KOMPAS.com - Hari ini 52 tahun lalu, tepatnya pada 26 Maret 1968, Soeharto dilantik menjadi presiden secara penuh.
Pergantian kepemimpinan antara Soekarno dan Soeharto tersebut ditandai dengan Surat Perintah 11 Maret (Supersemar).
Bermodalkan itu, Soeharto secara perlahan mengambil alih kepemimpinan nasional.
Baca juga: 5 Fakta Film G30S/PKI, dari Film Wajib Era Soeharto hingga Pecahkan Rekor Penonton
Soekarno sempat mengeluarkan pidato pembelaan yang dikenal dengan Nawaksara. Namun MPRS menolak pidato pertanggungjawaban itu.
Soekarno diberhentikan dari presiden pada 22 Juni 1966. Lalu Soeharto ditunjuk sebagai "pejabat presiden" setahun kemudian.
Diberitakan Harian Kompas (23/3/1968), Soeharto disepakati menjabat kursi presiden secara penuh pada musyawarah pleno ke-5 MPRS.
Berbagai tokoh mengemukakan pandangannya. Mereka ada 7 orang, yaitu Hartono BA (NU), Djarnawi Hadikusumo (PMI), Kolonel Sahroni (wakil Kalimantan Timur), Kolonel Arifin Achmad (wakil Riau), Prof Dr Ismail Sunny SH (Golkar anggota Kosgoro), Rusli Abdullah (wakil Kalbar), dan M. Malawat (wakil Maluku).
Baca juga: Menilik Gaji Staf Khusus Milienial Presiden Jokowi...
Pada musyawarah tersebut hal-hal yang dibicarakan adalah soal Lembaga Kepresidenan, Penundaan Pemilu, dan Program Pembangunan Lima Tahun.
Beberapa anggota MPRS yang dihubungi Harian Kompas berpendapat dengan ketetapan mengangkat Jenderal Soeharto menjadi presiden RI, baik berdasarkan rancangan I maupun II, maka dia harus dilantik dan diambil sumpahnya.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.