Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Orang Utan Rentan Terpapar Corona

Kompas.com - 10/06/2020, 11:25 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


KETIKA menghadapi wabah penyakit menular, manusia terbiasa menyalahkan makhluk hidup bukan manusia terutama virus.

Namun di samping menyalahkan virus, manusia juga menyalahkan satwa pembawa virus yang menularkan virus ke manusia.

Khusus dalam kasus pagebluk Corona yang disalahkan malah satwa yang tidak lazim disalahkan mulai dari kekelawar sampai trenggiling yang tidak lazim dimakan manusia kecuali di pasar tradisional Wuhan yang dianggap terutama oleh Donald Trump sebagai sumber wabah Covid-19.

Namun, ada pula jenis satwa yang bukan disalahkan tapi malah dikhawatirkan rentan tertular virus Corona yang justru berasal dari manusia. Layak dikhawatirkan, satwa dengan DNA mirip manusia rawan tertular Covid-19.

Margasatwa rentan terpapar Corona adalah para primata non manusia seperti monyet, lemur, simpanze, bonobo, gorilla dan orang utan.

Primata

Baik gorilla mau pun simpanze bukan saja menghadapi masalah biologis namun juga masalah sosial akibat perangai tidak jauh beda dari homo sapiens.

Gorila maupun simpanze sama dengan manusia adalah makhluk sosial. Kedua jenis satwa primata itu secara alami dan naluri cenderung hidup berkelompok maka sulit dipaksa memenuhi syarat peraturan physical distancing mau pun social distancing.

Mereka makin menghadapi kesulitan untuk tidak saling berdekatan akibat tidak memiliki peralatan untuk saling berkomunikasi lewat teknologi telekomunikasi seperti WA apalagi Zoom.

Mereka tidak bisa menyelenggarakan teleconference atau mempergelar konser sambal pakai masker secara online.

Sebelum Corona, gorila berperan sebagai atraksi wisata utama Rwanda dengan omzet puluhan juta dolar AS setiap tahun.

Akibat pagebluk Corona mematikan industri penerbangan di planet bumi, maka jutaan turis batal datang berjumpa dengan para gorila yang hidup di dalam hutan belantara Rwanda.

Ilustrasi orang utan jantan dewasa sedang mencari makanan di kawasan hutan Rawa Kluet di Suak Belimbing, di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Selatan, Sabtu (12/01/2018).  KOMPAS.com/RAJA UMAR Ilustrasi orang utan jantan dewasa sedang mencari makanan di kawasan hutan Rawa Kluet di Suak Belimbing, di wilayah Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh Selatan, Sabtu (12/01/2018).

Bisnis hotel dan restoran serta profesi pemandu wisata Rwanda macet total. Sementara populasi gorila di Rwanda dan simpanze di Tanzania juga terancam Covid-19 karena baik gorila mau pun simpanze sulit dipaksa hidup secara physical mau pun social distancing.

Naluri kodrati mereka bahkan bertolak belakang dengan perilaku sosial yang dibutuhkan untuk memutus mata-rantai penularan wabah Corona.

Orang utan

Sama dengan para lemur di Madagaskar, para simpanze di Tanzania dan para gorila di Rwanda, pada hakikatnya para orang utan yang berada di Sumatra dan Kalimantan harus memperoleh perhatian khusus dari pemerintah dan pemerhati satwa langka demi memperoleh perlindungan dari angkara murka Corona.

Hanya ada sekitar 71.000 ekor orang utan tersisa di dunia, dan angka itu terus menurun.

Dahulu, mereka tersebar dari Himalaya hingga Cina. Dari penelitian fosil orang utan yang hidup di Himalaya disimpulkan bahwa orang utan dahulu kala berukuran jauh lebih besar dari orang utan masa kini.

Sekitar 10.000-12.000 tahun yang lalu, orang utan juga hidup di Pulau Jawa, terutama di kawasan sungai Bengawan Solo.

Orang utan termasuk kera besar, primata non-manusia yang memiliki kekerabatan terdekat dengan manusia. Manusia berbagi 96,4 persen DNA dengan orang utan.

Maka penularan penyakit, baik dari manusia ke satwa atau sebaliknya, dapat terjadi dengan mudah.

Tidak seperti simpanse atau gorila yang tinggal berkelompok dalam ikatan sosial, orang utan senang hidup menyendiri. Masing-masing orang utan menjelajah wilayah yang luas.

Peluang mereka untuk bertemu dan bersosialisasi dengan sesama orang utan minim kecuali untuk berkembang biak.

Pariwisata

Jika ingin berwisata melihat kehidupan orang utan, sebaiknya pilih destinasi tempat orang utan tinggal di habitat alaminya.

Namun para wisatawan tidak boleh mengganggu orang utan dengan misalnya memberi makan, menggendong atau berfoto dengan jarak yang sangat dekat.

Karena orang utan berbagi 96,4 persen DNA manusia, mereka rentan tertular penyakit yang sedang diderita para wisatawan.

Pemerintah perlu memaksimalkan kebijakan satu peta. Dengan kebijakan satu peta ini, maka rencana tata ruang dan tata wilayah, konsesi wilayah perkebunan dan pertambangan, serta wilayah konservasi orang utan dan keanekaragaman hayati lain yang dilindungi akan mengacu pada satu peta.

Ini diharapkan dapat menghindari perbenturan kepentingan, termasuk antara konservasi dan ekonomi, agar dapat mengurangi kemungkinan terjadinya konflik. Termasuk ancaman wabah penyakit menular seperti Corona.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com