Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

9 Pemimpin Perempuan Dunia Ini Dinilai Sukses Atasi Krisis Covid-19 di Negaranya

Kompas.com - 26/04/2020, 16:45 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sejumlah negara yang penanganan krisis virus corona Covid-19 dipimpin oleh seorang perempuan dinilai berhasil dan menunjukkan progres yang baik.

Mulai dari Jerman, Selandia Baru, Denmark, hingga Taiwan, para pemimpin perempuan dinilai bisa mengedalikan penyebaran dalam krisis Covid-19.

Meskipun demikian, banyak juga negara yang penanganan krisis Covid-19 dipimpin oleh seorang laki-laki menunjukkan hasil yang baik. 

Artinya, mereka juga menjukkan hasil kerja dan buah pikir terbaiknya terhadap penanganan pandemi ini.

Untuk melihat bagaimana kiprah pemimpin perempuan dalam mengatasi pandemi corona di negaranya, berikut beberapa pemimpin perempuan yang dinilai bisa mengendalikan krisis virus corona:

Baca juga: Riset: Hewan Peliharaan Sulit Terpapar Corona dan Tularkan ke Manusia

1. Silveria Jacobs

Sebuah pesawat Airbus A330-200 akan mendarat di bandara internasional Princess Juliana di pulau Sint Maarten, Karibia.Wikipedia Sebuah pesawat Airbus A330-200 akan mendarat di bandara internasional Princess Juliana di pulau Sint Maarten, Karibia.

Pada 1 April kemarin, Perdana Menteri Silveria Jacobs dari Sint Maarten di Kepulauan Karibia mengatakan kepada 41.500 rakyatnya, bahwa kasus virus corona terus meningkat dan Silveria tahu bahwa negara pulau kecil itu ada dalam risiko besar penularan virus.

Mengapa? Karena wilayah tersebut menerima setidaknya 500.000 turis setiap tahunnya.

Silveria tidak memberlakukan penguncian ketat atau lockdown untuk menangani kondisi yang ada, tetapi dia memberlakukan pengawasan terhadap penjarakan fisik masyarakatnya

"Cukup, berhenti bergerak. Jika Anda tidak memiliki roti yang disukai di rumah, makan lah kerupuk, makan sereal, makan lah gandum, atau sarden," kata dia, dikutip dari The Guardian, Sabtu (25/4/2020).

Perempuan berusia 51 tahun itu telah menyampaikan pesannya secara tegas, memberi contoh tindakan tegas, praktik komunikasi yang efektif, dan menunjukkan bahwa pemimpin perempuan dapat menyelesaikan pekerjaannya.

Baca juga: Di Tengah Pandemi Corona, Timnas Futsal Iran Bawa Kabar Baik

2. Jacinda Ardern

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern tersenyum ketika memberikan keterangan pers terkait peringatan satu tahun tragedi Christchurch pada 13 Maret 2020.REUTERS/STRINGER/Martin Hunter Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern tersenyum ketika memberikan keterangan pers terkait peringatan satu tahun tragedi Christchurch pada 13 Maret 2020.

Perdana Menteri Selandia Baru, Jacinda Ardern (39) telah memberikan pesan melalui video yang diunggah ke Facebook, agar masyarakat tetap tinggal di rumah sebagai upaya menyelamatkan kehidupan.

Konferensi pers semacam itu dia lakukan setiap hari dari kediamannya dengan gaya komunikasi yang tenang.

Imbauan yang dia sampaikan itu membuat warga Selandia Baru bersama-sama bergerak menjaga lingkungannya, tetangga, merawat mereka yang rentan, dan mau berkorban untuk kebaikan yang lebih besar.

Capaian ini membuat Ardern banyak dipuji, karena dinilai berhasil menjalankan tanggung jawabnya dan menyatukan bangsa lewat ajakan sederhana.

Per 14 Maret lalu,  dia memberlakuan kebijakan karantina selama 14 hari bagi siapa saja yang memasuki Selandia baru. Lalu dua pekan kemudian, kebijakan lockdown mulai diberlakukan.

Kebijakan penguncian itu diambil Ardern ketika jumlah kasus infeksi ada di angka 150 dan belum ada kasus kematian.

Hingga kini, Selandia Baru mencatat hanya ada 18 kematian akibat Covid-19 dan tingkat kepercayaan publik terhadap pemerintahan Ardern ada di atas 80 persen.

Baca juga: Angka Kematian Akibat Corona di Jerman Rendah, Ini Beberapa Alasannya

3. Angela Merkel

Kanselir Jerman Angela Merkel melambaikan tangan setelah menyampaikan pidato pembukaan selama acara pembukaan di Universitas Harvard, Cambridge, Massachusetts, AS, Kamis (30/5/2019). (REUTERS/BRIAN SNYDER) Kanselir Jerman Angela Merkel melambaikan tangan setelah menyampaikan pidato pembukaan selama acara pembukaan di Universitas Harvard, Cambridge, Massachusetts, AS, Kamis (30/5/2019). (REUTERS/BRIAN SNYDER)

Kanselir Jerman, Angela Merkel menjelaskan dengan tenang dan detail soal kebijakan penguncian yang diambil oleh pemerintah untuk menangani Covid-19.

