KOMPAS.com - Sebuah video yang menampilkan seorang anggota polisi yang tengah mengokang senjata dan berucap "pacar kamu ganteng? kaya? bisa gini enggak?" beredar di media sosial pada Selasa (12/5/2020).
Adapun video tersebut diunggah oleh pengguna Twitter bernama Karyastatis, @kapansarjana_.
Yaampun mas, sekali kokang rahimku langsung meledak pic.twitter.com/81h4Hiw1C5
— Karyastatis (@kapansarjana_) May 12, 2020
Sejauh ini, video tersebut telah diretwit sebanyak 10.100 kali dan telah disukai sebanyak lebih dari 41.700 kali oleh pengguna Twitter lainnya.
Tak hanya itu, video dua orang anggota TNI berseragam tengah memegang senjata dengan narasi serupa pun beredar di media sosial.
Video tersebut diunggah oleh akun Twitter kang typo, @shiroechun pada Rabu (13/5/2020).
"Pacarmu ganteng? sugeh? Tumpakane mobil? Tapi tau gowo iki ora? (Pacarmu ganteng? kaya? naiknya mobil? Tapi pernah bawa ini enggak?)," ujar salah satu anggota TNI dalam video berdurasi 20 detik ini.
Baca juga: Soal Viral Foto Kursi Bioskop Berjamur, Ini Tanggapan Cinema XXI
Terkait dua video ini, warganet pun beranggapan bahwa anggota polisi maupun TNI tersebut berlaku pamer dengan profesi atau jabatan yang dimilikinya.
Baca juga: Viral Aplikasi Raqib Atid, Ini Penjelasan Pembuatnya
Lantas, apa arti fenomena ini?
Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Siti Zunariyah mengungkapkan, perilaku pamer senjata dan jabatan dapat dinilai dari berbagai perspektif.
"Hal ini tidak terlepas dari dampak dari evolusi di bidang teknologi yang memberikan ruang sebebas-bebasnya bagi semua orang untuk menunjukkan identitas dirinya," ujar Siti saat dihubungi Kompas.com, Kamis (14/5/2020).
Menurutnya, tindakan itu juga tidak terlepas dari cara pandang materialis yang menempatkan segala sesuatu dengan ukuran materi, dan seragam adalah representasi atau simbol dari materi yang dimiliki seseorang.
"Hal ini menjadi pertanda seseorang sedang membutuhkan pengakuan, yang bisa jadi pada masa lalu hal tersebut tidak dia peroleh, ataupun eksistensi dia pada lingkungannya tidak cukup diakui sehingga mendorong dia untuk mencari eksistensi pada tempat lainnya, misalnya media sosial," terang Siti.
Baca juga: Viral Prank Sembako Sampah, Ferdian Paleka, dan Ketiadaan Empati...
Sementara itu, jika dilihat dari perspektif psikologi sosial, fenomena pamer ini sebenarnya terkait dengan apa yang digagas oleh filsuf, Jean Baudrillard.
Siti mengungkapkan, Baudrillard sempat menggagas mengenai tanda dan penanda, bahwa tanda itu menjadi penting pada masa modern ini.
Tanda dapat menjadi simbol identitas seseorang, bisa jadi karena terkait relasi kuasa yang ingin dia mainkan atau bahkan juga terkait dengan politik identitas yang menjadi agenda dirinya atau kelompok yang mereprentasikan tanda tersebut.
"Seseorang yang memakai tanda tertentu, militer misalnya, tentu secara sosiologis kedudukannya sangatlah terhormat, bahkan ditakuti dan disegani, dengan menggunakan pakaian militer tersebut dia akan memberikan pesan tentang kepatuhan, kedisiplinan, kekuatan bahkan ketakutan," kata dia.
"Pesan-pesan inilah yang menjadi implikasi dari tanda-tanda yang dikenakan oleh seseorang. Karena yang terjadi sekarang adalah bukannya saya berpikir maka saya ada, tapi saya mengkonsumsi atau mengenakan apa, maka saya ada," lanjut dia.
Baca juga: Viral Prajurit TNI Rebut Pistol Milik Polisi, Ini Penjelasannya...
Menilik viralnya video anggota polisi atau TNI yang melakukan "kokang" senjata tersebut, Siti beranggapan bahwa tindakan tersebut tentu tidak luput dari fakta bahwa hari ini kita dihadapkan dengan situasi yang penuh dengan ketidakpastian, baik secara ekonomi, politik dan faktor kesehatan.
Ia menyampaikan, masyarakat pada dewasa ini sangat memahami, karena kelompok-kelompok tersebut adalah bagian dari aparatur negara yang dengannya negara hadir sebagai kekuatan yang harus mengatur populasi yang majemuk dan kompleks ini.
Situasi yang penuh ketidakpastian tersebut bisa jadi akan menimbulkan krisis, baik antar masyarakat ataupun krisis terhadap negara.
Viralnya video tersebut, Siti menambahkan, bisa jadi akan menjadi arena mengendalikan dan mengontrol warga, masihkah kepatuhan dan ketundukan pada simbol-simbol yang merepresentasikan negara itu masih ada.
"Bisa jadi aparatur negara lain atau bahkan kekuatan masyarakat lain yang dominan juga akan melakukan hal yang serupa," imbuh dia.
Baca juga: Mengenang Perjalanan Djoko Santoso, dari Panglima TNI hingga Kiprahnya di Dunia Politik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.