Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Epidemiolog: Cuaca dan Geografis Indonesia Tak Signifikan Hambat Penyebaran Corona

Kompas.com - 05/04/2020, 17:45 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Faktor cuaca, dan letak geografis Indonesia yang berada di khatulistiwa dengan iklim tropis dinilai tidak terbukti secara signifikan dapat menghambat laju penyebaran virus corona.

Epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia, Dicky Budiman mengatakan suhu serupa namun dengan iklim lebih tropis terjadi di Guayaquil, Ekuador.

Ekuador adalah negara di benua Amerika yang memiliki sebagian hutan Amazon dan juga dilalui garis katulistiwa.

Berdasar data JHU Covidtracker, saat ini Ekuador memiliki total kasus Covid-19 sebanyak 3.465 dengan 318 kematian.

Selain itu Dicky juga menyebutkan, temuan data dari China menemukan tidak ada keterkaitan yang kuat antara iklim dan cuaca dengan kejadian Covid-19.

Baca juga: 18 Dokter Indonesia Meninggal Selama Pandemi Virus Corona, Berikut Daftarnya

Tak terpengaruh cuaca

Pada penelitian awal ditemukan bahwa angka reproduksi (Ro) virus corona relatif sama tingginya baik di cuaca kering, dingin, dan juga wilayah tropis dengan kelembaban tinggi seperti Guangxi, China dan Singapura.

Dicky juga memaparkan dari peneliti di Harvard bahwa mengingat vrus SARS-CoV-2 merupakan virus baru pada manusia, maka Covid-19 akan mudah menyebar di setiap musim karena manusia belum memiliki kekebalan.

Karena itu dalam penelitian tersebut juga menekankan pentingnya melakukan intervensi isolasi orang yang terinfeksi, menjaga jarak fisik dan lainnya.

"Virus corona penyebab Covid-19 dapat menyebar di setiap wilayah dan lokasi geografis, sehingga upaya utama yang perlu dilakukan adalah test, trace, treat, isolate dan adaptasi perilaku pencegahan dengan mengesampingkan faktor cuaca dan geografis," kata Dicky kepada Kompas.com, Minggu (5/3/2020).

Skenario terburuk

Dicky menambahkan, dalam strategi penanganan pandemi ada beberapa prinsip yang harus diketahui dan dipahami. Salah satunya adalah selalu mengambil skenario terburuk dalam upaya antisipasi.

"Kenapa harus yang terburuk? karena ini menyangkut nyawa manusia dan juga dampak besar yang bisa ditimbulkan," tutur dia.

Dia mencontohkan, walaupun ada beberapa penelitian terbaru "mengklaim" bahwa faktor geografis di khatulistiwa dan cuaca panas "diduga" mempengaruhi kecepatan penyebaran Covid-19, maka rekomendasinya sebagai praktisi global health security dan peneliti pandemi tetap memilih upaya pencegahan dan antisipasi.

"Yang dapat kita (pemerintah dan masyarakat) andalkan dan lakukan secara langsung berdasar potensi (resources) yang ada. Seperti gerakan membiasakan cuci tangan, pemakaian masker kain dan menjaga jarak," paparnya.

Selain itu tidak menjadikan temuan penelitian terkait geografis dan cuaca panas sebagai dasar rekomendasi.

"Tapi bisa tetap menyampaikan temuan dimaksud untuk diketahui saja dan menjadi "bonus" Indonesia. Namun strategi risk communication yang dilakukan haruslah yang tidak melemahkan upaya pencegahan," ungkapnya.

Baca juga: Petugas Medis Italia Dibantu Robot Saat Merawat Pasien Virus Corona, Begini Cara Kerjanya...

Penjelasan WHO

Penjelasan dari WHO seperti dikutip dari web resmi sejauh ini menyebutkan bahwa memaparkan diri di bawah sinar matahari atau ke suhu yang lebih tinggi dari 25 derajat celcius tidak mencegah penyakit Covid-19.

"Anda masih dapat terkena Covid-19 tidak peduli seberapa cerah atau panas cuacanya. Negara-negara dengan cuaca panas telah melaporkan kasus Covid-19. Untuk melindungi diri Anda, pastikan Anda sering membersihkan tangan dan teliti serta menghindari menyentuh mata, mulut, dan hidung Anda," bunyi pernyataan WHO.

Sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, virus corona tak kuat bertahan di cuaca Indonesia yang cenderung panas.

"Dari hasil modelling kita yang ada, cuaca Indonesia, ekuator ini yang panas dan juga itu untuk Covid-19 ini enggak kuat," kata Luhut dikutip dari Kompas.com Kamis (2/4/2020).

Baca juga: Dites pada Tikus, Vaksin Peneliti AS Diklaim Memicu Kekebalan dan Antibodi Virus Corona

Selain Menko Luhut, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga menyebutkan, kondisi cuaca atau iklim serta kondisi geografi kepulauan di Indonesia, relatif lebih rendah risikonya untuk berkembangnya wabah Covid-19.

"Indonesia yang terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 27 hingga 30 derajat celsius dan kelembapan udara berkisar antara 70-95 persen, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk outbreak Covid-19," kata Dwikorita.

(Sumber: Kompas.com/Ardito Ramadhan/Rakhmat Nur Hakim/Mela Arnani | Editor : Bayu Galih/Virdita Rizki Ratriani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com