Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2.657 Kasus Baru Covid-19 di Indonesia, Apa Penyebab Utamanya?

Kompas.com - 09/07/2020, 19:52 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Jumlah kasus infeksi virus corona di Indonesia terus mengalami penambahan. Tercatat ada 2.657 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir pada Kamis (9/7/2020).

Jumlah kasus baru tersebut merupakan rekor penambahan harian tertinggi dalam pencatatan kasus Covid-19 di Indonesia.

Jumlah konfirmasi positif itu didapatkan setelah dilakukan pemeriksaan terhadap 70.736 spesimen dalam sehari.

Baca juga: Deretan Produk yang Diklaim Efektif untuk Covid-19, dari Obat Herbal hingga Kalung Antivirus Corona

Lantas, apa penyebab utamanya?

Mobilitas tinggi

Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad menilai, penyebab utama tingginya kasus Covid-19 dalam sehari di Indonesia dikarenakan mobilitas masyarakat yang juga tinggi.

Mobilitas tersebut, lanjut Riris, diakibatkan oleh penerapan normal baru setelah Hari Raya Idul Fitri lalu.

"Ya, penularannya semakin meluas, sejak digulirkannya new normal mulai Lebaran Idul Fitri kemarin, itu kan orang jadi lebih rileks," kata Riris saat dihubungi Kompas.com, Kamis (9/7/2020).

Baca juga: Mengintip Budaya Antre di Tengah Pandemi Corona...

Menurut Riris, apabila belum ditemukan vaksin atau obat yang bisa mengendalikan penularan Covid-19, maka kasus akan kembali seperti semula.

Ketika ditanya apakah disebabkan juga karena meningkatnya kapasitas tes, Riris tak menampik soal hal itu.

"Ada peningkatan jumlah tes memang iya, tetapi kalau peningkatan jumlah tes tanpa ada peningkatan penularan, penemuannya seharusnya tetap sama atau bahkan berkurang," jelas Riris.

Oleh sebab itu, Riris melanjutkan, melonjaknya jumlah kasus Covid-19 dalam sehari dikarenakan murni tingginya orang terpapar.

Baca juga: Menyoal Rencana Pemindahan Pasien Covid-19 Surabaya ke Pulau Galang

Masyarakat tak bisa disalahkan

Untuk memutus mata rantai penyebaran corona atau covid-19 yang mulai mengkhawatirkan penyebarannya di klaster Pasar Tos 3000 Sei Jodoh kecamatan Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Dari 220 pedagang yang di Rapid Tes, 6 diketahui reaktif.KOMPAS.COM/HADI MAULANA Untuk memutus mata rantai penyebaran corona atau covid-19 yang mulai mengkhawatirkan penyebarannya di klaster Pasar Tos 3000 Sei Jodoh kecamatan Lubuk Baja, Batam, Kepulauan Riau (Kepri). Dari 220 pedagang yang di Rapid Tes, 6 diketahui reaktif.

Riris berujar, masyarakat tidak bisa disalahkan begitu saja karena hal ini.

Tak bisa juga menyalahkan pemerintah karena dalam perjuangan melawan Covid-19, semua pihak turut berperan.

"Tidak bisa kita hanya menyalahkan pemerintah, tetapi juga tidak bisa menyalahkan masyarakat juga. Intinya ini kerja bersama," ungkap Riris.

Baca juga: Alasan Singapura Tak Rekomendasikan Dexamethasone sebagai Obat Covid-19

Kini, kata Riris, yang dapat dilakukan adalah kembali melakukan social distancing atau pembatasan sosial.

Bahkan, dalam beberapa tahun ke depan, masyarakat akan tetap berhadapan dengan situasi seperti ini.

"Ketika ada peningkatan kasus ya harus kembali terapkan pengetatan, begitu terkendali ya dilonggarkan lagi. Begitu seterusnya," jelas Ririn.

Namun, yang harus dipastikan yakni bila ingin melonggarkan, transmisi penularan harus sudah terkendali.

Baca juga: Ingin Berolahraga di GBK di Masa PSBB Transisi, Perhatikan Aturan Berikut...

