Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Iuran BPJS Naik, Musibah di Tengah Wabah

Kompas.com - 18/05/2020, 09:20 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


SUDAH jatuh tertimpa tangga. Mungkin itu ungkapan yang pas untuk menggambarkan nasib rakyat setelah pemerintah (kembali) menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Di tengah ganasnya Virus Corona yang mewabah dan sulitnya ekonomi akibat pandemi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.

Beleid yang diteken Presiden Jokowi pada Selasa (5/5/2020) ini menjadi dasar pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Berdasarkan Perpres baru ini, iuran peserta mandiri kelas I naik dari Rp 80.000 menjadi Rp 150.000,.

Peserta mandiri kelas II dari Rp 51.000 menjadi Rp 100.000.

Kemudian, iuran peserta mandiri kelas III naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000. Namun, pemerintah memberi subsidi Rp 16.500 sehingga yang dibayarkan tetap Rp 25.500.

Kendati demikian, pada 2021 mendatang, subsidi yang dibayarkan pemerintah berkurang menjadi Rp 7.000, sehingga yang harus dibayarkan peserta kelas III adalah Rp 35.000.

Rencananya, kebijakan ini akan mulai berlaku pada 1 Juli 2020.

Keberlangsungan BPJS Kesehatan

Pemerintah berdalih, kenaikan tersebut terpaksa dilakukan demi keberlangsungan BPJS Kesehatan dan memberikan perlindungan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, kebijakan ini diambil sebagai upaya untuk membangun ekosistem program jaminan kesehatan nasional (JKN) agar program tersebut tetap berjalan dengan sehat dan berkesinambungan.

Kenaikan iuran BPJS Kesehatan juga diklaim bertujuan untuk memperluas universal health coverage (UHC) atau cakupan akses terhadap pelayanan kesehatan.

Pasalnya, saat ini peserta JKN sudah mencapai 82 persen dari total penduduk Indonesia. Sementara pemerintah menargetkan 100 persen atau seluruh rakyat terdaftar sebagai peserta JKN.

Alasan lainnya, iuran ini merupakan upaya pemerintah menambal defisit anggaran yang dialami BPJS Kesehatan.

Dibatalkan MA

Keputusan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan ini dinilai sebagai langkah ‘berani’ karena akhir tahun lalu pemerintah sempat menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan melalui Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Namun, keputusan tersebut dibatalkan MA.

Illustrasi BPJS Kesehatan Illustrasi BPJS Kesehatan

Pemerintah dianggap tidak mematuhi putusan MA yang membatalkan Perpres 75/2019 yang menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Pemerintah dinilai ‘melawan’ MA dengan menerbitkan aturan baru terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bahkan menyebut, langkah Presiden Jokowi ini adalah bentuk pembangkangan terhadap hukum dan bermain-main dengan putusan MA.

Mengutip Kompas.com, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari menilai, langkah Presiden Jokowi kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan bertentangan dengan putusan MA.

Kebijakan itu dapat disebut sebagai pengabaian terhadap hukum atau disobedience of law. Pasalnya, putusan MA bersifat final dan mengikat terhadap semua orang, termasuk kepada presiden.

Tak peka

Berbagai kalangan menyayangkan kebijakan pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan.

Di satu sisi, masyarakat sedang berjuang melawan wabah virus corona. Di sisi lain, pandemi membuat masyarakat mengalami kesulitan ekonomi.

Sejumlah kebijakan terkait penanganan virus corona bahkan membuat sebagian masyarakat kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian.

Sejumlah upaya pemerintah guna membantu masyarakat sejauh ini masih jauh dari harapan.

Bantuan Sosial (Bansos) hingga Kartu Prakerja masih menyisakan persoalan. Insentif ekonomi yang dijanjikan pemerintah juga belum mampu mendorong roda ekonomi kembali berjalan seperti sebelum wabah datang.

Belasan bahkan puluhan ribu pekerja dirumahkan atau mengalami pemutusan hubungan kerja. Sementara sebagian yang lain harus rela dipotong upahnya atau cuti di luar tanggungan.

