Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Drs. Agun Gunandjar Sudarsa,Bc. Ip., M.Si
Anggota DPR/MPR RI

Anggota DPR/MPR RI, politisi senior Partai Golkar

Pembenahan Partai Politik sebagai Solusi Pemberantasan Korupsi

Kompas.com - 09/12/2019, 22:08 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ISU pemberantasan korupsi di Indonesia selama ini terlalu didominasi oleh persepektif hukum dan administrasi, meskipun merupakan salah satu sisi yang paling penting dari upaya pemberantasan.

Padahal dalam banyak kasus, ditemukan adanya relasi antara tindakan korupsi dan aspek politik, terutama partai politik sebagai institusi penting dalam sistem politik yang demokratis.

Perlu dipahami bahwa perspektif hukum tidak cukup lagi untuk memberantas korupsi mengingat korupsi akan selalu berhubungan dengan modal yang memasuki dan terintegrasi ke dalam institusi penyelenggaraan negara secara massif.

Sehingga, pada akhirnya pembahasan tentang korupsi juga harus melihat keterkaitannya dengan aspek politik, seperti demokrasi, pemilu dan partai politik.

Indonesia menganut sistem demokrasi yang menempatkan kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat.

Rakyatlah yang membentuk pemerintahan, ikut menyelenggarakan pemerintahan, dan menjadi tujuan utama penyelenggaraan pemerintahan negara.

Pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang demikian itulah disebut dengan sistem demokrasi.

Hal itu sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (2) UUD 1945: "Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan melalui Undang-Undang Dasar".

Untuk menjalankan mekanisme demokrasi tersebut, maka di dalam konstitusi juga diatur tentang keberadaan pemilu.

Pemilu yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali merupakan mekanisme sirkulasi elite, baik itu di eksekutif maupun legislatif, sekaligus juga menjadi ukuran apakah negara itu telah demokratis atau tidak.

Proses penyelenggaraan pemilu itu juga menghadirkan partai politik sebagai pilar utama demokrasi.

Keberadaan partai politik adalah penting karena demokrasi mensyaratkan wewenang warga untuk memerintah dan menjadi bagian dari hak warga berpartisipasi menentukan kebijakan publik dan pemimpinnya.

Para pakar politik setidaknya merangkum beberapa fungsi penting partai politik di dalam demokrasi, antara lain artikulasi dan agregasi kepentingan, pendidikan politik, kaderisasi, dan rekrutmen.

Peran sentral partai politik

Semenjak era reformasi tahun 1999, peran dan kedudukan partai politik semakin menguat.

Partai politik tidak lagi hanya sebagai boneka dan perpanjangan tangan penguasa seperti di masa Orde Baru, tetapi sudah menjadi pemegang peranan sentral hampir di semua proses kehidupan berbangsa.

Berdasarkan konstitusi, partai politik menjadi kendaraan satu-satunya dalam pemilihan umum legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres), serta menjadi pengusung calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah (pilkada).

Pembentukan dan pengisian lembaga-lembaga negara juga sangat ditentukan oleh apa maunya partai politik melalui fraksi-fraksi di DPR, sebut saja misalnya, seleksi untuk anggota Komisi Yudisial (KY), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan sebagainya.

Namun, dengan peran yang semakin kuat itu, selama lima kali pemilu yang diselenggarakan di era reformasi sejak tahun 1999, partai politik belum mampu menjalankan peran dan fungsi sebagaimana mestinya.

Partai politik malah berkubang dalam berbagai permasalahan, terutama terkait citranya yang lekat dengan tindakan korupsi.

Perkembangan demokrasi sampai saat ini malah membuat korupsi makin masif baik di pusat maupun daerah, dan mayoritas pelakunya adalah para elite politik dan kepala daerah. Bahkan korupsi juga menyertakan pihak swasta.

Berbagai jajak pendapat yang dilakukan oleh berbagai lembaga juga mengonfirmasi betapa belum berjalannya fungsi partai politik secara baik, selaku pilar demokrasi.

Jajak pendapat yang dilakukan Indo Barometer pada 2017 menunjukkan tingginya tingkat ketidakpercayaan masyarakat terhadap partai politik karena sebanyak 51,3 persen masyarakat menganggap partai politik berkinerja buruk.

Dari survei itu, dijelaskan bahwa masyarakat semakin tidak percaya kepada partai karena banyak kader partai yang terjerat kasus hukum, terutama korupsi.

Besarnya ketidakpercayaan itu juga berdampak terhadap tingkat kedekatan masyarakat kepada partai yang semakin rendah. Sebanyak 62,9 persen masyarakat merasa tidak dekat dengan partai.

Hasil survei Indo Barometer terkait rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap partai politik itu, seirama dengan survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menjelang Pemilu 2019.

Hasil survei LIPI itu menunjukkan kinerja lembaga demokrasi seperti partai politik memperoleh penilaian terendah sebagai institusi berkinerja baik, yaitu sebesar 13,10 persen.

KPK sebagai lembaga superbody diharapkan mampu memberantas praktik koruptif dalam penyelenggaraan pemerintahan di pusat dan daerah sejak didirikan tahun 2002, ternyata tidak bisa secara maksimal menghilangkan korupsi.

Korupsi masih saja marak serta makin menggurita, dan menurut data sejak 2004 sampai 2019, sudah 124 kepala daerah yang notabene para politisi terjerat kasus korupsi.

Korupsi, baik yang dilakukan secara individu maupun kolektif untuk kepentingan partai politik, merupakan fenomena yang marak sejak reformasi bergulir.

Selain itu, kasus-kasus skandal korupsi partai politi juga makin marak dengan melibatkan individu-individu di pemerintahan.

Maraknya fenomena ini tidak lain disebabkan karena partai politik belum bisa menjadi institusi yang baik sebagai pilar demokrasi.

Parpol hari ini belum mampu menjadikan sebuah institusi yang menghadirkan sosok-sosok pemimpin yang bisa berpikir bagaimana menyejahterakan rakyat.

Begitu pula jalannya pemerintahan yang sebagian besar tidak terlepas dari peran partai politik, juga belum mampu membawa ke arah pemerintahan efektif yang berujung pada meningkatnya kesejahteraan rakyat.

Kita lihat saja pertumbuhan ekonomi kita yang masih stagnan di angka 5 persen, dan peringkat ekonomi kita belum beranjak dari middle income trap (jebakan negara berpendapatan menengah).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com