Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Fana, Korupsi Abadi (2): Pasal-pasal yang Melemahkan KPK

Kompas.com - 17/10/2019, 14:00 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi

 

Dengan berlakunya aturan ini, Nurul Ghufron, pimpinan baru KPK tak memenuhi syarat karena baru berusia 45 tahun.

Ada cacat logika dalam pemberlakuan aturan ini. UU disebut tidak berlaku surut terhadap lima pimpinan terpilih.

Ini dinilai tidak relevan karena Pasal 29 UU KPK mengatur syarat-syarat untuk dapat diangkat.

Pengangkatan Pimpinan KPK dilakukan oleh Presiden. Jika sesuai jadwal maka pengangkatan Pimpinan KPK oleh Presiden baru dilakukan sekitar 21 Desember 2019.

Hal itu berarti UU yang baru sudah berlaku, termasuk syarat umur minimal 50 tahun. Jika dipaksakan pengangkatan dilakukan, terdapat risiko keputusan dan kebijakan yang diambil tidak sah.

4. Dewan Pengawas yang berkuasa

UU KPK yang baru menghapus posisi Penasihat KPK. Namun tidak jelas apakah langsung berhenti saat UU ini diundangkan atau dialihkan menjadi Dewan Pengawas.

Ya, nantinya akan ada dewan baru yakni Dewan Pengawas. Dewan Pengawas yang punya kuasa lebih dari pada Pimpinan KPK.

Namun syarat menjadi Pimpinan KPK lebih berat dibanding Dewan Pengawas. Pimpinan KPK harus berijazah sarjana hukum atau sarjana lain.

Selain itu pimpinan harus memiliki keahlian dengan pengalaman paling sedikit 15 tahun dalam bidang hukum, ekonomi, keuangan atau perbankan.

Sementara Dewan Pengawas cukup berpendidikan paling rendah S1 dan tak ada syarat pengalaman.

Standar etik yang longgar

Dewan Pengawas juga punya standar etik yang longgar. Pasal 36 UU KPK melarang pimpinan KPK menangani kasus korupsi yang dilakukan keluarganya.

Kemudian pimpinan dilarang merangkap menjadi komisaris atau direksi suatu perseroan organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi dan jabatan profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.

Namun Pasal ini tak berlaku untuk Dewan Pengawas.

"Sehingga Dewan Pengawas tidak dilarang menjadi komisaris, direksi, organ yayasan hingga jabatan profesi lainnya," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Dewan Pengawas nantinya akan dipilih oleh presiden melalui panitia seleksi.

Namun untuk pertama kali dapat dipilih dari aparat penegak hukum yang sedang menjabat yang sudah berpengalaman minimal 15 tahun.

Kekuasasan besar Dewan Pengawas

Dengan syarat dan etik yang rendah, Dewan Pengawas malah diberikan kekuasaan besar. Berdasarkan Pasal 37B, Dewan Pengawas berwenang memberikan izin penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan.

Menurut Wakil Ketua KPK Alexander Marwata hal itu dapat berimplikasi kepada terbatasnya wewenang pimpinan KPK dalam menindak kasus-kasus korupsi yang sedang ditangani.

"Artinya nanti ya seperti sprindak, surat perintah penahanan, terus surat perintah penyidikan itu bukan pimpinan yang tanda tangan. Apalagi kan untuk penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan itu harus seizin dewan pengawas," ujar Alex.

Aturan soal Dewan Pengawas sendiri ada pertentangan dalam sejumlah normanya.

Seperti Pasal 69D yang mengatakan sebelum Dewan Pengawas dibentuk, pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebelum UU ini diubah.

Sementara di Pasal II diatur UU ini berlaku pada tanggal diundangkan

Presiden Joko Widodo menyebut keberadaan Dewan Pengawas KPK diperlukan karena semua lembaga atau instrumen pemerintahan bekerja di bawah pengawasan untuk keberlangsungan fungsi check and balancies, bahkan termasuk Presiden.

“Hal ini dibutuhkan untuk meminimalkan potensi penyalahgunakan kewenangan,” kata Jokowi.

Hal senada juga disampaikan oleh Wapres Jusuf Kalla, hanya saja ia tidak menyetujui jika Dewan Pengawas KPK diberi kewenangan untuk menentukan izin penyadapan yang akan dilakukan KPK.

5. Pemangkasan kewenangan di tingkat penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

Sesuai Pasal 11 Undang-undang yang lama, KPK berwenang menangani kasus yang meresahkan publik. Berdasarkan putusan MK nomor 012-016-019/PUU-IV/2006, kewenangan ini adalah wujud peran KPK sebagai trigger mechanism bagi aparat penegak hukum lain.

Dalam keadaan tertentu, KPK dapat mengambil alih kasus yang ditangani kepolisian atau kejaksaan yang proses pemeriksaan yang tidak kunjung selesai, tidak memberikan kepastian hukum, dan meresahkan masyarakat.

Namun di undang-undang yang baru, poin ini dihapus.

Kemudian pada Pasal 12 ayat (2) tidak disebut kewenangan penuntutan. Hanya disebut “dalam melaksanakan tugas penyidikan”.

Norma yang diatur tidak jelas dan saling bertentangan.

Dipersulit

 

Di satu sisi mengatakan hanya untuk melaksanakan tugas penyidikan, tapi di sisi lain ada kewenangan perlakuan tertentu terhadap terdakwa yang sebenarnya hanya akan terjadi di penuntutan.

Kemudian di tahap penyidikan, pemeriksaan terhadap tersangka juga dipersulit.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com