DAMPAK ekonomi pandemi Covid-19 tidak pandang bulu menerjang negara maju, berkembang, atau miskin. Negara besar seperti Amerika dan China, misalnya, juga tak berdaya menghadapi terjangan Corona.
Namun di sisi lain, ada juga negara-negara yang secara politik maupun ekonomi tidak diperhitungkan dunia ternyata mampu menghadapi badai pandemi dengan tangguh.
Misalnya Belarus, Thailand dan Vietnam.
Ketiga negara ini memiliki satu benang merah karakter yang sama di bidang perekonomian: kuat di sektor pertanian, seperti gandum, padi, perkebunan kopi dan hortikultura sayuran. Ketiga negara tersebut sama-sama memiliki program yang disebut sebagai ruralisasi.
Ruralisasi adalah pergeseran penduduk dari kota ke desa. Artinya, ada penguatan demografis di pedesaan. Penduduk yang kuat di wilayah desa membuat fundamental ekonomi di wilayah rural atau pinggiran juga menjadi kuat.
Ketiga negara di atas berhasil menekan dampak ekonomi karena pandemi karena memilik fundamental perekonomian yang kuat berbasis pertanian dan perkebunan.
Hal yang sama seharusnya terjadi pada Indonesia andai program ruralisasi berjalan baik menjangkau daerah-daerah yang memiliki potensi pertanian dan perkebunan.
Faktanya, kinerja agribisnis dan hortikultura Indonesia belum sepenuhnya kuat.
Indonesia masih mengimpor sayur-mayur yang pada 2019 nilainya mencapai 770 juta dolar AS atau Rp 11,55 triliun dengan nilai kurs Rp 15.000 per dolar AS. Nilai impor buah-buahan pada tahun yang sama malah lebih besar, mencapai mencapai 1,5 miliar dolar AS atau Rp 22, 5 triliun.
Indonesia juga masih mengimpor gula, kendati nilainya turun menjadi 1,4 miliar dolar AS. Impor daging atau setara lembu juga masih besar, mencapai 830 juta dolar AS pada 2019. Bila dijumlahkan dengan impor binatang hidup lain yang bisa dimakan, angka mencapai 1,3 miliar dolar AS.
Karena itu penulis berpendapat, sudah waktunya pemerintah menggeser fokus pembangunan ke program ruralisasi. Prasyarat utama bergulirnya program tersebut, mesti didahului dengan kehendak politik (political will) kuat oleh pemerintah
Tahapan selanjutnya, pemerintah dapat merevisi seperlunya rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) yang pernah digariskan.
Argumentasinya, sejumlah rencana pembangunan yang sudah dicanangkan mesti diperbaiki maupun dipertajam terutama sektor-sektor yang terdampak dalam atau terpengaruh signifikan karena pandemi Covid-19.
Selain itu, pemerintah perlu mengurangi ruang gerak para mafia perdagangan, mengurangi ego sektoral sejumlah kementerian maupun kelembagaan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.