Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peringatan Ahli Harvard, Bagaimana Penanganan SARS, Flu Burung, MERS, dan Virus Corona di Indonesia?

Kompas.com - 11/02/2020, 19:31 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Enam negara Asia Tenggara telah mengonfirmasi adanya kasus virus corona di negaranya.

Kelima negara tersebut adalah Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Kamboja, dan Vietnam.

Singapura menjadi negara di Asia Tenggara dengan jumlah penderita terbanyak, yaitu 45 kasus, berdasarkan data Otoritas Kesehatan Singapura, Senin (10/2/2020) dan telah memasuki fase kuning terkait virus corona.

Meski Singapura dan Malaysia telah terinfeksi, tapi sejauh ini belum ada laporan kasus virus corona di Indonesia.

Peneliti Harvard bahkan menyebut ketiadaan tersebut mungkin berarti virus corona sebenarnya telah menyebar, tetapi tak terdeteksi. Jika itu terjadi, menurut dia, ada potensi bagi virus tersebut membentuk epidemi yang jauh lebih besar.

Pemerintah Indonesia pun mengaku telah siap dalam menghadapi ancaman virus corona dengan berbekal pengalaman masa lalu saat menangani ancaman virus SARS, flu burung dan MERS.

Lantas bagaimana gambaran penyebaran virus SARS, MERS dan Flu Burung di Indonesia kala itu?

Baca juga: Virus Corona sampai Ebola, Kenapa Virus dari Kelelawar Sangat Mematikan?

SARS

SARS (Severe Acute Repicatory Syndrome) merupakan wabah sindrom pernapasan akut parah yang mulai muncul di China pada November 2002 dan baru diidentifikasi pada Februari 2003.

Harian Kompas, 18 Juni 2003 mencatat, sebanyak 8.460 orang terinfeksi SARS dan 799 orang meninggal dunia.

Sementara itu, Indonesia memiliki 7 kasus suspect dan 2 kasus probable SARS dari WNI yang semuanya dilaporkan pernah berkunjung ke Singapura dan China.

Kasus tersebut ditemukan pada April 2003 atau dua bulan setelah virus itu teridentifikasi.

Pemerintah melakukan upaya penanggulangan SARS melalui advokasi dan sosialisasi, pemantauan kasus, pengawasan dan pemeriksaan di bandara, pelabuhan laut maupun pos lintas batas.

Selain itu, sarana dan prasarana 34 rumah sakit rujukan serta pengembangan kemampuan pemeriksaan laboratorium dan penelitian tentang SARS.

Tak kurang dari tujuh buku pedoman disusun dan empat tim dibentuk (investigasi, verifikasi, pakar, dan advokasi).

Kendati demikian, semua pasien baik suspect maupun probable dinyatakan sembuh pada Mei 2003.

Baca juga: 813 Orang Meninggal dalam Dua Bulan, Jumlah Kematian akibat Virus Corona Lampaui SARS

Flu Burung

Kasus Flu Burung atau Avian Influenza (A H5N1) pada manusia mulai menyebar sejak tahun 2005.

Virus tersebut merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza dan telah beradaptasi untuk menginfeksi burung.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, WHO telah mencatat sebanyak 859 kasus terkonfirmasi dengan 453 kematian di beberapa negara, tak terkecuali di Indonesia.

Kematian pertama akibat flu burung terjadi pada 3 warga Tangerang pada 2005. Ketiganya adalah ayah dan dua anak perempuannya.

Harian Kompas, 21 Juli 2005 memberitakan, penyebab kematian ketiga orang itu diumumkan setelah diteliti di laboratorium rujukan WHO di Hong Kong.

Baca juga: Pasca-sentimen Virus Corona, Rupiah Berhasil Bangkit

Setelah dinyatakan positif, sebanyak 44 rumah sakit disiagakan untuk menangani penderita yang diduga terinfeksi.

Jumlah kasus yang dilaporkan dari Juni 2005 s.d. Desember 2016 sebanyak 199 kasus dengan 167 kematian. Kasus tersebar di 15 provinsi dan 58 Kabupaten/Kota.

Beberapa kasus di antaranya merupakan kluster, namun hingga saat ini penularan masih terjadi dari unggas ke manusia.

Kasus konfirmasi terakhir (sebelum kasus ke-200 di Klungkung Bali) adalah kasus kluster pada Maret 2015 di Kota Tangerang, Banten.

Selain itu, ada 100 rumah sakit rujukan flu burung yang sewaktu-waktu bisa diaktifkan lagi. Petugas surveilans di lapangan juga terlatih mendeteksi penyakit, seperti dikutip dari Kompas.com (16/8/2014).

Baca juga: Sempat Negatif, 2 Warga Jepang yang Dievakuasi dari Wuhan Positif Virus Corona

MERS

MERS (Middle Eastern Respiratory Syndrome) merupakan wabah yang pernah terjadi pada 2012 silam.

Virus yang diketahui pertama di Timur Tengah itu tercatat menginfeksi 1.825 orang dan menyebabkan 738 kematian.

Meski tak terjadi di Indonesia, pemerintah telah melakukan sejumlah langkah untuk menghindari penularan virus ini.

Pemerintah juga memberi himbauan kepada jamaah haji dan umroh untuk menghindari kontak langsung dengan unta, termasuk foto dengan unta dan minum susu unta di peternakan.

Baca juga: Corona Berdampak pada Pariwisata, Jokowi Minta Maskapai Diberi Insentif

Virus corona 

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menanggapi peringatan dari ahli Harvard. 

"Itu namanya menghina, wong peralatan kita kemarin di-fixed-kan dengan Duta Besar Amerika Serikat (AS). Kita menggunakan kit-nya (alat) dari AS," ujar Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto seusai rapat di Kantor TNP2K, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020).

Terawan mengatakan, sejauh ini pihaknya sudah bekerja sesuai standar internasional dalam melakukan proses pengecekan virus corona.

Tidak hanya peneliti Harvard, Terawan pun mempersilakan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk melihat proses pengecekan yang dilakukan di Indonesia dengan alat yang mereka miliki.

"Kita terbuka kok, enggak ada yang ditutup-tutupi. Tapi kalau disuruh compare ke negara lain itu namanya ada MTA, material transfer agreement-nya. Tidak boleh material itu di bawa keluar, ada perjanjian luarnya," tutur dia.

Baca juga: Menkes: Ahli Harvard Suruh ke Sini, Lihat Langsung Alat Deteksi Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com