Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Evolusi Aksi Terorisme, dari Tempat Ibadah hingga Penusukan Wiranto

Kompas.com - 11/10/2019, 18:06 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi


KOMPAS.com - Insiden penusukan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto pada Kamis (10/10/2019) lalu menarik perhatian publik.

Pasalnya, insiden tersebut menambah daftar panjang aksi serangan terorisme yang ada di Indonesia.

Kepala Program Studi Kajian Terorisme, Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah menyebutkan aksi teror tersebut merupakan salah satu pola yang dilakukan oleh kelompok teroris di Indonesia.

"Jadi memang ada beberapa modus aksi teror, mulai dari bom hingga sajam untuk penyerangan," kata Syauqi kepada Kompas.com, Jumat (11/10/2019).

"Pola kedua, pelibatan istri dan anak. Kemarin kan istri yang bersangkutan juga ditangkap oleh aparat kemanan kita," lanjutnya.

Untuk pola ketiga, menurut Syauqi, adanya manifesto yang menganggap negara Indonesia sebagai Anshorut Thaghut atau Aparat Thagut.

Terminologi tersebut kemudian dijadikan legitimasi untuk membenarkan aksi mereka.

"Ini kan evolusi. Serangan sebelumnya kan fasilitas asing, rumah ibadah, ke polisi, kemudian ke pejabat negara," kata dia.

Menurut dia, penyerangan tersebut merupakan peringatan bagi semua pihak, khususnya pejabat negara.

Baca juga: Polisi Benarkan Senjata yang Dipakai untuk Tusuk Wiranto adalah Kunai

Sistem sel

Mengenai evolusi pola serangan aksi teror ini, Syauqi menyebutkan bahwa sistem sel dan penggunaan media sosial yang masif menyebabkan aksi teror yang bermacam-macam.

Perbedaan afiliasi kelompok juga mempengaruhi jenis serangan mereka.

"Kelompoknya tidak seperti dahulu, misalnya Al-Qaedah, JI ketika melakukan aksi secara besar menargetkan fasilitas asing, hotel asing," ujar dia.

Sementara itu, pelaku yang melakukan aksi teror pada Kamis lalu merupakan kelompok Jamaah Anshorud Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan ISIS.

Dengan ditangkapnya pemimpin JAD, Aman Abdullah telah ditangkap, maka menurut Syauqi para anggota kelompok ini bergerak dengan sel masing-masing.

Pergerakan melalui sel-sel ini justru membuat mereka sulit terdeteksi, sama halnya dengan kasus lone wolf.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com