KOMPAS.com - Penggunaan masker direkomendasikan bahkan diwajibkan di berbagai tempat untuk menghentikan penyebaran Covid-19.
Pada awal Juni Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengubah rekomendasinya tentang penggunaan masker.
WHO mengimbau masyarakat tetap menggunakan masker meski hanya masker kain.
Masker kain memang tidak lebih baik daripada masker medis. Akan tetapi, baru-baru ini ada penelitian mengenai masker kain yang dinilai paling efektif menangkal penyebaran virus corona.
Dilansir CNN, Rabu (1/7/2020), penelitian tersebut dilakukan oleh para peneliti di Florida Atlantic University. Mereka bereksperimen dengan masker non-medis berbagai bahan dan gaya.
Mereka membandingkan masker wajah handmade (buatan sendiri) yang dilipat secara longgar, masker dari sapu tangan, masker dari kaos atau T-shirt, masker bergaya bandana, dan masker komersial non-steril berbentuk kerucut yang biasa tersedia di apotek.
Kesimpulan yang didapat adalah masker dengan jahitan yang baik dan terbuat dari 2 lapis kain adalah yang paling efektif dalam menghentikan penyebaran tetesan dari batuk dan bersin.
Baca juga: Positif Corona, Presiden Brasil Jair Bolsonaro Lepas Masker dan Ingin Jalan-jalan
Penelitian yang menggunakan metode eksperimen itu dipublikasikan dalam jurnal Physics of Fluids.
Tantangan para peneliti adalah mensimulasikan batuk dan bersin dengan baik.
"Susunan yang kami gunakan adalah batuk yang disederhanakan, yang pada kenyataannya kompleks dan dinamis," kata asisten profesor di Departemen Kelautan dan Teknik Mesin di Florida Atlantic University dan penulis penelitian Siddhartha Verma.
Dalam percobaan, mereka menggunakan manekin yang disematkan alat menyerupai saluran hidung manusia. Dari sini peneliti melakukan simulasi bersin dan batuk menggunakan pompa manual dan generator asap.
Kemudian, masing-masing jenis masker dipasang ke manekin. Setelahnya dilakukan pengecekan dengan laser untuk mengetahui sebaran tetesan dari eksperimen tersebut.
Hasilnya sebagai berikut:
Baca juga: Orang Kaya India Beli Masker Emas, Harganya Setara 11.400 Porsi Sempol
"Kami menemukan bahwa meskipun jet turbulen yang tidak terhalang, saat diamati mampu bergerak hingga 12 kaki (sekitar 2,5 meter), sebagian besar tetesan yang terlontar jatuh ke tanah pada titik ini," kata Manhar Dhanak, rekan penulis dalam penelitian ini.
Manhar mengatakan, yang penting, baik jumlah dan konsentrasi tetesan akan berkurang dengan meningkatnya jarak. Makin jauh jarak seseorang dengan orang lain, maka makin aman.
Profesor di Virginia Tech yang juga ahli dalam penularan virus melalui udara Linsey Marr mengatakan bahwa penelitian ini menunjukkan bahwa batuk yang disimulasikan berjalan lebih dari 1-2 meter.
Tetapi, penutup wajah kain berkualitas baik dapat sangat mengurangi jarak ini.
Itulah mengapa jarak fisik diperlukan. Menurut mereka, penelitian tersebut dapat membantu tenaga profesional kesehatan, peneliti medis, dan produsen dalam menilai efektivitas masker.
Baca juga: Peneliti: Orang yang Tidak Memakai Masker Seharusnya Dicap Anti-Sosial
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.