Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Wisnu Nugroho
Pemimpin Redaksi Kompas.com

Wartawan Kompas. Pernah bertugas di Surabaya, Yogyakarta dan Istana Kepresidenan Jakarta dengan kegembiraan tetap sama: bersepeda. Menulis sejumlah buku tidak penting.

Tidak semua upaya baik lekas mewujud. Panjang umur upaya-upaya baik ~ @beginu

Editor's Letter untuk Kabar Baik dari Warga Biasa di Kelapa Gading, Jakarta

Kompas.com - 20/04/2020, 11:50 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KOMPAS.com - Saya menulis surat ini di dalam ruangan yang sebulan terakhir berubah fungsi menjadi ruang kerja. Sebelumnya, ruangan ini adalah ruang kriya, tempat saya mengerjakan hal-hal di luar pekerjaan di akhir pekan seperti merancang, memotong, dan menjahit.

Selama lebih dari sebulan bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan beribadah di rumah, saya yakin, banyak juga perubahan telah kamu lakukan.

Berubah adalah cara alamiah setiap makhuk beradaptasi untuk bertahan hidup.

Ketika keinginan keluar tidak dimungkinkan karena upaya baik memutus rantai penyebaran Covid-19, maka melihat ke dalam menjadi relevan. Dalam ruang-ruang sempit yang membatasi, keluasan jelajah ke dalam masih sangat dimungkinkan.

Sebulan terakhir, pengenalan kita pada hal-hal yang dekat yang selama ini kita abaikan justru makin baik.

Kita makin mengenal lingkungan sekitar, makin mengenal sudut-sudut tempat tinggal, makin mengenal anggota keluarga, makin mengenal anak-anak atau pasangan, dan makin mengenal diri kita sendiri.

Mendapati semua ini, saya jadi teringat "kemewahan" yang dirancang mereka yang sehari-hari sibuk untuk retret atau menarik diri dari keramaian beberapa hari untuk lebih mengenali diri sendiri.

Aktivitas yang belakangan terkenal dengan mindfulness juga berpotensi menaikkan imunitas tubuh. Karena situasi pandemi yang memaksa, sebagian dari kita mendapatkan "kemewahan" mindfulness ini secara massal.

Bersiasat dengan kebosanan

Jangka waktu yang panjang dan nyaris tanpa kepastian terkait pandemi ini menjadi tantangan yang tidak mudah. Bagaimana bersiasat dengan bosan?

IlustrasiShutterstock Ilustrasi
Pertanyaan ini mewakili pertanyaan semua orang. Beruntung kita dan terutama anak-anak kita mendapati pengalaman ini: Pengalaman bosan yang panjang dalam situasi tidak pasti. Secara mental, situasi ini akan membentuk siasat yang baik untuk bekal kehidupan mendatang.

Dalam situasi apa pun, bahkan dalam situasi ideal sekali pun, kita akan menghadapi rasa bosan. Kemampaun mengelola kebosanan yang dilatihkan oleh pengalaman hidup akan menjadi kecakapan hidup yang bermanfaat.

Kecakapan atau kemampuan mengelola kebosanan yang kerap disertai kekecewaan adalah awal dari tumbuhnya benih-benih kesetiaan. Sebuah nilai yang sangat dibutuhkan dalam hidup, meskipun kerap jadi bahan tertawaan.

Apa jadinya kalau kita cepat bosan dan tidak memiliki kecakapan merawat kesetiaan? Terhadap janji-janji, terhadap ritual keagamaan, terhadap pekerjaan, terhadap persahabatan, atau bahkan terhadap pasangan.

Di ruang-ruang sempit, di dalam diri kita, selama lebih dari sebulan ini, kecakapan ini tengah dilatihkan oleh semesta.

Anak-anak kita akan menjadi generasi yang berbeda. Anak-anak kita akan lebih tangguh karena mendapatkan kecakapan mengelola kebosanan dan belajar setia sejak dini.

Sebagai orangtua, mungkin sudah tidak terhitung jumlahnya kita dapati pertanyaan anak-anak kita yang muncul dari rasa bosan.

Kapan virus corona akan berakhir? Kapan sekolah lagi lagi? Kapan bisa main sama teman-teman lagi?   