Positivitas pemeriksaan juga masih tinggi

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendarat di Bandara Sekarno Hatta dan menjalani rapid test saat memimpin ekstradisi Maria Pauline Lumowa, buron kasus pembobolan BNI yang baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (9/7/2020). KOMPAS TV/ARSIP KEMENKUMHAM Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mendarat di Bandara Sekarno Hatta dan menjalani rapid test saat memimpin ekstradisi Maria Pauline Lumowa, buron kasus pembobolan BNI yang baru saja tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (9/7/2020).

Epidemiolog yang juga Juru Bicara Satgas Covid-19 Rumah Sakit UNS Tonang Dwi Ardyanto juga menjelaskan hal yang sama.

Tonang mengungkapkan, tingginya kasus Covid-19 di Indonesia dalam sehari memang semata-mata karena peningkatan kasus.

"Jadi memang terjadi peningkatan kasus Covid-19," ujar Tonang saat dikonfirmasi terpisah.

Baca juga: Ahli Sebut CT Scan Lebih Efektif untuk Diagnosis Virus Corona daripada Tes Swab

Dilihat dari pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR), kata Tonang, jumlahnya masih dalam rata-rata dalam sehari.

Hasil orang yang positif terinfeksi Covid-19 yang didapat dari tes juga masih tinggi.

"Dari sisi pemeriksaan PCR, positivitas pemeriksaan juga masih tinggi. Berarti mendukung juga bahwa memang kasusnya meningkat, bukan sekadar karena peningkatan kapasitas pemeriksaan PCR," papar Tonang.

"Faktor peningkatan kapasitas PCR, kecil. Karena rata-rata di angka 20.000 per hari sudah berjalan 10 hari terakhir. Jadi 2 hari terakhir ini rekor baru, maka faktor terbesar ya memang jumlah kasusnya meningkat," imbuhnya.

Baca juga: Ibu Hamil Tak Mampu Bayar Swab, Benarkah Tes untuk Bumil Berbayar?

Apa karena hasil tes tidak langsung dirilis?

Ketika disinggung soal hal tersebut, Tonang tidak sependapat.

Menurutnya, untuk menetapkan diagnosis Covid-19 tak selalu bisa sekali periksa dengan PCR.

"Ada yang sampai dua kali. Maka memang dapat terjadi, keputusan diagnosis positif itu harus menunggu hari kedua baru bisa positif," kata dia.

Lalu, lanjut Tonang, memang terdapat jeda antara kapan swab diambil dengan hasil pemeriksaan. Pasalnya, PCR memang membutuhkan waktu.

"Jadi menurut saya, bukan sengaja diundur pengumumannya, tapi memang nyatanya perlu waktu untuk pemeriksaan PCR," jelasnya.

Baca juga: Berikut 10 KA Jarak Jauh yang Beroperasi Mulai 10 Juli 2020 dari Jakarta

Karena klaster Secapa AD

Berbeda dengan dua pakar sebelumnya, pakar epidemiologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Bayu Satria Wiratama menilai tingginya kasus karena adanya salah satu klaster di Jawa Barat.

"Salah satunya disumbang oleh klaster baru di Jawa Barat. Klaster Secapa AD," kata Bayu.

Menurutnya, adanya klaster tersebut mengakibatkan ledakan dari sisi penambahan jumlah kasus dalam sehari.

Adapun klaster tersebut, kata Bayu, seharusnya tidak terjadi bila menerapkan protokol kesehatan yang ketat.

"Iya, karena klaster itu (Secapa AD), kasusnya jadi meledak," ujar Bayu.

"Klasternya sebenarnya tidak harus terjadi kalau lokasi seperti Secapa AD itu melakukan protokol dan pengawasan yang ketat," pungkas dia.

Baca juga: Sejarah Hand Sanitizer hingga Direkomendasikan WHO dan CDC

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Tiga Gejala Baru Covid-19

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Berakibat TBC? Ini Kata Dokter

Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Berakibat TBC? Ini Kata Dokter

Tren
Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Tren
Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Tren
Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Tren
10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

Tren
5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

Tren
Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Tren
PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

Tren
UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

Tren
Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com