Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Dicoret AS dari Daftar Negara Berkembang, Apa Plus Minusnya?

Kompas.com - 22/02/2020, 18:38 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Amerika Serikat mencoret Indonesia dari daftar negara berkembang. Pencabutan ini dilakukan oleh Amerika Serikat melalui Kantor Perwakilan Perdagangan atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).

Kini, Indonesia dimasukkan dalam kategori negara maju. Apa dampaknya bagi Indonesia?

Dosen Hubungan Internasional Universitas Gadjah Mada (UGM), Riza Noer Arfani, menilai, pencoretan Indonesia ini sebagai blessing in disguise atau berkat yang terselubung.

Mengapa? Alasannya, akan banyak dampak positifnya.

"Sebetulnya, kalau kita bilang, ini (pencoretan dari daftar negara berkembang) blessing in disguise. Semacam berkat terselubung. Banyak positifnya. Indonesia semacam dilecut untuk meningkatkan daya saing, tidak dimanjakan dengan banyak keistimewaan atau pengecualian," kata Riza, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (22/2/2020).

Baca juga: RI Dicoret AS dari Daftar Negara Berkembang, Pengusaha Tekstil Risau

Menurut Riza, kondisi ini sebenarnya sesuai dengan tujuan dari pemerintahan saat ini.

"Pemain-pemain kita sekarang harus terus ditekan, dalam artian yang positif ya,
supaya lebih bersaing di luar negeri," lanjut dia.

Meski demikian, lanjut Riza, ada dampak negatif dari kebijakan AS ini. Pemerintah harus benar-benar memperhitungkan dampak dalam hal diplomasi perdagangan dan ekonomi.

"Mungkin dampak negatifnya adalah karena ini bagian dari efek Trump ya, Trump Effect. Saya kira secara diplomasi perdagangan dan ekonomi harus dihitung betul," ujar Riza.

Riza mengatakan, jika kondisi ini terjadi secara terus menerus, bukan tidak mungkin akan bermuara pada nasib yang sama seperti China.

"Bisa ke sana arahnya. Kalau misalnya nanti Trump terpilih lagi dan nanti yang berkuasa adalah kelompok yang memang sama-sama mengandalkan nasionalisme ekonomi, pembatasan impor dari sisi mereka. Itu yang nanti harus dihitung betul," ujar dia.

Baca juga: China Saja Pernah Menolak Dicoret sebagai Negara Berkembang

Terkait Trump Effect, Riza menilai, tidak hanya strategi bilateral yang diperlukan, tetapi juga regional dan multilateral di level WTO.

Riza, yang juga WTO Chair untuk Indonesia, menyebutkan, langkah awal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam menghadapi kebijakan AS ini adalah mempertimbangkan pemberian insentif.

Insentif sementara ini bisa diberitakan kepada pelaku ekspor yang dinilai tidak siap untuk perubahan ini.

Langkah ini bisa menjadi pilihan jangka pendek. Untuk jangka menengah dan jangka panjang, harus disiapkan lebih matang dalam menghadapi persaingan pasar.

"Untuk menengah dan jangka panjangnya, harus disiapkan mereka memang harus bersaing para pelaku ini, agar tidak lagi mengandalkan pengecualian, untuk sektor-sektor non migas," kata Riza.

Strategi

Dampak lainnya, secara umum, menurut Riza, kemungkinan akan berdampak terhadap produk-produk non-migas yang dieskpor ke Amerika Serikat.

"Karena nanti banyak yang kena tarif atau cukai. Itu dampak yang paling signifikan yang mungkin baru akan ketahuan berapa bulan yang akan datang. Itu dampak yang paling dekat," ujar peneliti di Institute of International Studies ini. 

Adapun, dampak yang lebih jauh pada jangka menengah dan jangka panjang adalah kesiapan domestik.

"Apakah kita siap dengan tarif yang nanti harus bersaing dengan negara-negara yang tidak mendapatkan pengecualian di pasar Amerika. Itu mungkin yang menengah dan panjang harus dipersiapkan oleh Pemerintah Indonesia. Lalu, berkenaan dengan produk yang diekspor ke Amerika," papar dia.

Baca juga: Ini Pertimbangan AS Cabut RI dari Status Negara Berkembang

Menurut Riza, pada ekspor non-migas, Indonesia memiliki beberapa pilihan selain pasar Amerika.

"Misalnya, (pasar) China. Walaupun sekarang lagi isu corona, tapi tetap di jangka menengah dan panjang dapat kita anggap sebagai pasar pengganti Amerika," kata Riza.

Namun, jika pasar Amerika Serikat tetap dijadikan sebagai ekspor, menurut dia, ada sejumlah strategi yang bisa dilakukan.

Pertama, melakukan upgrading besar-besaran di dalam negeri. Tujuannya agar barang-barang produksi Indonesia tetap bisa bersaing di pasar AS.

Kedua, mencari cara untuk masuk ke pasar Amerika dari pelabuhan-pelabuhan atau negara-negara proxy yang masih mendapatkan keistimewaan dari negara tersebut.

"Artinya kita harus siap, untuk mulai investasi keluar, pemain-pemain kita harus didorong untuk berinvestasi di pasar-pasar proxy itu," lanjut Riza.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Eks ART Menggugat, Ini Perjalanan Kasus Mafia Tanah yang Dialami Keluarga Nirina Zubir

Tren
Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Mengintip Kecanggihan Dua Kapal Perang Rp 20,3 Triliun yang Dibeli Kemenhan

Tren
Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Cara Menurunkan Berat Badan Secara Sehat ala Diet Tradisional Jepang

Tren
10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

10 Manfaat Minum Air Kelapa Murni Tanpa Gula, Tak Hanya Turunkan Gula Darah

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat dan Angin Kencang pada 19-20 April 2024

Tren
[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

[POPULER TREN] Status Gunung Ruang Jadi Awas | Kasus Pencurian dengan Ganjal ATM

Tren
Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh akan Respons Serangan Iran

Menlu Inggris Bocorkan Israel Kukuh akan Respons Serangan Iran

Tren
Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Erupsi Gunung Ruang pada 1871 Picu Tsunami Setinggi 25 Meter dan Renggut Ratusan Nyawa

Tren
Menelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Menelisik Video Prank Galih Loss yang Meresahkan, Ini Pandangan Sosiolog

Tren
'Tertidur' Selama 22 Tahun, Ini Penyebab Gunung Ruang Meletus

"Tertidur" Selama 22 Tahun, Ini Penyebab Gunung Ruang Meletus

Tren
Tidak Menghabiskan Antibiotik Resep Dokter Bisa Sebabkan Resistensi, Ini Efek Sampingnya

Tidak Menghabiskan Antibiotik Resep Dokter Bisa Sebabkan Resistensi, Ini Efek Sampingnya

Tren
Video Burung Hinggap di Sarang Semut Disebut untuk Membersihkan Diri, Benarkah?

Video Burung Hinggap di Sarang Semut Disebut untuk Membersihkan Diri, Benarkah?

Tren
Membandingkan Nilai Investasi Apple di Indonesia dan Vietnam

Membandingkan Nilai Investasi Apple di Indonesia dan Vietnam

Tren
Penyebab dan Cara Mengatasi Kulit Wajah Bertekstur atau “Chicken Skin”

Penyebab dan Cara Mengatasi Kulit Wajah Bertekstur atau “Chicken Skin”

Tren
Benarkah Pertalite Dicampur Minyak Kayu Putih Bisa Menaikkan Oktan?

Benarkah Pertalite Dicampur Minyak Kayu Putih Bisa Menaikkan Oktan?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com