VIRUS corona tak hanya menyebabkan gelombang kematian. Pandemi ini juga membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan.
May Day atau Hari Buruh Internasional biasanya dirayakan dengan gegap gempita di jalanan. Namun kali ini, Hari Raya Buruh yang jatuh pada 1 Mei ini diperingati dengan suram.
Bukan karena dilarang menggelar aksi unjuk rasa dan arak-arakan, namun mereka tengah berduka dengan maraknya kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menimpa para pekerja.
Sejak virus corona merebak dan menjadi pandemi, kasus PHK terus terjadi.
Data Kementerian Tenaga Kerja per 20 April 2020 menyebutkan, hampir tiga juta karyawan dirumahkan atau kena PHK.
Namun angka lebih fantastis disodorkan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin). Mereka menyebut, orang yang menjadi korban PHK bisa mencapai 15 juta jiwa.
Angka itu jauh lebih besar dari data Kemenaker. Pasalnya, kementerian tersebut belum menghitung usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Kadin memprediksi, jumlah orang yang kena PHK bisa terus bertambah hingga puluhan juta.
PHK akibat pandemi tak hanya terjadi di kawasan industri atau Jakarta yang menjadi episentrum bisnis dan niaga. Hampir semua daerah mengalami kasus serupa.
Depok, Jawa Barat misalnya. Lesunya aktivitas ekonomi akibat pandemi berimbas kasus PHK di Ramayana.
Menurut catatan Dinas Ketenagakerjaan Kota Depok, Ramayana menjadi perusahaan pertama di Depok yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah wabah virus corona.
Mengutip Kompas.com, pusat perbelanjaan ini melakukan PHK terhadap ratusan pegawainya pada Senin (6/4/2020). Kabarnya, kasus serupa juga menimpa pramuniaga di sejumlah pusat perbelanjaan selain Ramayana.
Baca juga: Ketika Ratusan Pegawai Ramayana Depok Terkena Gelombang PHK Imbas Covid-19
Tak hanya pramuniaga, PHK juga menyasar pekerja di sektor lain seperti pabrik sepatu, garmen, tekstil, konstruksi, industri wisata hingga guru honorer di sekolah swasta.
Gelombang PHK massal akibat wabah corona ini diprediksi akan terus berlangsung.
Pasalnya, industri terancam tidak akan bisa produksi karena kesulitan bahan baku. Penurunan produksi ini diyakini akan berdampak pada pengurangan jumlah karyawan. Hal ini akan diperparah dengan semakin menyusutnya permintaan.