NEW Normal menjadi istilah baru yang ramai diperbincangkan. Istilah ini muncul tak lama usai Presiden Joko Widodo mengajak ‘Berdamai’ dengan Corona.
Pemerintah berencana menerapkan skenario new normal atau tatanan hidup baru mulai Senin (1/6/2020).
Ada sejumlah daerah yang akan menjadi ‘proyek percontohan’ kebijakan ini.
Ada 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota yang akan mulai melaksanakan skenario ini. Empat provinsi tersebut adalah Sumatera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Gorontalo.
Wabah virus corona mengubah tatanan masyarakat di dunia. Guna mencegah penularan virus mematikan ini, masyarakat diminta tidak ke mana-mana dan berdiam di rumah.
Sekolah, bekerja, bahkan beribadah dilakukan di rumah. Ini dilakukan hampir semua negara guna mencegah penyebaran virus corona.
Kondisi ini berdampak pada sosial dan ekonomi. Misalnya, kita tak lagi melihat banyak orang saling berkunjung, berpelukan dan salaman saat merayakan Lebaran.
Sebagian dari mereka memilih tinggal di rumah dan memanfaatkan teknologi untuk sungkem atau sekadar bermaafaan dan menyambung tali silaturahmi.
Kebijakan ini juga menggangu ekonomi. Hal ini memaksa sejumlah negara melonggarakan kebijakan terkait mobilitas warganya.
Padahal, virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 masih berkeliaran dan terus menebar ancaman. Di sinilah, pola hidup baru atau new normal akan diimplementasikan.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menjelaskan, new normal adalah perubahan perilaku di mana warga tetap bisa menjalankan aktivitasnya namun dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah penularan Covid-19.
Langkah Presiden Jokowi menerapkan new normal di tengah pandemi terkesan memaksakan diri.
Pasalnya, lima syarat utama untuk bisa menjalankan skenario new normal belum terpenuhi, yakni high testing site, tight biosurveillance, solid contact tracing, sufficient hospital capacity, dan high risk perception.
High testing site adalah penerapan tes Covid-19 secara masif.
Tight biosurveillance adalah pengumpulan data pandemi Covid-19 secara ketat.
Solid contact tracing terkait dengan sistem pelacakan kontak pasien Covid-19.
Sementara sufficient hospital capacity adalah ketersediaan rumah sakit dan tenaga kesehatan yang memadai jika terjadi ledakan kasus.
Dan high risk perception berkaitan dengan persepsi masyarakat terhadap pandemi Covid-19.
Kebijakan ini juga dinilai terlalu dini. Pasalnya, Indonesia belum menang perang melawan pandemi. Bahkan, angka kasus wabah ini masih tinggi.
Mengutip Kompas.com, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Achmad Yurianto mengatakan, pada hari Minggu (31/5/2020) ada penambahan pasien yang positif 700 orang.
Dengan demikian total pasien positif Covid-19 di Indonesia mencapai 26.473 orang.
Sementara dalam periode 30 - 31 Mei 2020 ada 40 pasien Covid-19 yang meninggal dunia.
Dengan penambahan ini total sudah 1.613 pasien Covid-19 di Indonesia yang meninggal dunia.
Ekonomi disebut menjadi alasan utama pemerintah menerapkan new normal.
Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal pertama 2020 hanya 2,97 persen.
Padahal, kasus pertama Covid-19 baru diumumkan pada 2 Maret 2020.
Artinya, baru empat pekan keberadaan virus ini diumumkan, dampaknya terhadap perekonomian sudah luar biasa besar.
Untuk itu, pemerintah meminta masyarakat bisa beradaptasi dengan pandemi. Harapannya, Indonesia bisa selamat dari ancaman resesi.
Pemerintah telah menyiapkan sejumlah tahapan guna memulihkan perekonomian. Sejumlah sektor akan dibuka kembali agar roda perekonomian kembali berjalan.
Industri akan menjadi sektor pertama yang akan dibuka saat new normal mulai diberlakukan.
Pasalnya, sektor ini telah mengantongi izin operasi dari Kementerian Kesehatan sejak awal.
Selanjutnya, secara bertahap pemerintah akan membuka sektor-sektor lainnya seperti pariwisata, perhubungan, manufaktur, perkebunan, hingga perdagangan khususnya pasar tradisional.
Pemerintah yakin, dengan tatanan kehidupan baru dan kembali bergulirnya kegiatan ekonomi bisa menyelamatkan Indonesia dari resesi.
Kebijakan new normal yang terkesan dipaksakan ini dikhawatirkan akan berdampak pada meningkatnya jumlah kasus Covid-19.
Sebab, hingga saat ini angka kasus pasien yang positif Covid-19 masih tinggi. Selain itu, sejumlah pakar memprediksi bahwa Juni ini masih menjadi puncak pandemi.
Pemerintah harus belajar dari pengalaman Korea Selatan yang sempat dianggap berhasil mengendalikan covid-19 lalu melonggarkan aktivitas masyarakat dan bersiap transisi menuju new normal.
Namun, alih-alih berhasil menerapkan skenario new normal, malah muncul ledakan baru kasus Corona di negara tersebut.
Selain itu, sejumlah daerah juga masih rentan dengan penyebaran virus ini seperti di Jawa Timur yang angkanya terus naik signifikan.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah mengkaji secara mendalam rencana penerapan new normal ini. Sebab, jika tidak diperhitungkan dengan matang, berpotensi terjadi ledakan kasus Covid-19 di Indonesia.
Mengapa pemerintah menerapkan new normal di saat pandemi masih terjadi? Apakah pemerintah telah melakukan kajian terkait kebijakan ini? Apa dampak kebijakan ini jika tidak dilakukan secara hati-hati?
Apakah masyarakat sudah siap menjalani kebijakan ini? Benarkah kebijakan ini semata karena alasan ekonomi? Apa benar Indonesia bisa resesi jika tak menerapkan kebijakan ini?
Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (1/6/2020) yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.