Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Omnibus Law, antara Upah Per Jam dan Kemudahan bagi TKA

Kompas.com - 26/12/2019, 16:57 WIB
Virdita Rizki Ratriani

Penulis

KOMPAS.com - Pemerintah kembali mengutak-utik sejumlah aturan terkait ketenagakerjaan seperti fleksibiltas jam kerja hingga tenaga kerja asing.

Aturan soal ketenagakerjaan itu nantinya akan diatur dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja

Salah satu hal yang sedang dikaji dalam aturan tersebut yakni sistem upah berdasarkan jam dan kemudahan bagi tenaga kerja asing masuk ke Indonesia.

Target penyerahan omnibus law ke DPR yang tadinya bakal dilakukan pada akhir tahun ini pun molor jadi paling lambat awal tahun depan.

Baca juga: Pembahasan Omnibus Law Ketenagakerjaan Alot

Berikut daftar bahasan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja:

1. Sistem upah per jam

Salah satu yang tengah dikaji dalam RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yakni sistem upah berdasarkan jam.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, salah satu hal yang membuat alotnya pembahasan omnibus law yakni karena sulitnya mempertemukan kepentingan pengusaha dan buruh atau tenaga kerja.

"Memang tidak gampang, butuh waktu, pasti mempertemukan antara kepentingan pengusaha dan tenaga kerja itu bukan hal yang gampang," ujar Ida seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (25/12/2019).

Saat ini dengan skema gaji tetap, pekerja yang masuk dengan jumlah hari yang berbeda tetap mendapatkan gaji yang sama.

Sementara dengan upah per jam, upah yang diterima pekerja sesuai dengan jam kerja. Skema pengupahan per jam sebenarnya sudah lumrah dilakukan di negara-negara maju.

Baca juga: Jokowi Wacanakan Gaji Bulanan Diganti Upah Per Jam, Setuju?

2. Kemudahan TKA masuk Indonesia

Selain itu, di dalam omnibus law ketenagakerjaan pemerintah bakal merevisi aturan untuk merekrut tenaga kerja asing.

Terutama mengenai perizinan agar tenaga kerja ekspatriat itu bisa masuk tanpa birokrasi yang panjang.

Seperti kemudahan perizinan dan juga perpajakan terhadap TKA. Hanya saja, kemudahan tersebut akan tetap dibatasi melalui sejumlah mekanisme yang saat ini masih dibahas dengan pihak-pihak terkait. 

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan kemudahan yang akan diberikan tidak hanya berkaitan dengan perizinan saja, termasuk di antaranya adalah urusan perpajakan.

Untuk kemudahan perpajakan, tenaga kerja asing nantinya hanya perlu membayar pajak untuk penghasilan yang mereka terima di Indonesia.

Adapun sebelumnya, tenaga kerja asing dikenakan pajak untuk penghasilan mereka yang diperoleh di Indonesia maupun luar negeri.

Baca juga: Pemerintah Yakin Omnibus Law Jurus Jitu Atasi Defisit Pembayaran

3. Memiliki 11 klaster

Substansi RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja memiliki 11 klaster. 

Di antaranya, penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMK-M.

Lalu, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi.

"Ini adalah hasil evaluasi untuk meningkatkan iklim investasi dan daya saing kita, sesuai arahan Presiden Jokowi. Kami telah membahas substansi 11 klaster tersebut secara intensif dengan 31 Kementerian/Lembaga (K/L) terkait," jelas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Hermin Esti Setyowati dalam rilis resmi.

Baca juga: Yasonna Bantah Omnibus Law Hapus Pidana Korporasi, Duga KPK Belum Baca

4. Ketidakberpihakan ke buruh

Di sisi lain, Ekonom Senior Faisal Basri menilai omnibus law berisiko hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Sebab menurutnya, keterlibatan unsur tenaga kerja seperti buruh dalam perumusan kebijakan tersebut sangat minim.

Dia menilai, pemerintah daerah dan buruh menjadi pihak-pihak yang rentan dalam penyusunan kebijakan sapu jagat ini.

Jika pajak daerah yang menjadi otoritas pemerintah daerah berhak diatur oleh pemerintah pusat di dalam omnibus law, maka berpotensi untuk menggerus pendapatan daerah.

Sementara untuk buruh, Faisal mengatakan hingga saat ini dirinya belum melihat ada intensi keberpihakan terhadap kaum buruh.

"Ini pusat lagi dominasi penguasa dan pengusaha. Diwakilkan dalam kementerian sebagai wakil menteri, selesai sudah. Buruh hempas. No one care. Nggak ada perwakilan yang membantu buruh, enggak ada," ujar Faisal seperti dikutip dari Kompas.com, 18 Desember 2019.

Baca juga: Wakil Ketua KPK Komentari Omnibus Law Berpotensi Hapus Pidana Korporasi

(SUMBER: KOMPAS.com/ Fika Nurul Ulya, Mutia Fauzia| Editor: Yoga Sukmana, Erlangga Djumena)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com