Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ramai soal Tiga Wanita Joget TikTok di Zebra Cross, Fenomena Apa Ini?

Kompas.com - 16/07/2020, 19:35 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Media sosial baru-baru ini tengah dihebohkan dengan adanya aksi nekat tiga wanita yang berjoget TikTok di sebuah zebra cross di lampu merah Kota Mamuju, Sulawesi Barat.

Dalam video tersebut diperlihatkan, tiga wanita itu menari di zebra cross guna menarik perhatian pengendara.

Pihak kepolisian setempat menegaskan aksi tersebut sangat membahayakan dan menggangu kepentingan umum.

Baca juga: Mengapa TikTok Begitu Digandrungi dan Bahkan Membuat Kecanduan?

 

Kasat Lantas Polresta Mamuju AKP Kemas Idil Fitri bahkan menganggap joget TikTok di jalan raya tersebut hanya mencari sensai semata.

Sebelumnya, kejadian serupa juga terjadi di Jembatan Suramadu, Surabaya pada Jumat (3/7/2020).

Saat itu, ada tiga emak-emak yang melakukan tarian India di Jembatan Suramadu untuk diunggah dalam aplikasi TikTok.

Baca juga: Viral Joget TikTok di Acara Pernikahan, Ini Ceritanya...

 
 
 
View this post on Instagram
 
 

Satlantas Polresta Mamuju, Sulawesi Barat, angkat bicara terkait video viral tiga orang emak-emak yang asyik berjoget di zebra cross di perempatan lampu merah Jalan Jenderal Sudirman, Mamuju. Tiga perempuan tersebut belum diketahui identitasnya, namun polisi tengah memburu ketiganya. Aksi itu dianggap membahayakan dan mengganggu kepentingan umum. Aksi itu tidak pantas dilakukan, apalagi di tempat umum, dapat menggangu arus lalu lintas dan keselamatan nyawa mereka. "Kita akan panggil, mereka hanya sebatas teguran saja. Jika nantinya masih mengulangi baru akan dilakukan tindakan," kata Kasat Lantas Polresta Mamuju, AKP Kemas Aidil Fitri, saat dikonfirmasi, Selasa (14/7). . Viral

A post shared by ???????????????????????????????????? (@ndorobeii) on Jul 14, 2020 at 9:05pm PDT

Tiga perempuan tersebut kemudian dipanggil oleh petugas kepolisian karena aksinya di Jembatan Suramadu dinilai berbahaya dan melanggar Undang-undang Lalu Lintas karena berhenti di tengah jembatan.

Baca juga: Seorang Wanita Mengaku Terkena Sindrom TikTok, Apa Kata Psikiater?

Lantas, apa yang menjadi penyebab hal tersebut?

Dosen Sosiologi Universitas Hasanudin (Unhas) Makassar, Rahmat Muhammad mengungkapkan fenomena tersebut muncul cenderung untuk menjaga image dan wujud eksistensi mereka.

Wanita atau emak-emak yang melakukan hal berbahaya seperti contoh di atas demi konten merupakan mereka yang telah menganggap bahwa itu merupakan gaya hidup mereka.

"Keselamatan bagi ibu-ibu yang melakukan hal ini dipandang sebagai bagian dari lifestyle, sehingga tidak dikhawatirkan, karena di situlah momen untuk menunjukkan eksistensi dirinya," ujar Rahmat saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/7/2020).

Baca juga: Viral Video Polisi di Yogyakarta Sedot Bensin dari Tangki Motornya untuk Pemotor yang Kehabisan BBM

Dipandang klasik dan tertinggal

capture video tiktok 3 perempuan menari India di Jembatan Suramadu.KOMPAS.COM/A. FAIZAL capture video tiktok 3 perempuan menari India di Jembatan Suramadu.

Rahmat menjelaskan ada anggapan di tengah-tengah masyarakat, emak-emak jika tidak melakukan joget TikTok atau hanya berdiam diri di rumah saja justru dipandang klasik dan tertinggal.

"Mereka melakukan ini cenderung menjaga image bahwa menantang hal yang normatif itu lebih penting bagi kaumnya, untuk mencari perhatian (popularitas) di jalan umum yang tidak lazim dilakukan oleh seseorang atau kelompok tertentu," lanjut dia.

Rahmat menambahkan, emak-emak cenderung menjaga image dikarenakan mereka menganggap telah mempertahankan image sebagai pegiat media sosial.

Baca juga: Viral soal Kasus Bunuh Diri Mahasiswa karena Skripsinya Kerap Ditolak Dosen, Ini Analisis Pengamat Pendidikan

Apabila mereka sudah bisa mempertahankan image sebagai pegiat media sosial, maka dimungkinkan menjadi modal besar untuk mencari keuntungan finansial (motif ekonomi).

Rahmat mengungkapkan, awalnya mereka yang merasa sebagai pegiat media sosial, akan mencari sensasi dengan cara yang sangat dasar (murahan).

Namun, jika sensasi tersebut sukses, maka sensasi tersebut memiliki nilai jual yang tinggi.

Baca juga: Viral, Unggahan Pria di Tegal Suka Ambil Kucing yang Sakit di Jalanan, Simak Cerita Lengkapnya...

Edukasi membuat konten

Selain itu, Rahmat menjelaskan, fenomena ini dapat mereda jika pelaku video TikTok di tempat yang dinilai berbahaya diberikan edukasi bahwa tindakan tersebut di luar kelaziman dan tidak boleh ditiru oleh orang lain.

"Bagi masyarakat umum, kiranya jangan beri ruang apresiasi kepada para pelaku karena hal itu yang membuat para pelaku akan survive dan terus mengulang dengan target mempertahankan popularitas semu," kata dia.

Kemudian, agar tindakan tersebut tidak menjamur ke masyarakat lain, Rahmat berharap penegak hukum, terutama Polri atau Satpol PP harus menindak tegas atas pelanggaran ini.

Baca juga: 5 Faktor Mengapa Game Bisa Membuat Kecanduan Pemainnya

Sebab, penting menjadi catatan untuk para mereka yang sering berbuat kesalahan yang tidak peduli keselamatan orang lain dan dirinya sendiri.

Oleh karena itu, pelaku butuh untuk diingatkan supaya ada kepastian hukum, karena berbahaya jika hal yang tidak biasa dianggap biasa-biasa saja oleh oknum atau kelompok tertentu tanpa penindakan oleh aparat terkait.

"Pemerintah setempat perlu edukasi untuk menyiapkan sarana bagi ibu-ibu seperti ini supaya tersalur di ruang yang tepat, secara positif hal ini sangat produktif bahkan bisa menjadi ajang apresiasi untuk kategori tertentu dalam lomba yang difasilitasi oleh pemerintah," pungkasnya.

Baca juga: 5 Youtuber Terkaya di Dunia yang Mengelola Channel Game

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com