Beberapa hari kemudian Kobus bersaudara berangkat ke Jember. Di sana, Miny dan Annie bekerja untuk Palang Merah Indonesia. Adapun Dolly menetap bersama suaminya di Solo.
Toto, anak bungsu Miny, menceritakan pengalaman ibunya.
"Ibu saya aktif ikut dalam perjuangan waktu Indonesia clash dengan Belanda sebagai anggota Palang Merah Indonesia," kata Toto yang diceritakan Miny yang sekarang sudah sulit berbicara.
Dalam tempo tujuh bulan setelah para perempuan Belanda itu menginjakkan kaki di Indonesia, mereka sudah langsung berada di tengah-tengah pertempuran.
Baca juga: Melongok Rumah Joglo Mbah Kerto Merjo, Saksi Bisu Masa Agresi Militer Belanda
Pada 21 Juli 1947, pemerintah Belanda mengerahkan ribuan pasukan dalam rangka 'Aksi Polisionil'. Aksi itu bertujuan merebut kembali wilayah jajahan Belanda yang memerdekaan diri itu.
Pemerintah Indonesia mengenalnya sebagai Agresi Belanda pertama.
Hanya dalam waktu lima hari sejak operasi militer dimulai, para serdadu KNIL telah merangsek ke Kota Malang, tempat Dolly, Annie, dan Miny tinggal waktu itu. Adapun Betsy masih di Jember.
Selama beberapa hari, Dolly, Annie, dan Miny mendengar ledakan dan suara tembakan. Baru pada suatu pagi, awal Agustus 1947, bunyi-bunyi yang memekakkan telinga itu tiba-tiba berhenti.
Tapi Dolly masih ingat, sebelum itu tiga serdadu KNIL datang menenteng senapan ke depan pintu rumah mereka.
Dalam bahasa Belanda, Dolly, Annie, dan Miny memperkenalkan diri dan menyebutkan bahwa suami-suami mereka adalah orang Indonesia.
"Saya ingat mereka omong, 'Apa kamu tidak bisa dapat laki-laki Belanda, sampai harus menikah dengan orang Indonesia?'," kenang Dolly.