Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.
KOMPAS.com - Sebuah surat edaran palsu yang mengatasnamakan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengenai penolakan rapid test beredar luas di media sosial.
Salah satu akun di Twitter menanyakan kebenaran informasi tersebut dengan melampirkan tangkapan layar surat yang beredar.
Akun tersebut mengetahui adanya surat itu dari media sosial Facebook.
MUI memastikan informasi itu tidak benar. MUI tidak pernah mengeluarkan surat edaran seperti itu.
Tangkapan layar surat yang beredar seolah terlihat resmi di mana bagian atasnya terdapat kop surat lengkap dengan logo MUI.
Surat pemberitahuan dengan hal "Seruan Siaga 1" tersebut seolah berasal dari MUI Pusat di Jakarta.
Isinya, meminta seluruh MUI provinsi, kabupaten, dan kota untuk berhati-hati dan waspada jika terdapat rapid test Covid-19.
Alasannya, rapid test tersebut merupakan modus operasi PKI kepada para tokoh agama Islam.
Masih menurut surat tersebut, jika rapid test dilaksanakan maka hasilnya akan positif sehingga perlu dikarantina.
Dalam proses pemulihannya, dikatakan akan disuntik menggunakan racun agar yang bersangkutan meninggal dunia.
Berikut salah satu twit yang beredar di Twitter:
`mnfs Ini hoax kan? Dapat dari fb pic.twitter.com/1fSnHkvF2e
— ASSFESS???? (@assfess) May 25, 2020
Benarkah informasi tersebut?
Konfirmasi MUI
Wakil Sekretaris Jenderal MUI Zaitun Rasmin menegaskan, MUI tidak pernah mengeluarkan surat imbauan penolakan rapid test tersebut hoaks.
"Itu jelas hoaks," kata Zaitun, seperti diberitakan Kompas.com, Rabu (27/5/2020).
Zaitun mengatakan, MUI tidak mungkin menolak tes terkait Covid-19 karena pelaksanaan tes telah sesuai dengan ilmu pengetahuan.
"Tidak mungkin MUI menolak tes untuk pandemi corona," ujar dia.
Sejak pandemi corona virus jenis baru terjadi di Indonesia, MUI telah menerbitkan delapan fatwa terkait wabah, dari mengurus jenazah korban hingga mengenai shalat Idul Fitri 1441 H.
Oleh karena itu, masyarakat diimbau tidak mudah percaya terhadap informasi yang belum dipastikan kebenarannya.
"Diharapkan masyarakat tidak mudah percaya dengan info atau isu atau berita-berita bombastis dan sensasional," kata Zaitun.
(Sumber: Kompas.com/Penulis: Fitria Chusna Farisa | Editor: Abba Gabrilin)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.