Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pemerintah Resmi Larang Peragaan Lumba-lumba Keliling

Kompas.com - 06/02/2020, 16:55 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beredar foto surat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bertanggal 10 September 2018 di media sosial Twitter.

Surat tersebut memuat tentang dihentikannya peragaan lumba-lumba di luar lingkungan lembaga konservasi.

Disebutkan, tanggal 5 Februari 2020 merupakan batas izin paling akhir dari lembaga konservasi dan tidak bisa diperpanjang.

Surat itu ditandatangani oleh Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan perwakilan dari lima lembaga konservasi lumba-lumba di Indonesia.

Adalah akun @indiratendi yang mengunggah foto surat dari Kementerian LHK tersebut pada Rabu (5/2/2020).

Dalam keterangan foto, disebutkan bahwa izin sirkus lumba-lumba keliling berakhir pada 5 Februari 2020.

Berikut keterangan unggahan tersebut:

Izin sirkus lumba-lumba keliling berakhir tanggal 5 Februari 2020. Mulai besok kalo ada sirkus lumba di kotamu berarti itu ilegal ya tweeps.

Mari kita kawal agar izin tidak dilanjutkan.

Hingga saat itu, unggahan tersebut telah dibagikan sebanyak 6,9 ribu dan disukai oleh 4,1 ribu warganet.

Penjelasan KLHK

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) Indra Eksploitasia membenarkan bahwa surat tersebut berasal dari Kementerian LHK.

Menurut Indra, izin peragaan lumba-lumba yang berakhir masa berlakunya dan tidak dapat diperpanjang kembali adalah izin peragaan lumba-lumba di luar lokasi LK atau peragaan lumba-lumba keliling.

Indra mengatakan, akan ada sanksi jika masih ditemukan peragaan lumba-lumba keliling.

"Apabila peragaan lumba-lumba keliling dimaksud masih dilakukan setelah izin peragaan habis, maka hal terserbut melanggar ketentuan yang berlaku," kata Indra kepada Kompas.com, Kamis (6/2/2020).

Dengan demikian, perahaan lumba-lumba keliling kini telah dilarang oleh pemerintah.

Adapun sanksi yang diberikan diatur dalam Pasal 84 Permen LHK 22/2019 yang berbunyi:

1. Dalam hal hasil evaluasi pelaksanaan atas pemenuhan kewajiban Lembaga Konservasi ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, diambil tindakan.

2. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa sanksi administratif: a. penghentian sementara pelayanan administrasi; b. denda; dan c. pencabutan Izin Lembaga Konservasi.

Indra juga menegaskan bahwa lumba-lumba yang sebelumnya dipergunakan keliling merupakan lumba-lumba koleksi LK yang memiliki izin sah.

"Lumba-lumba tersebut ditempatkan dalam kolam-kolam fasilitas milik LK yang berizin," kata dia.

Ia juga menampik narasi dalam utas unggahan di atas yang menyebutkan bahwa lumba-lumba tersebut diambil dari alam untuk dipaksa hidup dalam akuarium berklorin dan pengangkutannya hanya pakai handuk basah.

"Tidak betul," kata Indra.

Menurut dia, secara hukum LK berizin diperbolehkan memiliki koleksi satwa lumba-lumba.

Indra berpesan, jika masyarakat mendapati peragaan atau atraksi lumba-lumba keliling agar melaporkannya melalui call center Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) setempet.

Masyarakat juga bisa menghubungi call center Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH) 081315003113.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Gunung Vesuvius yang Lenyapkan Kota Kuno Pompeii Berpotensi Meletus Lagi, Kapan Terjadi?

Gunung Vesuvius yang Lenyapkan Kota Kuno Pompeii Berpotensi Meletus Lagi, Kapan Terjadi?

Tren
Pemimpin Dunia Minta Israel Tak Balas Serangan Iran, Ini Alasannya

Pemimpin Dunia Minta Israel Tak Balas Serangan Iran, Ini Alasannya

Tren
Mengenal 'Holiday Paradox', Saat Waktu Liburan Terasa Lebih Singkat

Mengenal "Holiday Paradox", Saat Waktu Liburan Terasa Lebih Singkat

Tren
Mengenal Amicus Curiae, Dokumen yang Diserahkan Megawati ke MK Terkait Sengketa Pilpres 2024

Mengenal Amicus Curiae, Dokumen yang Diserahkan Megawati ke MK Terkait Sengketa Pilpres 2024

Tren
Bagaimana Cara Kerja Suara dari Sumber Bunyi Mencapai Telinga Anda?

Bagaimana Cara Kerja Suara dari Sumber Bunyi Mencapai Telinga Anda?

Tren
3 Skenario Serangan Balasan Israel ke Iran, Salah Satunya Incar Fasilitas Nuklir

3 Skenario Serangan Balasan Israel ke Iran, Salah Satunya Incar Fasilitas Nuklir

Tren
4 Fakta Istri Dokter TNI Jadi Tersangka Usai Ungkap Perselingkuhan Suaminya

4 Fakta Istri Dokter TNI Jadi Tersangka Usai Ungkap Perselingkuhan Suaminya

Tren
Aksi Heroik Karyawan Alfamart Semarang Kejar Pencuri hingga Terseret ke Aspal Diganjar Kenaikan Jabatan

Aksi Heroik Karyawan Alfamart Semarang Kejar Pencuri hingga Terseret ke Aspal Diganjar Kenaikan Jabatan

Tren
Buka mudikgratis.dephub.go.id, Motis Arus Balik 2024 Sudah 93 Persen

Buka mudikgratis.dephub.go.id, Motis Arus Balik 2024 Sudah 93 Persen

Tren
Biaya Kuliah Kedokteran UGM, UI, IPB, Undip, dan Unair Jalur SNBT 2024

Biaya Kuliah Kedokteran UGM, UI, IPB, Undip, dan Unair Jalur SNBT 2024

Tren
Viral, Video Ibu-ibu Makan Lesehan di Bandara Changi Singapura, Bagaimana Aturannya?

Viral, Video Ibu-ibu Makan Lesehan di Bandara Changi Singapura, Bagaimana Aturannya?

Tren
Syarat dan Biaya Perpanjangan SIM Mati Tanpa Bikin Baru, Berlaku pada 16-20 April

Syarat dan Biaya Perpanjangan SIM Mati Tanpa Bikin Baru, Berlaku pada 16-20 April

Tren
Mengapa Sebagian Daerah di Jawa Timur Disebut sebagai Wilayah Tapal Kuda?

Mengapa Sebagian Daerah di Jawa Timur Disebut sebagai Wilayah Tapal Kuda?

Tren
Kelompok NIK Warga Jakarta yang Dinonaktifkan Pekan Ini, Siapa Saja?

Kelompok NIK Warga Jakarta yang Dinonaktifkan Pekan Ini, Siapa Saja?

Tren
Hampir Seminggu, Identitas Pria 'Adik Jenderal TNI' Tabrak Mobil Warga Masih Misterius

Hampir Seminggu, Identitas Pria "Adik Jenderal TNI" Tabrak Mobil Warga Masih Misterius

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com