Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

8,7 Juta Orang Terinfeksi, Akankah Covid-19 Menjadi Lebih Berbahaya?

Kompas.com - 20/06/2020, 07:00 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Sumber ABC News

KOMPAS.com - Virus corona masih terus menyebar di hampir seluruh negara di dunia hingga saat ini. Selama hampir 6 bulan, sudah ada 8,7 juta orang yang terinfeksi dan 457.275 korban meninggal. 

Ketika negara-negara secara bertahap mulai membuka kembali perekonomian dan melonggarkan pembatasan sosialnya, para ahli sedang memprediksi bagaimana Covid-19 akan berkembang.

Meskipun virus mampu bermutasi dan dapat berkembang dari waktu ke waktu, para ahli mengatakan bahwa tindakan kolektif masyarakat adalah faktor yang lebih menentukan apakah virus akan menjadi lebih berbahaya atau tidak. 

Seperti semua makhluk hidup, virus berevolusi seiring waktu berkat mutasi kecil dalam kode genetik mereka.

Melansir ABC News, dalam kasus virus, "survival of the fittest" tidak selalu berarti bahwa versi virus yang paling mematikan adalah versi yang paling sukses bertahan.

"Dalam kebanyakan wabah besar, ternyata, mutasi dan strain baru cenderung kurang mematikan, karena secara umum virus berevolusi dengan kecenderungan untuk tidak membunuh inangnya," kata Dr. Ashish Jha, direktur Harvard Global Health Institute.

"Pendorong utama evolusi virus adalah menemukan inang baru," kata Dr. Vincent Racaniello, ahli virologi Universitas Columbia.

Menurut Racaniello, tidak masuk akal bagi virus untuk menjadi lebih berbahaya kecuali jika itu membantu penyebarannya lebih cepat.

Baca juga: Update Virus Corona Global 14 Juni: 7,8 Juta Orang Terinfeksi | Cile Ganti Menteri Kesehatan

Secara keseluruhan, para ahli sepakat bahwa meskipun terjadi perubahan genetik kecil, virus tidak mungkin bermutasi dengan cara yang secara substansial akan meningkatkan risiko pada manusia.

Pandangan ini berdasarkan pengamatan bahwa virus corona Sars-CoV-2 sudah cukup baik dalam menginfeksi manusia dan bisa menyebar dengan cepat.

Waspada gelombang kedua

Para ahli juga membantah klaim baru-baru ini dari Italia, yang menyatakan bahwa virus corona menjadi lebih lemah.

"Saya telah melihat tidak ada bukti bahwa virus telah bermutasi untuk mengubah perilakunya," kata Dr Amesh Adalja dari Pusat Perawatan Kesehatan Universitas Johns Hopkins dan profesor di Sekolah Kesehatan Masyarakat Bloomberg.

“Saya pikir mungkin saja orang terinfeksi dengan dosis infeksi yang lebih rendah atau kita berhasil menguji lebih cepat dan mendiagnosis kasus ini lebih awal ketika mereka memiliki viral load yang lebih rendah,” kata Dr Amesh Adalja.

Namun, meski virus tidak bermutasi secara signifikan, gelombang kedua infeksi berbahaya pada musim gugur masih mungkin terjadi.

Halaman:
Sumber ABC News
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com