Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ren Muhammad

Pendiri Khatulistiwamuda yang bergerak pada tiga matra kerja: pendidikan, sosial budaya, dan spiritualitas. Selain membidani kelahiran buku-buku, juga turut membesut Yayasan Pendidikan Islam Terpadu al-Amin di Pelabuhan Ratu, sebagai Direktur Eksekutif.

Virus Corona dan Ketidakpastian Hidup yang Niscaya

Kompas.com - 05/03/2020, 18:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini


SENIN pada pekan perdana Maret 2020 itu, jelas tak terbayangkan oleh dua warga Indonesia yang kemudian positif mengidap Covid-19.

Setelah diduga bangsa yang sakti karena tak jua terpapar virus mematikan tersebut, akhirnya kita mulai berkenalan dengan pengalaman baru yang mendebarkan.

Praktis setelahnya, tak berlaku lagi guyonan Corona enggan masuk Indonesia lantaran sukar mengurus perizinan di sini.

Sudah cukup kita tertawa di atas penderitaan orang lain. Cukup sudah kita jemawa sebagai bangsa yang kebal penyakit.

Kemudian kita harus berpikir keras bagaimana cara menghadapi Corona.

Seorang profesor dari Universitas Airlangga (UNAIR) sudah lebih dulu melansir hasil risetnya untuk menangkal virus asal Wuhan itu, dengan banyak mengonsumsi empon-empon, sejenis minuman khas Nusantara yang dibuat dari saripati batang dan daun sambiloto.

Di dalamnya terkandung zat aktif bernama andrografolida. Jangan bersedih bila Anda kesulitan mengucapkannya.

Minuman yang lazim dijajakan mbak jamu gendong itu memang terbukti ampuh menambah daya kebal tubuh.

Tapi yang luput dari amatan banyak orang adalah empon-empon bukan vaksin. Ya, sampai tulisan ini kami susun, belum ada satu pun ahli medis yang bisa membuat vaksin untuk menumpas Corona.

Kenaifan

Ada yang menarik untuk dicermati. Persis ketika negeri kita disinggahi Covid-19, maka bermunculanlah beragam kenaifan dari masyarakat Indonesia. Pemandangan itu bisa kita lihat di pelbagai pusat keramaian.

Ada seorang perempuan yang entah dengan alasan apa memakai shower cap di kepalanya. Mungkin ia berpikir si virus bakal bergelantungan di rambut indahnya dan masuk melalui kulit kepala.

Ada pula seorang bujang yang asyik mojok di sebuah gerbong kereta listrik sembari memakai masker jenis bomber, lengkap dengan selang lucunya yang terjuntai ke bawah, langsung menyedot udara bebas dalam gerbong. Alamakjang...

Pemandangan lain berkisah tentang sepasang pasutri yang memakai masker sambil menggandeng gadis kecil mereka--yang malah tak bermasker.

 

Stok masker di kota Palembang, Sumatera Selatan mulai kosong, sejak virus corona masuk ke Indonesia. Bahkan, akibat penyebaran virus tersebut, harga masker mengalami lonjakan.KOMPAS.com/AJI YK PUTRA Stok masker di kota Palembang, Sumatera Selatan mulai kosong, sejak virus corona masuk ke Indonesia. Bahkan, akibat penyebaran virus tersebut, harga masker mengalami lonjakan.

Seorang perempuan muda juga tertangkap pandangan mata kami sedang jajan gorengan di depan salah satu stasiun kereta. Asyik nian ia melahap jajanannya sambil sesekali membuka-tutup masker.

Kecenderungan ini sejatinya merupakan efek dari begitu banyak orang memborong kepanikan dan membeli ketakutannya--tanpa pengetahuan memadai.

Padahal kita ini gemar makan di warung pinggir jalan yang piring-mangkuknya dicuci dalam ember bercampur debu-asap knalpot, tapi tak takut tertular TBC, hepatitis, atau tyfus.

Sekarang malah tiba-tiba peduli higienitas sampai memborong "pensuci" tangan.

Tiap hari nyerobot lampu merah, melawan arah di jalan raya, ngebut seakan punya nyawa sembilan.

Sekarang seketika takut mati kena Corona, sampai memborong masker setoko.

Saban waktu membaca "rokok membunuhmu," tapi ya tetap saja rokoknya dihisap. Ayeuna ujug-ujug peduli kesehatan.

Ndak usah sampai sungsang kuya begitu karena kita ini bangsa yang santuy. Ada teroris saja kita tontonin tanpa peduli terkena peluru nyasar.

Orang Indonesia itu senangnya tiba-tiba kok. Suka tiba-tiba sayang. Tiba-tiba menghilang pas lagi sayang-sayangnya. Tiba-tiba muncul saat sudah benci setengah mati. Begitu tuh orang kita.

