KOMPAS.com - Jumlah kasus infeksi virus corona di Indonesia terus mengalami penambahan. Tercatat ada 2.657 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir pada Kamis (9/7/2020).
Jumlah kasus baru tersebut merupakan rekor penambahan harian tertinggi dalam pencatatan kasus Covid-19 di Indonesia.
Jumlah konfirmasi positif itu didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 70.736 spesimen dalam sehari.
Baca juga: Deretan Produk yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Obat Herbal hingga Kalung Antivirus Corona
Lantas, apa penyebab utamanya?
Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menilai, penyebab utama tingginya kasus Covid-19 dalam sehari di Indonesia dikarenakan mobilitas masyarakat yang juga tinggi.
Mobilitas tersebut, lanjut Riris, diakibatkan oleh penerapan normal baru setelah Hari Raya Idul Fitri lalu.
"Ya, penularannya semakin meluas, sejak digulirkannya new normal mulai Lebaran Idul Fitri kemarin, itu kan orang jadi lebih rileks," kata Riris saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).
Baca juga: Mengintip Budaya Antre di Tengah Pandemi Corona...
Menurut Riris, apabila belum ditemukan vaksin atau obat yang bisa mengendalikan penularan Covid-19, maka kasus akan kembali seperti semula.
Ketika ditanya apakah disebabkan juga karena meningkatnya kapasitas tes, Riris tak menampik soal hal itu.
"Ada peningkatan jumlah tes memang iya, tetapi kalau peningkatan jumlah tes tanpa ada peningkatan penularan, penemuannya seharusnya tetap sama atau bahkan berkurang," jelas Riris.
Oleh sebab itu, Riris melanjutkan, melonjaknya jumlah kasus Covid-19 dalam sehari dikarenakan murni tingginya orang terpapar.
Baca juga: Menyoal Rencana Pemindahan Pasien Covid-19 Surabaya ke Pulau Galang
Riris berujar, masyarakat tidak bisa disalahkan begitu saja karena hal ini.
Tak bisa juga menyalahkan pemerintah karena dalam perjuangan melawan Covid-19, semua pihak turut berperan.
"Tidak bisa kita hanya menyalahkan pemerintah, tetapi juga tidak bisa menyalahkan masyarakat juga. Intinya ini kerja bersama," ungkap Riris.
Baca juga: Alasan Singapura Tak Rekomendasikan Dexamethasone sebagai Obat Covid-19
Kini, kata Riris, yang dapat dilakukan adalah kembali melakukan social distancing atau pembatasan sosial.
Bahkan, dalam beberapa tahun ke depan, masyarakat akan tetap berhadapan dengan situasi seperti ini.
"Ketika ada peningkatan kasus ya harus kembali terapkan pengetatan, begitu terkendali ya dilonggarkan lagi. Begitu seterusnya," jelas Ririn.
Namun, yang harus dipastikan yakni bila ingin melonggarkan, transmisi penularan harus sudah terkendali.
Baca juga: Ingin Berolahraga di GBK di Masa PSBB Transisi, Perhatikan Aturan Berikut...
Epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto juga menjelaskan hal yang sama.
Tonang mengungkapkan, tingginya kasus Covid-19 di Indonesia dalam sehari memang semata-mata karena peningkatan kasus.
"Jadi memang terjadi peningkatan kasus Covid-19," ujar Tonang saat dikonfirmasi terpisah.
Baca juga: Ahli Sebut CT Scan Lebih Efektif untuk Diagnosis Virus Corona daripada Tes Swab
Dilihat dari pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), kata Tonang, jumlahnya masih dalam rata-rata dalam sehari.
Hasil orang yang positif terinfeksi Covid-19 yang didapat dari tes juga masih tinggi.
"Dari sisi pemeriksaan PCR, positivitas pemeriksaan juga masih tinggi. Berarti mendukung juga bahwa memang kasusnya meningkat, bukan sekadar karena peningkatan kapasitas pemeriksaan PCR," papar Tonang.
"Faktor peningkatan kapasitas PCR, kecil. Karena rata-rata di angka 20.000 per hari sudah berjalan 10 hari terakhir. Jadi 2 hari terakhir ini rekor baru, maka faktor terbesar ya memang jumlah kasusnya meningkat," imbuhnya.
Baca juga: Ibu Hamil Tak Mampu Bayar Swab, Benarkah Tes untuk Bumil Berbayar?
Ketika disinggung soal hal tersebut, Tonang tidak sependapat.
Menurutnya, untuk menetapkan diagnosis Covid-19 tak selalu bisa sekali periksa dengan PCR.
"Ada yang sampai dua kali. Maka memang dapat terjadi, keputusan diagnosis positif itu harus menunggu hari kedua baru bisa positif," kata dia.
Lalu, lanjut Tonang, memang terdapat jeda antara kapan swab diambil dengan hasil pemeriksaan. Pasalnya, PCR memang membutuhkan waktu.
"Jadi menurut saya, bukan sengaja diundur pengumumannya, tapi memang nyatanya perlu waktu untuk pemeriksaan PCR," jelasnya.
Baca juga: Berikut 10 KA Jarak Jauh yang Beroperasi Mulai 10 Juli 2020 dari Jakarta
Berbeda dengan dua pakar sebelumnya, pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama menilai tingginya kasus karena adanya salah satu klaster di Jawa Barat.
"Salah satunya disumbang oleh klaster baru di Jawa Barat. Klaster Secapa AD," kata Bayu.
Menurutnya, adanya klaster tersebut mengakibatkan ledakan dari sisi penambahan jumlah kasus dalam sehari.
Adapun klaster tersebut, kata Bayu, seharusnya tidak terjadi bila menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Iya, karena klaster itu (Secapa AD), kasusnya jadi meledak," ujar Bayu.
"Klasternya sebenarnya tidak harus terjadi kalau lokasi seperti Secapa AD itu melakukan protokol dan pengawasan yang ketat," pungkas dia.
Baca juga: Sejarah Hand Sanitizer hingga Direkomendasikan WHO dan CDC