Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Marak Kasus Kekerasan Seksual, Apa Isi dan Polemik RUU PKS?

Kompas.com - 07/07/2020, 14:43 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa hari belakangan ini, pemberitaan mengenai kekerasan seksual marak diperbincangkan oleh masyarakat, terutama warganet di media sosial Twitter. 

Seperti kejadian di Denpasar, korban yang hamil dan dinikahkan dengan pemerkosanya, setelah melahirkan justru kembali diperkosa oleh mertuanya.

Ada pula kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh pegawai kedai kopi Starbucks kepada pelanggannya.

Terbaru, ada kisah remaja korban pemerkosaan di yang dititipkan di rumah aman milik lembaga pemerintah Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan Dan Anak (P2TP2A) Lampung Timur.

Di sana, korban yang seharusnya mendapat pendampingan dan perlindungan justru kembali mengalami peristiwa yang sama, ironisnya terduga pelaku adalah Kepala UPT P2TP2A itu sendiri. 

Kondisi ini tentu menuntut kehadiran peraturan yang tegas dan berpihak pada korban kekerasan seksual. Di sinilah peran Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) dibutuhkan.

Baca juga: Pemulihan di Rumah Aman Milik Pemerintah, Bocah 14 Tahun Korban Perkosaan Dicabuli Kepala P2TP2A

Apa Isi RUU PKS?

Hingga saat ini, belum ada kebijakan yang mengakomodir hak-hak korban kekerasan seksual secara komprehensif. Kehadiran RUU PKS yang mengakomodir hak-hak korban tentu mutlak dibutuhkan sebagai payung hukum.

Seperti diberitakan Kompas.com (23/9/2019) definisi kekerasan seksual diatur dalam Pasal 1 RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.

Pasal itu menyatakan, "Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik".

Sementara, cakupan tindak pidana kekerasan seksual diatur dalam Pasal 11 sampai Pasal 20.

Pasal 11 ayat (1) menyatakan kekerasan seksual terdiri dari:

  • Pelecehan seksual;
  • Eksploitasi seksual;
  • Pemaksaan kontrasepsi;
  • Pemaksaan aborsi;
  • Perkosaan;
  • Pemaksaan perkawinan;
  • Pemaksaan pelacuran;
  • Perbudakan seksual;
  • Penyiksaan seksual.

Sementara itu, Pasal 11 Ayat (2) menyatakan, kekerasan seksual sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) meliputi peristiwa kekerasan seksual dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, publik, termasuk yang terjadi dalam situasi konflik, bencana alam dan situasi khusus lainnya.

Baca juga: RUU PKS Ditarik dari Prolegnas Prioritas di Saat Tingginya Kasus Kekerasan Seksual

Polemik RUU PKS

Sayangnya, pembahasan RUU PKS seringkali diwarnai kontroversi, baik di kalangan masyarakat maupun di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

Mengutip Harian Kompas, 27 Januari 2020, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera DPR menolak RUU PKS dengan alasan ada potensi pertentangan antara materi RUU serta nilai-nilai Pancasila dan agama, yang dinilai akan memunculkan polemik di masyarakat.

Definisi kekerasan seksual hingga cakupan jenis kekerasan seksual di RUU tersebut dianggap berperspektif liberal.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com