik pesawat terbang dalam hal ini PTDI.

Dalam berjalan menuju kesuksesan membuat pesawat terbang produksi dalam negeri, setidaknya diperlukan tiga pihak yang bergandengan tangan dengan erat, yaitu produsen dalam hal ini PTDI, konsumen (TNI, Polri, maskapai penerbangan, dan lain-lain), serta pemerintah sebagai penentu kebijakan berkait dengan dukungan dana.

Nah, selama ini yang terjadi dan muncul di permukaan adalah banyaknya keluhan dari pihak produsen tentang tidak adanya keberpihakan, terutama dari konsumen, yang terkesan tidak ingin menggunakan pesawat terbang produksi negeri sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Berapa Lama Bumi Akan Gelap Saat Gerhana Matahari Total 8 April 2024?

Berapa Lama Bumi Akan Gelap Saat Gerhana Matahari Total 8 April 2024?

Tren
Alasan Timnas Amin Ingin Sri Mulyani dan Tri Rismaharini Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024

Alasan Timnas Amin Ingin Sri Mulyani dan Tri Rismaharini Dihadirkan dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024

Tren
Gunung Marapi Erupsi Lagi, Waspada Lontaran Batu Pijar di Radius 4,5 Kilometer

Gunung Marapi Erupsi Lagi, Waspada Lontaran Batu Pijar di Radius 4,5 Kilometer

Tren
Profil Nicole Shanahan, Cawapres AS yang Digandeng Robert F. Kennedy Jr

Profil Nicole Shanahan, Cawapres AS yang Digandeng Robert F. Kennedy Jr

Tren
Cara Cek NISN Online untuk Keperluan Pendaftaran UTBK SNBT 2024

Cara Cek NISN Online untuk Keperluan Pendaftaran UTBK SNBT 2024

Tren
Fakta Kasus Korupsi PT Timah, Seret Harvey Moeis dan 'Crazy Rich' PIK Helena Lim

Fakta Kasus Korupsi PT Timah, Seret Harvey Moeis dan "Crazy Rich" PIK Helena Lim

Tren
Han Kwang-Song, Mantan Pemain Juventus asal Korea Utara yang Pernah Hilang Misterius

Han Kwang-Song, Mantan Pemain Juventus asal Korea Utara yang Pernah Hilang Misterius

Tren
Apa Itu Karbohidrat? Berikut Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya

Apa Itu Karbohidrat? Berikut Pengertian, Jenis, dan Manfaatnya

Tren
Profil PT Timah, Anak Perusahaan BUMN yang Terseret Korupsi Ratusan Triliun Rupiah

Profil PT Timah, Anak Perusahaan BUMN yang Terseret Korupsi Ratusan Triliun Rupiah

Tren
Duduk Perkara Kasus Korupsi Timah Ilegal yang Menyeret Harvey Moeis

Duduk Perkara Kasus Korupsi Timah Ilegal yang Menyeret Harvey Moeis

Tren
6 Alasan Tidak Dianjurkan Minum Es Teh Manis Saat Berbuka Puasa

6 Alasan Tidak Dianjurkan Minum Es Teh Manis Saat Berbuka Puasa

Tren
Tambang Emas di Liberia Runtuh, 13 Tewas dan 25 Lainnya Masih Terjebak

Tambang Emas di Liberia Runtuh, 13 Tewas dan 25 Lainnya Masih Terjebak

Tren
Daftar 16 Tersangka Kasus Korupsi Timah Ilegal, Terbaru Harvey Moeis

Daftar 16 Tersangka Kasus Korupsi Timah Ilegal, Terbaru Harvey Moeis

Tren
Rincian Tarif Listrik PLN yang Berlaku mulai 1 April 2024

Rincian Tarif Listrik PLN yang Berlaku mulai 1 April 2024

Tren
KAI Operasikan Kereta Ekonomi untuk Difabel, Ada di KA Apa Saja?

KAI Operasikan Kereta Ekonomi untuk Difabel, Ada di KA Apa Saja?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com