IlustrasiThinkstockphotos.com Ilustrasi
Dalam ketidakpastian yang tinggi, sulit menjawab petanyaan-pertanyaan itu. Mengelola ekspektasi anak dengan mengajak mereka menyiasati kebosanan bisa jadi pilihan meskipun tidak selalu mudah dilakukan.

Pesan Warga Kelapa Gading

Kita percaya, sesuatu yang tidak mudah dilakukan bukan hal yang tidak mungkin dilakukan. Untuk kepercayaan ini, saya mendapat pembelajaran dan keyakinan dari warga Kelapa Gading, Jakarta Utara, pekan lalu.

Untuk memutus rantai penyebaran Covid-19, atas persetujuan Kementerian Kesehatan, DKI Jakarta memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) 10 April 2020. Sebagai bentuk tanggung jawab atas pembatasan sosial ini, pemerintah memberi bantuan sosial.

Dengan dana dari APBD DKI Jakarta, 1,2 juta keluarga di Jakarta didata sebagai penerima bantuan sosial tahap pertama. 

Bantuan sosial berisi beras 5 kilogram, minyak goreng satu wadah, sarden dua kaleng, biskuit dua bungkus, masker kain dua buah dan sabun mandi dua batang.

Paket bantuan sosial yang diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada warga selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan Covid-19Dokumentasi Pemprov DKI Jakarta Paket bantuan sosial yang diberikan Pemprov DKI Jakarta kepada warga selama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan Covid-19
Dalam paket bantuan sosial yang didistribusikan oleh PD Pasar Jaya tersebut, ada surat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebuah sapaan yang menguatkan dan menggugah kedisiplinan dan kepedulian antarwarga.

Saat bantuan sosial hendak dibagikan di RW 07, Kelurahan Kelapa Gading Barat, sekitar 20 warga yang masuk dalam data ketegori miskin dan rentan miskin berterima kasih dan mengembalikan. Alasannya, banyak warga lain yang lebih membutuhkan bantuan.

Kepada Ketua RW 07 M Harmawan, warga mengalihkan bantuan sosial tersebut. Dalam situasi yang sulit juga, warga mengalihkan haknya mendapat bantuan sosial kepada sesama mereka yang lebih membutuhkan.

Sikap mulia yang bersumber dari pengenalan diri dan pengenalan sesama yang ada di sekitar. Bantuan sosial yang diterima ada yg langsung diberikan kepada mereka yang membutuhkan, ada yang mengembalikan ke PD Pasar Jaya sebagai pihak pembagi untuk dialihkan.

Umumnya, dalam situasi sulit dan penuh ketidakpastian, kita cenderung mencari aman sendiri-sendiri. Banyak contoh tentang hal ini. Namun, hal ini tidak terjadi di antara warga RW 07, Kelurahan Kelapa Gading Barat, Jakarta Utara. 

Kisah-kisah kesetiakawanan dan solidaritas rakyat biasa di tengah situasi sulit dan tidak pasti banyak hadir di sekitar kita.

Kamu mungkin salah satu penggeraknya juga, di tengah kesulitan yang kamu hadapi juga.

Ilustrasi solidaritasShutterstock Ilustrasi solidaritas
Pekan lalu, kita tertegun dan terinspirasi karena kemuliaan hati Mulyono, driver ojek online yang ditipu tetapi tidak jera berbelas kasih dengan berbagi dan memberi dari kekurangannya. 

Sambil terus peduli kepada sesama dengan hal-hal yang bisa kita lakukan, mari memberi dukungan kepada tenaga medis kita yang berjuang dengan gigih sebagai benteng terakhir melawan pandemi ini.

Kenapa benteng terkahir? Karena benteng terdepan dan terutama untuk melawan pendemi covid-19 ini adalah diri kita, kedisiplinan kita dan seluruh perilaku kita yang diharapkan berubah.

Cek masker kain yang kita kenakan saat terpaksa beraktivitas di luar rumah dan persediaan sabun untuk cuci tangan dengan air mengalir.

Ketika kita sebagai benteng terdepan disiplin dengan seluruh perilaku kita melawan Covid-19, tugas tenaga medis di benteng terakhir akan terbantu.

Panjang umur perjuangan bersama kita melawan pandemi.

Salam juang, 

Wisnu Nugroho    

 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com