Penjelasannya itu akhirnya dibagikan oleh ribuan orang secara online dan membantunya memperoleh dukungan publik atas penguncian yang diberlakukan.

Lebih dari 70 persen warga Jerman setuju atas penguncian ini, karena mereka menerima penjelasan yang masuk akal sehingga tau harus bagaimana dan mengapa ini penting untuk segera dilakukan.

Sejak awal Merkel telah mengingatkan bahwa lebih dari 70 persen orang di negaranya akan tertular virus dan bahkan akan mengalami sejumlah kematian.

Namun, negara melakukan pengujian sejak awal dan menyiapkan banyak tempat perawatan intensif. Ia pun berulang kali mengingatkan ini adalah permasalahan yang serius, jadi setiap orang tidak boleh menyepelekannya.

Hingga saat ini, meski jumlah kasus infeksi di Jerman termasuk tertinggi secara global, namun lihat lah angka fatalitas dari Covid-19 di negara itu. Tak lebih dari 5.000 kematian terjadi, padahal total kasus infeksi mencapai angka 156 ribu.

Angka ini tentu termasuk yang paling rendah dibandingkan dengan negara-negara Eropa yang lain seperti Spanyol, Italia, dan Perancis.

Baca juga: Kisah Saudara Kembar Asal Inggris yang Meninggal Akibat Covid-19

4. Mette Frederiksen

Mette Frederiksen, Perdana Menteri Denmark dalam konferensi pers sore hari kemarin Rabu (11/03/2020) dengan tajuk Kami sedang dalam Situasi Luar Biasa.EPA Mette Frederiksen, Perdana Menteri Denmark dalam konferensi pers sore hari kemarin Rabu (11/03/2020) dengan tajuk Kami sedang dalam Situasi Luar Biasa.

Masih dari dataran Eropa, Denmark juga memiliki seorang perdana menteri perempuan yang bertindak tidak kalah tegas dari Merkel, dia adalah Mette Frederiksen.

Denmark telah memberlakukan penutupan perbatasan dengan negara-negara Skandinavia terhitung sejak 13 Maret 2020. Pemerintah pun mengeluarkan aturan untuk menutup semua taman kanak-kanak, sekolah, juga universitas, dan melarang diadakannya pertemuan yang melibatkan lebih dari 10 orang.

Semua ketegasan itu telah menyelamatkan Denmark dari buruknya akibat yang bisa dibawa oleh Covid-19. Dari 8.000-an kasus yang terkonfirmasi, angka kematian ada di angka 370 kasus.

Dalam perjalanannya, Frederiksen juga tidak pernah bosan untuk memberikan peringatan kepada setiap warganya dan memberi instruksi yang jelas sehingga wabah ini bisa segera teratasi dengan baik.

Semua itu membuahkan banyak pujian yang diarahkan pada sosok Frederiksen. Lebih dari 80 persen warga pun menyetujui kebijakan yang ia buat, dan saat ini kebijakan penguncian sudah mulai dilonggarkan.

5. Tsai Ing-wen

Tsai Ing-wen, presiden perempuan pertama Taiwan.SAM YEH / AFP Tsai Ing-wen, presiden perempuan pertama Taiwan.

Beralih ke Asia, kali ini adalah Presiden dari Taiwan Tsai Ing-wen. Ia pun memimpin kerja penanganan Covid-19 dengan cepat dengan mengaktifkan pusat komando epidemi negara itu sejak awal Januari dan melakukan pembatasan perjalanan juga karantina.

Pemerintah pun melakukan langkah-langkah pembersihan tempat umum, seperti mendisinfeksi area-area publik juga bangunan-bangunan.

Di Taiwan lockdown total tidak diberlakukan, namun angka kematian di sana terhitung begitu kecil, yakni 6 kasus saja hingga saat ini, padahal secara geografis, lokasinya ada di sekitar episentrum utama persebaran corona.

Lebih hebatnya, saat ini Taiwan telah mampu mengirimkan jutaan masker wajah ke negara-negara lain yang terdampak pandemi ini dengan parah, seperti Amerika Serikat dan Eropa.

Gaya Tsai yang hangat dan berwibawa telah membawanya mendapat banyak pujian, bahkan pujian datang dari lawan politiknya.

Baca juga: Ini Alasan Taiwan Jadi Negara Terbaik yang Merespons Wabah Virus Corona

6. Erna Solberg

Perdana Menteri Norwegia Erna SolbergVia BBC Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg

Pemimpin perempuan lain yang dinilai sukses mengelola krisis akibat Covid-19 adalah Perdana Menteri Norwegia Erna Solberg.

Mencatat 7.200 kasus dan 182 kematian, pekan ini Norwegia mulai melonggarkan pembatasan yang sebelumnya dilakukan, dengan cara membuka kembali taman kanak-kanak yang sebelumnya ditutup.

