Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

India Boikot CPO Malaysia, Ini 2 Kritik Menohok Mahathir soal Kashmir dan UU Kewarganegaraan

Kompas.com - 14/01/2020, 16:45 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Negeri Jiran Malaysia kini menghadapi boikot dari India atas minyak sawit atau crude palm oil (CPO).

Pemerintah India membatasi impor CPO dan produk sawit Malaysia beberapa minggu lalu dan menganjurkan para importir untuk mengikuti langkah serupa.

Anjuran itu pun disambut para importir India dengan menyetujui penghentian semua pembelian sawit dari Malaysia.

Berikut dua kritikan yang membawa Malaysia ke dalam daftar boikot India:

Konflik Jammu dan Kashmir

Pada September 2019 lalu, Malaysia bersama Turki dan China mengangkat masalah Kashmir di Majelis Umum PBB (UNGA).

Dilansir dari New Straits Times (14/1/2020), ketika berpidato selama UNGA ke-74, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad berbicara tentang perlunya menyelesaikan konflik di daerah Jammu dan Kashmir, India.

"Terlepas dari resolusi PBB tentang Jammu dan Kashmir, sekarang negara itu telah diserbu dan diduduki. Meski ada alasan atas tindakan ini, tetapi hal itu tetap salah," kata Mahathir dalam pidatonya.

Menurutnya, India dan Pakistan harus bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini secara damai.

Mahathir pun menyadari bahwa kritikannya itu akan dipandang negatif oleh India.

Mengutip dari Malaymail (8/10/2019), India telah mengerahkan personel Angkatan Daratnya yang berjumlah puluhan ribu ke wilayah Jammu dan Kashmir.

Mereka menangkap para pemimpin politik, memberlakukan jam malam serta melumpuhkan layanan telekomunikasi dan internet.

Baca juga: Dikritik Mahathir soal Kashmir, India Resmi Boikot Sawit Malaysia

UU Diskriminatif

Selain kritikan atas konflik di Jammu dan Kashmir, Mahathir diketahui juga mengkritik undang-undang kewarganegaraan India pada saat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di Kuala Lumpur, 20 Desember 2019.

Mahathir berpendapat jika undang-undang tersebut berpotensi untuk mendiskriminasi umat Islam dan telah memicu protes mematikan di seluruh negara Asia Selatan itu. Hal tersebut seperti dikutip dari Straits Times (20/12/2019).

"Saya menyesal melihat bahwa India yang mengklaim sebagai negara sekuler, sekarang mengambil tindakan untuk menghilangkan beberapa warga Muslim dari kewarganegaraan mereka," kata Perdana Menteri Malaysia berusia 94 tahun itu.

Menurut Mahathir, jika undang-undang itu diterapkan di Malaysia, maka yang terjadi adalah kekacauan, ketidakstabilan dan penderitaan.

Dia menambahkan bahwa Malaysia telah memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang dari komunitas Cina dan India.

Seperti diketahui, India telah mengeluarkan undang-undang yang menawarkan kewarganegaraan bagi para migran dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan.

Namun, undang-undang itu tak berlaku jika para migran tersebut adalah Muslim.

Undang-undang itu memicu kekhawatiran bahwa Perdana Menteri Narendra Modi ingin membentuk kembali India sebagai negara Hindu dan memarginalkan warga Muslim.

Jumlah penduduk Muslim di India mencapai 200 juta orang, atau hampir 14 persen dari 1,3 miliar penduduk India.

Baca juga: Antisipasi Embargo Barat, Mahathir Ajak Negara Muslim Pakai Dinar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Sebabkan TBC? Ini Kata Dokter

Benarkah Tidur di Kamar Tanpa Jendela Sebabkan TBC? Ini Kata Dokter

Tren
Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Ini Daftar Kenaikan HET Beras Premium dan Medium hingga 31 Mei 2024

Tren
Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Ramai soal Nadiem Akan Wajibkan Pelajaran Bahasa Inggris, Ini Kata Kemendikbud Ristek

Tren
Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Media Korsel Soroti Pertemuan Hwang Seon-hong dan Shin Tae-yong di Piala Asia U23

Tren
10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

10 Ras Anjing Pendamping yang Cocok Dipelihara di Usia Tua

Tren
5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

5 Manfaat Kesehatan Daging Buah Kelapa Muda, Salah Satunya Menurunkan Kolesterol

Tren
Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Viral, Video Sopir Bus Cekcok dengan Pengendara Motor di Purworejo, Ini Kata Polisi

Tren
PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

PDI-P Laporkan Hasil Pilpres 2024 ke PTUN Usai Putusan MK, Apa Efeknya?

Tren
UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

UKT Unsoed Tembus Belasan-Puluhan Juta, Kampus Sebut Mahasiswa Bisa Ajukan Keringanan

Tren
Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Sejarah dan Makna Setiap Warna pada Lima Cincin di Logo Olimpiade

Tren
Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Ramai Anjuran Pakai Masker karena Gas Beracun SO2 Menyebar di Kalimantan, Ini Kata BMKG

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Kenya Diterjang Banjir Bandang Lebih dari Sebulan, 38 Meninggal dan Ribuan Mengungsi

Tren
Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Dari Jakarta ke Penang, WNI Akhirnya Berhasil Obati Katarak di Korea

Tren
Warganet Kaitkan Kenaikan UKT Unsoed dengan Peralihan Menuju PTN-BH, Ini Penjelasan Kampus

Warganet Kaitkan Kenaikan UKT Unsoed dengan Peralihan Menuju PTN-BH, Ini Penjelasan Kampus

Tren
Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Israel Diduga Gunakan WhatsApp untuk Targetkan Serangan ke Palestina

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com