Pemerintah dinilai tak memiliki empati kepada masyarakat yang sedang menghadapi pandemi dan kesulitan ekonomi.

Aturan ini dinilai akan memberatkan masyarakat. Alih alih menyelamatkan BPJS Kesehatan, kebijakan tersebut justru bisa membuat BPJS Kesehatan makin terpuruk.

Dengan ekonomi yang makin sulit, banyak masyarakat dikhawatirkan tak mampu membayar iuran. Pada akhirnya hal ini akan berdampak pada terhambatnya akses layanan kesehatan.

Mengapa pemerintah akan menaikkan iuran BPJS Kesehatan?

MA sudah membatalkan kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, kenapa pemerintah kembali melakukan hal yang sama?

Apa bedanya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 dengan Perpres 75/2019 yang dibatalkan MA? Kenapa pemerintah menaikkan iuran saat masyarakat sedang kesulitan ekonomi akibat pandemi?

Apakah kebijakan ini tidak akan membuat beban masyarakat semakin berat? Apakah menaikkan iuran merupakan satu-satunya cara mengatasi defisit keuangan BPJS Kesehatan?

Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (18/5/2020) yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Wacana Iuran Pariwisata Melalui Tiket Penerbangan, Akankah Tarif Pesawat Akan Naik?

Tren
Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Prabowo-Gibran Resmi Ditetapkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden Terpilih

Tren
Sejarah Olimpiade yang Saat Ini Jadi Kompetisi Olahraga Terbesar di Dunia

Sejarah Olimpiade yang Saat Ini Jadi Kompetisi Olahraga Terbesar di Dunia

Tren
Viral, Video Perempuan Paksa Minta Uang ke Warga, Ini Kata Sosiolog

Viral, Video Perempuan Paksa Minta Uang ke Warga, Ini Kata Sosiolog

Tren
Profil Chandrika Chika, Selebgram yang Terjerat Kasus Narkoba

Profil Chandrika Chika, Selebgram yang Terjerat Kasus Narkoba

Tren
Siomai dan Pempek Jadi Jajanan Kaki Lima Terbaik Dunia 2024

Siomai dan Pempek Jadi Jajanan Kaki Lima Terbaik Dunia 2024

Tren
Mengenal Apa Itu Lemak, Berikut Manfaat dan Pengaruh Negatifnya

Mengenal Apa Itu Lemak, Berikut Manfaat dan Pengaruh Negatifnya

Tren
Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Memahami Gugatan PDI-P atas KPU ke PTUN, Bisa Pengaruhi Hasil Pemilu 2024?

Tren
Penelitian Ungkap Sebagian Kota Besar di China Terancam Tenggelam pada 2120

Penelitian Ungkap Sebagian Kota Besar di China Terancam Tenggelam pada 2120

Tren
LINK Live Streaming Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Mulai Pukul 10.00 WIB

LINK Live Streaming Penetapan Prabowo-Gibran Jadi Presiden dan Wapres Terpilih, Mulai Pukul 10.00 WIB

Tren
Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

Ramai soal Lowker untuk Lansia, Praktisi Apresiasi sebagai Pemberdayaan Strategis dan Inklusif

Tren
Profil Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal di Usia 96 Tahun

Profil Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu yang Meninggal di Usia 96 Tahun

Tren
Benarkah Rupiah Melemah Bisa Menyebabkan Inflasi di Indonesia? Ini Kata Pakar

Benarkah Rupiah Melemah Bisa Menyebabkan Inflasi di Indonesia? Ini Kata Pakar

Tren
Daftar Sementara Atlet Indonesia yang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Sudah 17 Orang

Daftar Sementara Atlet Indonesia yang Lolos ke Olimpiade Paris 2024, Sudah 17 Orang

Tren
Duduk Perkara TikToker Galihloss Ditangkap Polisi

Duduk Perkara TikToker Galihloss Ditangkap Polisi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com