Di antara pihak yang menyoroti dua konsep tersebut adalah Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.
Menurut Anwar, memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan bentuk pengkhianatan terhadap bangsa dan negara.
Sebab, Pancasila sebagai norma fundamental harus dilihat dalam satu kesatuan utuh dan tak bisa dipisahkan. Urutannya pun tak boleh diubah.
Baca juga: Demo di Depan DPR, Massa Sebut RUU HIP Akan Ganggu Pancasila
Tak Ada TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mempertanyakan tak adanya TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1996 dalam RUU HIP itu.
Menurut Mahfud, TAP MPRS yang mengatur tentang larangan ajaran komunisme/marxisme itu merupakan produk hukum mengenai peraturan perundang-perundangan yang mengikat.
Oleh sebab itu, TAP MPRS tersebut tidak bisa dicabut oleh lembaga negara maupun rancangan aturan yang digulirkan DPR.
Sikap serupa juga disampaikan oleh NU, Muhammadiyah, dan sejumlah fraksi partai.
Dengan beragam polemik itu, pemerintah akhirnya memutuskan untuk menunda pembahasan RUU HIP.
"Terkait RUU HIP, pemerintah menunda untuk membahasnya," kata Mahfud melalui akun Twitter-nya, Selasa (16/6/2020).
Mahfud juga meminta agar DPR, selaku pengusul RUU HIP, lebih banyak mendengar aspirasi masyarakat.
Selain itu, pemerintah saat ini juga tengah berfokus dalam penanganan pandemi Covid-19 yang telah menginfeksi Indonesia sejak awal Maret 2020 lalu.
Baca juga: Massa Demo Tolak RUU HIP di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Alasannya
(Sumber: Kompas.com/Penulis: Achmad Nasrudin Yahya, Dani Prabowo, Nur Rohmi Aida | Editor: Kristian Erdianto, Dani Prabowo, Icha Rastika, Virdita Rizki Ratriani)