Hidup ini misteri

Jadi tak perlu lah nimbun makanan. Toh Anda bukan berang-berang.

Perilaku semacam juga tak elok dipandang mata saudara-saudara kita yang setiap hari bertungkus lumus mempertahankan hidupnya, hanya dengan seperiuk nasi. Jangan membuat kesenjangan sosial itu kian kentara.

Tengoklah bangsa Jepang yang tanpa dikomando pemerintahnya mau menyumbangkan apa saja benda berharga milik mereka demi berbagi penderitaan dengan saudara kita di China.

Dunia kita kiwari, jelas sangat membutuhkan rasa welas asih.

Berhenti pula menimbun kejahatan pikiran yang sebenarnya mudah saja untuk diurai. Itu jelas menyiksa dan merusak diri sendiri.

Biarlah segala sesuatu terjadi, dan lalu hilang tanpa jejak. Keindahan hidup ini terlampau mahal tuk digadai dengan sebongkah kekhawatiran menyesakkan.

Kalau Anda masih setia pada agama, pasti percaya bahwa Tuhan sudah merancang segala sesuatu--bahkan dalam skala paling rigid.

 

Petugas memindahkan mobil ambulans di samping ruang isolasi RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Kamis (5/3/2020). Kementerian Kesehatan menyatakan hingga Kamis 5 Maret ini ada 156 pasien dalam pengawasan virus corona yang tersebar di 35 rumah sakit di 23 provinsi, 2 diantaranya merupakan pasien positif corona yang masih dirawat di RSPI Prof Dr Sulianti Saroso. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.ANTARA FOTO/SIGID KURNIAWAN Petugas memindahkan mobil ambulans di samping ruang isolasi RSPI Prof. Dr. Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Kamis (5/3/2020). Kementerian Kesehatan menyatakan hingga Kamis 5 Maret ini ada 156 pasien dalam pengawasan virus corona yang tersebar di 35 rumah sakit di 23 provinsi, 2 diantaranya merupakan pasien positif corona yang masih dirawat di RSPI Prof Dr Sulianti Saroso. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

Malah ada beberapa ayat dari kitab suci yang mengabarkan, seluruh kejadian di semesta ini sudah ditulis di Lembaran Langit--jauh sebelum Dia menciptakannya.

Tak cukupkah begitu banyak pelajaran dibabarkan Tuhan untuk kita petik?

Orang yang telaten menjaga kesehatan dengan makanan organik, bisa mati disambar petir.
Seorang petani yang rutin turun ke sawah dan bergelimang lumpur, mangkat di atas dipannya nan sederhana.

Miliarder yang memiliki semua benda duniawi, lampus dalam kesepian tak berbahagia.

Kita hadir di jagat raya ini jelas tanpa berusaha. Lantas kenapa harus berupaya sedemikian rupa mempertahankan sesuatu yang bahkan tidak kita rencanakan itu?

Hidup ini sudah teramat sangat misterius untuk dinalar.

Kita berangkat meninggalkan langkah pertama dan menempuh perjalanan panjang ke tujuan yang sama. Bermula dari tidak tahu, berakhir dalam keentahan.

Tak ada yang benar-benar kita ketahui kecuali ya ketidaktahuan itu. Aneh bukan?

Barangkali hikmah dari kemunculan virus yang terbungkus lemak ini pada abad kita--terutama di Indonesia adalah lahir sebuah kesadaran betapa kebersihan itu indah. Bukti nyata kita beriman pada Dia yang Maha Abirupa.

Bahaya dari Corona bukanlah kematian massal atau kepunahan ras manusia, tapi keruntuhan kesadaran kita sebagai makhluk mulia.

Percayalah, virus itu pasti mati dengan sendirinya bila kita sebarluaskan kebahagiaan dan kewarasan di mana pun Anda berada.

Mari bergandengan tangan memulihkan Bumi dan peradaban yang telah kita rusak dengan kekuatan Cinta nan Murni pada Kehidupan.

Semoga kali ini kita sungguh mau belajar, betapa kepastian hidup hanya bisa diukur dari ketakpastiannya.

Itulah satu-satunya kepastian yang bisa kita yakini sepenuh hati. Dia menciptakan misteri agar kerahasiaan-Nya tetap Abadi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Sebabkan TBC? Ini Kata Dokter

Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Sebabkan TBC? Ini Kata Dokter

Tren
Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Tren
Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Tren
Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Tren
10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

Tren
5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

Tren
Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Tren
PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

Tren
UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

Tren
Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Tren
Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Tren
Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Tren
Warganet Kaitkan Kenaikan UKT Unsoed dengan Peralihan Menuju PTN-BH, Ini Penjelasan Kampus

Warganet Kaitkan Kenaikan UKT Unsoed dengan Peralihan Menuju PTN-BH, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com