Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Maria Ulfah Soebadio, Menteri Perempuan Pertama Indonesia

Kompas.com - 16/02/2020, 11:34 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

Bibi saya pulang ke tempat orang tuanya untuk istirahat karena belum sembuh dari sakitnya. Tak lama ia menerima surat talak dari suaminya tanpa diberi alasan. Ia tidak dapat memprotes. Kemudian ia mendengar bahwa ia ditalak karena tidak dapat memberi keturunan kepada suaminya.

(Maria Ulfah dalam bukunya Perjuangan Untuk Mencapai Undang-undang Perkawinan, 1981)

KOMPAS.com - Kegelisahannya di masa kecil kala melihat ketidakadilan yang dialami oleh perempuan membentuknya sebagai seorang srikandi yang hebat.

Ia adalah Maria Ulfah Soebadio, anak perempuan dari Bupati Kuningan tahun 1923 yang menjadi menteri wanita pertama di Indonesia.

Namanya mungkin tak sebesar RA Kartini dan Dewi Sartika, tapi jasanya untuk negeri tak perlu diragukan, khususnya dalam memperjuangkan nasib perempuan.

Tak hanya itu, wanita kelahiran 18 Agustus 1911 ini juga merupakan wanita pertama Indonesia yang meraih gelar Meester in de Rechten (Sarjana Hukum dari Leiden University).

Ia berhasil menyelesaikan studinya itu hanya dalam waktu empat tahun, sejak 1929.

Baca juga: Jadi Wanita Paling Berpengaruh di Dunia, Siapa Angela Merkel?

Wapres Adam Malik menerima Maria Ulfah di ruang kerjanya, Selasa (4/4/1978).KOMPAS/DUDY SUDIBYO Wapres Adam Malik menerima Maria Ulfah di ruang kerjanya, Selasa (4/4/1978).

Perjuangan nasib perempuan

Saat menempuh studi di Belanda, Maria bertemu dengan para mahasiswa pejuang yang kemudian menjadi pemimpin-pemimpin Indonesia, seperti Bung Hatta, Sjahrir, dan lain-lain.

Lingkungan inilah yang membentuknya sebagai seorang nasionalis, meski ayahnya adalah bupati kolonial.

"Hampir setiap ada kesempatan, para mahasiswa Indonesia berkumpul dan mengadakan diskusi," kata Maria, dikutip dari Harian Kompas, 16 April 1988.

Saat Kongres Perempuan II tahun 1935 di Jakarta, Maria mulai menyuarakan cita-citanya untuk memperbaiki nasib perempuan.

Dalam kesempatan itu, ia mengusulkan pembentukan suatu biro konsultasi perkawinan guna melindungi wanita yang telah menikah.

Pada 1937, biro itu pun didirakan sekaligus menjadi cikal bakal dari BP4 (Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian).

Menyusul kemudian biro yang dinamakan Komisi Perlindungan Kaum Perempuan dan Anak Indonesia (KPKPAI) pada 1939 yang kemudian diubah menjadi Badan Perlindungan Perlindungan Indonesia (BPPI) pada Kongres Perempuan III.

Sempat menjadi guru sekolah Muhammadiyah di Keramat, Jakarta, Maria kemudian ditunjuk menjadi Menteri Sosial di era Sjahrir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com