Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Saptoto, Seniman di Balik Monumen Serangan Umum 1 Maret

Kompas.com - 01/03/2020, 09:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Pernah Menjadi Tentara

pematung yang pernah menjadi Direktur Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI - sekarang ISI) Yogyakarta.Widiyanto, Thomas Pudjo pematung yang pernah menjadi Direktur Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (STSRI - sekarang ISI) Yogyakarta.

TH Pudjo Widijanto dalam artikelnya berjudul "Saptoto: Patungnya Menggugat Detail Sejarah" yang dimuat di Harian Kompas, 12 Mei 1995 mengatakan, tampilnya Saptoto pernah bertugas sebagai tentara anggota Markas Besar Komando Jawa.

Dia ditugaskan sebagai petugas PHB (penghubung) di Ponorogo, Pacitan (Jatim) dan Wonogiri (Jateng).

Selama mengemban tugas ini, Saptoto pernah dikirim ke Pakis (markas darurat Jenderal Soedirman dalam mengendalikan perang gerilya), untuk menyampaikan surat.

Sempat berkeinginan untuk menjadi pasukan Jenderal Soederman ketika Belanda telah pergi dari Yogyakarta, ia memutuskan untuk tetap menjadi seniman atas perintah Soedirman.

Saptopo pun masuk menjadi mahasiswa ASRI (Akademi Seni Rupa Yogyakarta) dan menjadi lulusan pertama jurusan seni lukis dan seni patung.

Selepas dari ASRI, Saptoto melanjutkan studinya ke Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia (Sekarang Institut Seni Indonesia Yogyakarta).

Di tempat itulah ia mengabdikan sebagian hidupnya menjadi staf pengajar, hingga menjabat sebagai Direktur STSRI dan dua kali menjadi dekan saat berubah menjadi ISI.

Baca juga: Mengenal Bapak Pramuka Dunia Baden Powell yang Lahir pada 22 Februari 1857

Sang Pembuat Patung dan Monumen

Nama Saptoto tak bisa dilepaskan dari patung dan monumen.

Berbagai proyek besar seperti Monumen Serangan Umum 1 Maret di Yogyakarta (1973), Monumen Brawijaya di Malang serta pemberian ornamen-ornamen artistik untuk gedung Kedubes Indonesia di Belgia benar-benar karya-karya yang layak mendapat pujian.

Monumen dan patungnya menyebar di seluruh wilayah Indonesia, seperti Monumen Perjuangan Rakyat Kalimantan 17 Mei 1949 di Banjarmasin (1985), Monumen Perjuangan Kemerdekaan Lampung 45-49, Patung Jamin Ginting dan Monumen Sibolga (Sumatera Utara) dan masih banyak lagi.

Pengalamannya di berbagai medan tempur sangat menguntungkan Saptoto ketika ia diminta menampilkan monumen-monumen perjuangan atau tokoh-tokoh pejuang Indonesia.

Saptoto juga sangat teliti dalam menggambarkan detail sejarah. Bahkan, ketelitiannya melahirkan koreksi sejarah yang sangat krusial, seperti dalam hal penggambaran Panglima Besar Jenderal Sudirman sewaktu bergerilya.

Sudirman digambarkan dengan jas panjang, leher bersyal, kepala berblangkon, dan memegang tongkat di sebelah kiri.

Itu menunjukkan bahwa Sudirman siap sedia untuk menjawab salam atau hormat dari para pasukannya. Gambaran seperti ini ia wujudkan dalam bentuk Patung Sudirman di bekas medan gerilya di Pakis, Pacitan.

Baca juga: Mengenal Virus Corona, Masih Keluarga SARS dan MERS Sebabkan Pneumonia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com