Berry juga menyarankan agar pihak yang berkepentingan harus dapat mengomunikasikan produk kalung aromaterapi dengan benar.
Penyampaian yang salah kepada publik dinilainya sangat berbahaya.
"Kalau komunikasinya salah, bisa bahaya untuk publik. Komunikasi harus benar, bahwa kalung aromaterapi itu bisa membantu untuk mencegah penularan virus termasuk SARS-CoV-2. Jangan disebut sebagai obat corona atau anticorona," kata dia.
Ia menekankan, berbahaya jika obat herbal tertentu diklaim sebagai obat corona meski eksperimen yang dilakukan belum sampai pada kesimpulan tersebut.
Sementara itu, menurut Ari, kalung tersebut cukup disebut dengan kalung kayu putih atau kalung eucalyptus.
"Cukuplah disebut kalung kayu putih atau kalung eucalyptus atau kalung aromatherapy," kata Ari.
Baca juga: Kontroversi Kalung Antivirus Corona, Cukuplah Disebut Kalung Kayu Putih...
Secara terpisah, Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman menilai, tidak ada relevansi antara kalung antivirus dengan paparan virus corona.
Meski eucalyptus memiliki potensi antiviral, Dicky mengatakan, riset tersebut dalam bentuk spray dan filter.
Itu juga untuk jenis virus yang terbatas dan sudah umum, bukan virus corona jenis baru.
Oleh karena itu, ia menganggap produksi produk eucalyptus yang ditujukan untuk mencegah virus corona terlalu dipaksakan dan berpotensi menimbulkan salah persepsi.
Menurut Dicky, sejumlah negara Asia dan Eropa sebelumnya telah melarang penggunaan produk antivirus dari Jepang.
Selain dianggap tidak memliliki dasar ilmiah, kalung tersebut juga dikhawatirkan akan menciptakan rasa aman palsu yang mengendurkan pencegahan.
(Sumber: Kompas.com/ Sania Mashabi, Dandy Bayu Bramasta, Ahmad Naufal Dzulfaroh |Editor: Diamanty Meiliana, Ariska Puspita Anggraini, Sri Anindiati Nursastri, Fabian Januarius Kuwado, Inggried Dwi Wedhaswary)