Solberg telah melakukan penguncian wilayah dan pengujian kasus sejak awal yang telah berhasil menekan angka kasus infeksi dan kematian yang ada, sehingga saat ini ia telah membiarkan para ilmuwan membuat keputusan medis yang sifatnya cukup besar.

7. Katrín Jakobsdóttir

Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobdsdottir (kanan) berbicara dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di Reykjavik, pada 19 Agustus 2019.REUTERS/INTS KALNINS Perdana Menteri Islandia Katrin Jakobdsdottir (kanan) berbicara dengan Kanselir Jerman Angela Merkel di Reykjavik, pada 19 Agustus 2019.

Pemimpin Islandia, Katrín Jakobsdóttir juga telah menawarkan pengujian Covid-19 gratis kepada semua warga negaranya. Pengujian gratis ini diberikan kepada semua, tidak hanya mereka yang menunjukkan gejala.

Dari hal ini, negara telah mencatat terdapat 1.800 kasus infeksi dan 10 kematian saja.

Sekitar 12 persen dari total populasi telah menerima tawaran pengujian gratis itu. Dengan sistem penelusuran yang lengkap, membuat negara ini tidak perlu untuk menutup sekolah-sekolah.

Baca juga: Hasil Penelitian di Islandia Ungkap 50 Persen Kasus Corona Tak Tunjukkan Gejala

8. Sanna Marin

Perdana Menteri Finlandia, Sanna Marin merupakan pemimpin termuda di dunia.Shutterstock Perdana Menteri Finlandia, Sanna Marin merupakan pemimpin termuda di dunia.

Kepala pemerintahan termuda di dunia, Perdana Menteri Finlandia Sanna Marin juga terlihat ergerak cepat dan tegas menangani pandemi Covid-19.

Ia memberlakukan kuncian ketat, termasuk melarang semua perjalanan keluar dan masuk wilayah Helsinki, yang tidak penting.

Kebijakan ini telah mebantu negaranya menahan persebaran virus di angka 4.000 hanya dengan 140 kematian. Jumlah ini 10 kali lebih rendah dari yang terjadi di negara tetangganya, Swedia.

9. Jeong Eun kyeong

Para petugas dilengkapi pakaian pelindung menyemprotkan cairan desinfektan di sebuah pasar di daerah Daegu, Korea Selatan, menyusul meluasnya wabah virus corona di negara itu, Minggu (23/2/2020). Penyebaran virus corona hingga hari ini, Senin (24/2/2020), semakin menunjukkan peningkatan di sejumlah negara, seperti Italia, Iran, dan Korea Selatan.AFP/YONHAP/SOUTH KOREA OUT Para petugas dilengkapi pakaian pelindung menyemprotkan cairan desinfektan di sebuah pasar di daerah Daegu, Korea Selatan, menyusul meluasnya wabah virus corona di negara itu, Minggu (23/2/2020). Penyebaran virus corona hingga hari ini, Senin (24/2/2020), semakin menunjukkan peningkatan di sejumlah negara, seperti Italia, Iran, dan Korea Selatan.

Kali ini bukan lah pemimpin negara, sosok perempuan asal Korea Selatan ini merupakan Kepala Pusat pengendalian Penyakit nasional bernama Jeong Eun-kyeong.

Ia menjadi sosok yang sangat dikenal dari Korea Selatan setelah menginisasi strategi memperbanyak jumah tes dan melacak kontak pasien. 

Strategi ini membuat Korea Selatan dianggap sebagai salah satu negara yang pantas untuk dicontoh dalam penanganan Covid-19.

Saat ini, negara itu memiliki angka pertambahan kasus baru hanya di angka 1 digit saja, dan total kematian secara nasional kurang dari 250 jiwa.

Jeong merupakan seorang mantan dokter yang bertugas di pedesaan, namun hari ini ia dijuluki sebagai pemburu virus terbaik di dunia, karena ide dan strateinya dalam melacak pergerakan virus corona.

Etos kerjanya yang tidak basa-basi membuatnya menuai banyak pujian.

Baca juga: Peneliti Temukan 3 Varian Virus Corona Penyebab Covid-19, Apa Saja?

Sifat alami perempuan

Hasil kerja masing-masing pemimpin ini mungkin tidak hanya dipengaruhi oleh apakah dia seorang perempuan atau laki-laki. Ada banyak faktor yang bisa memengaruhi keberhasilan managemen wabah penyakit di suatu negara.

Namun, profesor sosiologi dari New York University Katheen Gerson, menggaris bawahi perempuan di posisi pemimpin bisa menunjukkan ketegasan atau sifat lain sebagai seorang pemimpin, sekaligus menghadirkan sifat alaminya sebagai seorang perempuan untuk melengkapi sikap kepemimpinan yang ada.

Pemimpin laki-laki mungkin kurang leluasa untuk itu, namun sifat keibuan seorang perempuan dan naluri melindungi yang ada padanya tidak bertentangan dengan tuntutan kerja yang ada saat ini sehingga bisa dihadirkan untuk melengkapi perannya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com