KOMPAS.com - Sebuah studi baru menemukan bahwa kera memiliki peningkatan antibodi dan respon imun 28 hari setelah infeksi awal virus corona.
Penelitian ini dinilai bermanfaat untuk melihat hasil diuji coba dan mengetahui seperti apa kekuatan antibodi dalam menghadapi gelombang kedua virus corona.
Dilansir dari SCMP, (4/7/2020), studi ini dilakukan oleh tim dari Peking Union Medical College, Beijng, China. Mereka menemukan bahwa kera rhesus yang terinfeksi kembali dengan penyakit Covid-19 menunjukkan adanya peningkatan antibodi penetralisir dan respons imun.
Studi yang diterbitkan dalam Science pada Kamis (2/7/2020) mengungkapkan, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan berapa lama perlindungan ini akan berlangsung dan bagaimana mekanisme perlindungan yang mungkin bekerja juga pada tubuh manusia.
Diketahui, dalam penelitian tersebut mereka menguji coba pada empat kera di mana spesies ini yang sering digunakan dalam percobaan karena kesamaan genetiknya dengan manusia.
Kera-kera tersebut diinfeksi oleh virus dan kemudian diinfeksi kembali pada 28 hari kemudian.
Sementara keempatnya meunjukkan peningkatan suhu yang singkat, namun hewan tersebut tidak menunjukkan gejala atau infeksi lainnya.
"Hasilnya menunjukkan bahwa paparan SARS-CoV-2 primer melindungi terhadap infeksi ulang berikutnya pada kera rhesus," ujar salah satu ilmuwan.
"Namun, kami masih memerlukan waktu untuk menjelaskan mekanisme perlindungan terhadap SARS-CoV-2 mengenai antibodi penetralisir atau peran imunologis lainnya," lanjut dia.
Baca juga: Kasus Virus Corona Capai 11 Juta Kasus di Seluruh Dunia, Begini Pola Peningkatannya...
Studi ini juga menemukan peningkatan bertahap dalam antibodi spesifik untuk virus pada monyet. Empat belas hari setelah infeksi primer, mereka memiliki tingkat yang lebih tinggi daripada yang mereka lakukan tiga hari kemudian, dan ini meningkat lebih lanjut setelah 21 hari.
Para ilmuwan mengungkapkan, tampaknya infeksi primer membantu meningkatkan jumlah antibodi untuk virus, yang mungkin telah melindungi primata non-manusia yang sama terhadap infeksi ulang dalam jangka pendek.
Sementara itu, temuan ini juga dapat membantu para ilmuwan meneliti vaksin, terapi dan perawatan.
Di sisi lain mereka juga mengakui bahwa penelitian ini memiliki banyak keterbatasan.
Para peneliti mengatakan penelitian ini perlu diulang dalam skala waktu yang lebih lama untuk melihat berapa lama mekanisme perlindungan berlangsung, dan agar monyet terkena infeksi yang lebih serius daripada infeksi ringan sampai sedang dalam studi Peking Union.
Terkait penelitian tersebut, para ilmuwan mencatat bahwa ada kekhawatiran bahwa manusia dapat kambuh atau menghadapi infeksi ulang setelah pemulihan awal dari Covid-19.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada April 2020 mengungkapkan, sebagian besar penelitian menunjukkan orang memiliki antibodi setelah pulih dari Covid-19.
Tetapi, beberapa orang memiliki tingkat antibodi penawar yang sangat rendah dalam darah mereka.
Hal ini lah bisa jadi membuat mereka tidak dapat dilindungi dari infeksi ulang atau gelombang infeksi kedua.
Baca juga: Viral Uang Kertas Tercetak Foto Diri, Apakah Masih Berlaku?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.