KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo hari ini dijadwalkan akan memberikan gelar pahlawan nasional kepada Ruhana Kuddus, jurnalis perempuan pertama Indonesia asal Sumatera Barat (Sumbar).
Selain jurnalis, Ruhana juga tercatat sebagai pejuang dan pemberdaya perempuan di tanah kelahirannya, Kota Gadang.
Bersama Dewi Santika, Ruhana pernah mendirikan sekolah untuk perempuan.
Pengusulan Ruhana Kuddus sebagai pahlawan nasional sebenarnya telah dilakukan sejak 2018 lalu, tetapi baru diangkat pada tahun ini.
Kepala Dinas Sosial Sumbar Jumaidi mengatakan, pihaknya telah menerima surat undangan dari Kementerian Sosial yang ditujukan kepada Gubernur Sumbar Irwan Prayitno untuk menghadiri penganugerahan tersebut pada Jumat (8/11/2019).
Lantas, siapakah Ruhana Kuddus?
Ruhana Kuddus lahir pada 20 Desember 1884 di Kota Gadang, Kecamatan Ampek Koto, Kabupaten Agem, Sumatera Barat.
Emil Salim dalam artikel "100 Tahun Pemberdayaan Perempuan" yang dimuat di Harian Kompas, 21 April 2011 menyebutkan, Ruhana sejak kecil tumbuh di lingkungan berpendidikan.
Ayahnya, Muhammad Rasyad Maharajja Sutan merupakan seorang Hoofd Jaksa yang rumahnya dijadikan sebagai tempat sekolah, bermain, membaca buku, majalah, dan surat kabar.
Karenanya, sejak kecil kecil Ruhana mampu berbicara dan menulis dalam bahasa Melayu dan Belanda.
Saat pergi merantau bersama ayahnya, Ruhana mulai bersentuhan dengan dunia luar yang memperkenalkannya dengan berbagai ketrampilan dan kerajinan tangan.
Baca juga: 4 Oktober 1965, 7 Jenazah Pahlawan Revolusi Dievakuasi dari Sumur Lubang Buaya
Di tahun 1908, Ruhana menikah dengan Abdoel Koeddoes, seorang notaris, penulis, dan aktivis pergerakan.
Bersama suaminya, Ruhana semakin bersemangat belajar dan mendidik kaum perempuan Kotagadang.
Namun, apa yang dilakukan oleh Ruhana itu justru dianggap telah merusak budi pekerti perempuan Kota Gadang.
Kehidupan sosial Minangkabau yang memberlakukan sistem matrilineal, pewarisan dan kepala keluarga mengikuti garis keturunan ibu dan disandingkan dengan ajaran Islam menumbuhkan pola kehidupan sosial yang sangat protektif terhadap perempuan.