KOMPAS.com – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan besaran batas atas biaya rapid test untuk virus corona tidak lebih dari Rp 150.000.
Penetapan tarif ini diputuskan karena bervariasinya harga rapid test di berbagai rumah sakit.
Keputusan Kemenkes soal penetapan tarif batas atas rapid test dimuat dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/I/2875/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Rapid Test Antibodi.
Berbagai komentar soal tarif rapid test ini sempat ramai di media sosial beberapa hari lalu.
Ada yang mengapresiasi, ada yang menyesalkan kenapa keputusan ini baru dikeluarkan sekarang, dan berbagai komentar lainnya.
Harga tertinggi rapid test 150.000.
— madamia (@miarimiari) July 8, 2020
Yang selama ini kudu rutin rapid test bayarnya 400.000 ingin acak-acak meja administrasi gak sih?
Namun, ada pula yang menganggap angka Rp 150.000 tidak realistis
"Kalau patokan dari harga kit rapid test yg tersedia di distributor sekarang, paling murah 150 rb, patokan harga maksimal pemeriksaan 150 rb tentu tidak realistis," tulis akun @aslandjie.
Sementara, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia ( YLKI) Tulus Abadi menilai, keputusan Kemenkes menetapkan batas atas tarif rapid test belum menyelesaikan masalah.
Menurut dia, Rp 150.000 masih terlalu mahal, terutama bagi kalangan ekonomi lemah.
Tarif Rp 150.000 untuk rapid test, sebenarnya murah atau mahal?
Baca juga: Anggota Komisi IX DPR: Gratiskan Rapid Test Covid-19 untuk Warga Tidak Mampu
Juru Bicara Satgas Covid-19 UNS dr. Tonang Dwi Ardyanto menilai, mahal atau tidaknya tarif tersebut sangat relatif.
Alasannya, test kit antibodi pada dasarnya sudah bervariasi.
"Mahal tidaknya sebenarnya relatif, karena harga kit tes antibodi sebelum ini memang sangat bervariasi," ujar dokter Tonang, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Ia menilai, penyeragaman tarif ini sebenarnya merupakan langkah yang baik.
“Langkah ini baik, agar mutu pelayanan tes antibodi terjaga dan terjangkau biayanya, tidak terjadi variasi biaya secara lebar,” kata Tonang.