Selain penutup lahan, Lapan juga menganalisis curah hujan yang terjadi pada 11-13 Juli 2020.
Pengamatan dengan satelit Himawari-8 menunjukkan memang terjadi hujan dengan intensitas tinggi pada 12 Juli 2020 pukul 22.00 WITA hingga pukul 06.00 WITA pada 13 Juli 2020.
Selanjutnya pada siang hari pada pukul 13.00 WITA hujan kembali terjadi dengan intensitas lama hingga malam hari saat banjir bandang terjadi.
“Curah hujan membawa pengaruh yang signifikan sebagai pembawa material lumpur dan ranting pohon dari wilayah hulu sungai,” terang Rokhis.
Baca juga: Benarkan Gerhana Bulan Sebabkan Banjir Rob, Ini Penjelasan BMKG
Sementara itu, Tim Lapan juga menganalisis struktur geomorfologi dan geologi di Kabupaten Luwu Utara yang memperlihatkan bahwa wilayah hulu sungai Sabbang, Sungai Radda dan Sungai Masamba adalah perbukitan sangat terjal dan kasar yang dibentuk dari patahan-patahan tektonik masa lampau.
Banyaknya patahan yang ada di wilayah ini menyebabkan struktur batuan atau tanah tak cukup mempertahankan posisinya.
“Hal ini menyebabkan mudah terjadi longsor yang apabila terakumulasi dapat terjadi banjir bandang,” ujarnya.
Ia menyampaikan saat ini Tim Lapan bersama dengan tim dari Center of Remote Sensing ITB, Universitas Hasanudin, dan Asian Institute of Technology (AIT) masih terus bekerja untuk menganalisis daerah yang rusak akibat banjir bandang di kota Masamba.
“Masih terus dikaji lagi. Itu hasil awal,” pungkasnya.
Baca juga: Perhatikan Ini Saat Sumbang Makanan bagi Korban Banjir...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.