Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Suhu Panas Disertai Angin Kencang Landa Indonesia, Ini Kata BMKG

Kompas.com - 22/10/2019, 21:06 WIB
Mela Arnani,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi


KOMPAS.com
- Cuaca di sebagian besar wilayah Indonesia terpantau bersuhu cukup tinggi. Tak hanya suhu udara yang panas, kondisi di sejumlah wilayah bahkan disertai angin kencang.

Beberapa daerah yang melaporkan adanya angin kencang di antaranya wilayah Batu, Jawa Timur dan Banjarnegara, Jawa Tengah.

Dihubungi Kompas.com, Kedeputian Klimatologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Indra Gustari memberikan penjelasan mengenai terjadinya angin kencang yang melanda sejumlah daerah.

Indra menyampaikan, penyebabnya antara lain masih terjadinya kondisi kemarau di sebagian besar wilayah Indonesia.

“Khususnya di selatan ekuator,” kata Indra saat dihubungi, Selasa (22/10/2019) malam.

Selain itu, posisi semu matahari yang berada di atas wilayah Indonesia (sekitar ekuator), menyebabkan intensitas penyinaran matahari menjadi lebih tinggi.

Pemanasan yang kuat, ditambah pengaruh orografi, berpotensi menghasilkan perbedaan tekanan yang cukup tinggi pada skala lokal.

“Hal ini dapat menyebabkan angin kencang,” ujar Indra.

Baca juga: Bandung Dilanda Angin Kencang, Begini Penjelasan BMKG

Suhu yang tinggi disertai angin kencang, lanjut Indra, masyarakat wajib waspada terhadap potensi kebakaran karena kondisinya yang kering.

Sementara itu, beberapa wilayah, seperti Jawa, Bali, dan Nusa Tanggara masih mengalami musim kemarau, sehingga perlu antisipasi supplay air bersih.

Suhu panas

Sebelumnya, Deputi Bidang Meteorologi Drs. R. Mulyono R. Prabowo M.Sc memaparkan, berdasarkan persebaran suhu panas yang dominan berada di selatan khatulistiwa, berkaitan erat dengan gerak semu Matahari.

Pada bulan September, matahari berada di sekitar wilayah khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan Bumi selatan hingga bulan Desember.

“Sehingga pada bulan Oktober ini, posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian Selatan (Sulawesi Selatan, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, dan sebagainya),” kata Mulyono, Selasa (22/10/2019) pagi.

Kondisi tersebut membuat radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak.

Sehingga, akan meningkatkan suhu udara pada siang hari.

Selain itu, lanjut Mulyono, pantauan dalam dua hari terakhir, atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari.

Minimnya tutupan awan tersebut mendukung pemanasan permukaan yang kemudian berdampak pada meningkatnya suhu udara.

“Gerak semu matahari merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun, sehingga potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya,” ujar Mulyono.

Suhu terik di sekitar wilayah Indonesia masih berpotensi terjadi dalam waktu satu minggu ke depan, mengingat posisi semu matahari masih akan berlanjut ke selatan dan kondisi atmosfer yang masih cukup kering, sehingga potensi awan yang menghalangi terik matahari sangat kecil pertumbuhannya.

Baca juga: Dampak Angin Kencang di Sejumlah Daerah, Satu Warga Tewas hingga Ratusan Mengungsi

Masyarakat yang terdampak suhu udara panas diimbau untuk minum air putih yang cukup agar terhindar dari dehidrasi.

Selain itu, kenakan pakaian yang melindungi kulit dari sinar matahari jika beraktivitas di luar ruangan, serta mewaspadai aktivitas yang dapat memicu kebakaran hutan dan lahan khususnya di wilayah-wilayah yang memiliki potensi tinggi karhutla.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com