KOMPAS.com - Apa kabarmu? Tidak terasa, kita sudah memasuki paruh kedua puasa Ramadhan.
Selamat menjalankan puasa untuk teman-teman semua. Semoga, puasa Ramadhan yang dijalankan dalam situasi yang berbeda karena Covid-19 ini tidak mengurangi makna ibadah untuk menuju kemenangan di Idul Fitri 1411 Hijriah.
Selamat Waisak juga untuk kamu yang merayakannya pekan lalu.
Banyak peristiwa terjadi sepekan lalu. Saya yakin, kamu juga mengikutinya. Untuk generasi yang tumbuh menjadi remaja di tahun 1990-an, pekan lalu adalah pekan kehilangan yang beruntun karena Didi Kempot (53), Adi Kurdi (71), dan Erwin Prasetya (48) meninggal dunia.
Mc Donald pertama di Indonesia yang jadi ikon generasi 90-an juga tutup beroperasi, akhir pekan lalu. Setelah 30 tahun beroperasi sejak 14 Feberuari 1991 di Gedung Sarinah Thamrin, Jakarta, kita tidak akan menyaksikan restoran cepat saji itu di ruas jalan paling prestisius di Jakarta.
Didi Kempot kita kenal dan menjadi sangat terkenal akhir-akhir ini karena kemampuannya mengajak sobat ambyar menyikapi patah hati dalam urusan hidup dengan sewajarnya. Patah hati boleh, tetapi hidup tidak bisa dicukupi dengan tangis, keluhan, dan ratapan.
Daripada patah hati, lebih baik dijogetin aja. Begitu lirik lagu-lagu Didi Kempot untuk memberi semangat pendengarnya ketika menghadapi situasi terberat sekalipun. Untuk peran inilah, Didi Kempot dijuluki sebagai "Godfather of Brokenheart".
Adi Kurdi kita kenal luas karena perannya sebagai Abah di drama televisi "Keluarga Cemara" (1997) bersama Novia Kolopaking sebagai Emak. Sampai hari ini, drama televisi ini masih melekat di generasi baru karena diangkat ke layar lebar oleh Angga Dwimas Sasongko dan tetap menginspirasi.
Seperti kamu ingat, Erwin Prasetya adalah pemain bas di Dewa 19. Huruf "E" pada Dewa 19 adalah akronim namanya.
Sejumlah hits Dewa 19 yang kita nyanyikan dan masih kita ingat sampai saat ini adalah ciptaan Erwin. Di antaranya adalah "Kirana", "Kamulah Satu-satunya", dan "Selatan Jakarta".
Untuk tiga penghibur kita yang pergi meninggalkan kita lebih dahulu, kita bersedih. Namun, mengutip kata Lord Didi, kesedihan tidak bisa mencukupi kebutuhan hidup kita. Karena betapa fana hidup ini, apalagi perasaan kita yang bisa datang dan pergi, mari kita hadapi saja.
Ajakan menyikapi realitas hidup secara wajar juga tengah dikemukakan dan dilakukan di banyak negara. Telebih, nyaris satu semester dunia menghadapi situasi yang berbeda sejak Covid-19 merebak ke seluruh dunia sejak pertama kali ditemukan di Wuhan, China akhir Desember 2019.
Menyikapi realitas hidup secara wajar ini yang oleh beberapa orang kemudian disebut dan populer sebagai normal baru (new normal).
Normal baru itu terbentuk karena perubahan perilaku kita selama beberapa bulan terakhir. Studi menunjukkan, dibutuhkan rata-rata 66 hari untuk terbentuknya perilaku baru.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.