Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Adrianus Eryan
Peneliti di Indonesian Center for Environmental Law

Peneliti di Indonesian Center for Environmental Law

Keterkaitan Karhutla dan Korupsi serta Komitmen Pemerintah dalam Mengatasinya

Kompas.com - 07/10/2019, 06:35 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Tahun 2015 Presiden Jokowi menerbitkan Inpres 11/2015 tentang Peningkatan Pengendalian Karhutla dengan Kemenkopolhukam sebagai koordinator utamanya.

Sayangnya laporan pelaksanaan Inpres ini tidak pernah dibuka ke publik. Masyarakat sipil pun tidak tinggal diam dan mengajukan permohonan sengketa informasi publik untuk mendapatkan laporan tersebut.

Saat persidangan berlangsung barulah terungkap bahwa laporan tersebut tidak pernah dibuat. Komisi Informasi melalui Putusan No. 001/1/KIP-PS-A/2017 pun memenangkan pemohon dan memerintahkan Kemenkopolhukam untuk membuat laporan pelaksanaan Inpres 11/2015 serta menyerahkannya ke Presiden dan membukanya ke publik.

Belum selesai sampai di situ, tahun 2016 yang lalu sekelompok masyarakat sipil di Kalimantan Tengah juga mengajukan gugatan warga negara (citizen law suit) atas kerugian akibat karhutla dan kabut asap dengan nomor register perkara 118/Pdt.G/LH/2016/PN.Plk.

Tuntutannya sederhana, antara lain meminta Presiden Jokowi dan jajaran menteri terkait untuk menerbitkan peraturan turunan UU 32/2009 terkait pencegahan dan penanganan karhutla, membentuk tim khusus pencegahan karhutla, serta mengumumkan ke publik lahan yang terbakar dan perusahaan pemegang izinnya.

Gugatan tersebut dimenangkan masyarakat sipil di tingkat pertama, banding, hingga kasasi di Mahkamah Agung.

Alih-alih mematuhi putusan pengadilan, pemerintah malah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan tersebut.

Diberitakan Kompas.com, Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko, saat dimintai keterangan (22/7) menyatakan alasan pemerintah mengajukan PK adalah karena tidak ingin terlihat lemah menangani karhutla oleh dunia internasional.

Baca juga: Pemerintah Ajukan PK soal Kebakaran Hutan, Ini Penjelasan Moeldoko

Logika tersebut sepatutnya dipertanyakan. Bukankah dengan mematuhi perintah pengadilan justru membuat pemerintah terlihat memiliki komitmen kuat untuk mengatasi karhutla?

Bahkan di tengah maraknya kecaman terhadap karhutla, Kominfo justru memperkeruh suasana dengan kampanye #SawitBaik di media sosial Twitter.

Kominfo seolah-olah tutup mata dari fakta yang disampaikan BPNB bahwa 80 persen lahan yang terbakar selalui berubah menjadi perkebunan sawit.

Baca juga: BNPB: 80 Persen Lahan Terbakar Berubah Jadi Lahan Perkebunan

Terkait sawit, pada bulan September 2018 yang lalu Presiden Jokowi juga sudah menerbitkan Inpres 8/2018 tentang Moratorium Sawit yang melarang pelepasan kawasan hutan untuk perkebunan hingga 3 tahun mendatang.

Lagi-lagi, Inpres ini ditabrak sendiri oleh pemerintah. Pada tanggal 23 November 2018, hanya selang dua bulan setelah Inpres 8/2018 terbit, Menteri LHK menerbitkan SK MenLHK No. 517/2018 tentang Pelepasan Kawasan Hutan untuk PT HIP di Buol, Sulawesi Selatan.

KPK tentu saja geram. Pasalnya tahun 2012 yang lalu Hartati Murdaya, direktur utama PT HIP, memberikan suap kepada Amran Batalipu, Bupati Buol yang menjabat saat itu, untuk perizinan PT HIP.

Bahkan keduanya saat ini tengah berada di balik jeruji besi. Lantas, mengapa izin pelepasan tetap diberikan kepada PT HIP?

Keterkaitan korupsi di bidang sumber daya alam dengan karhutla

Herry Purnomo, et al, melalui makalah “Kabut Asap, Penggunaan Lahan, dan Politik Lokal” (2015) yang disampaikan dalam diskusi pakar kebakaran hutan dan lahan di provinsi Jambi oleh LIPI, menegaskan terdapat keterkaitan erat antara pilkada di suatu wilayah dan peningkatan jumlah titik panas karhutla.

Fenomena “tukar guling” ini juga seringkali disebut sebagai ijon politik, di mana pelaku usaha memberikan bantuan dana kepada calon kepala daerah yang maju dalam pilkada, dengan balasan mendapatkan izin saat calon tersebut terpilih dan menjabat.

KPK tentu saja sudah mengendus praktik ini, bahkan turut membentuk GNPSDA (Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam) yang khusus menindak korupsi di sektor SDA.

GNPSDA sudah berjalan di sektor pertambangan dengan hasil evaluasi IUP CnC/Non-CnC selama kurun waktu 2015-2018. Perusahaan yang tidak lolos CnC lantas direkomendasikan untuk dicabut izinnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Profil Shaun Evans, Wasit Indonesia vs Korsel Piala Asia U23 2024

Tren
Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Kenya Diterjang Banjir Bandang, KBRI Pastikan Kondisi WNI Aman

Tren
Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Jadwal Festival Lampion Waisak Borobudur 2024, Tukar Tiket Mulai Mei

Tren
Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Penelitian Menemukan Bagaimana Kucing Menghasilkan Suara Dengkuran Uniknya

Tren
Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Daftar Pelatih Timnas Indonesia dari Masa ke Masa, Shin Tae-yong Paling Lama

Tren
Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Belum Terjual, Mobil Mario Dandy Dilelang mulai Rp 809 Juta, Simak Cara Belinya

Tren
Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Shin Tae-yong dan Pratama Arhan Akan Hadapi Rekannya

Tren
Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Jadwal dan Live Streaming Indonesia Vs Korea Selatan di Piala Asia U23, Kick Off 00.30 WIB

Tren
Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Kronologi Perampok Sebar Uang Curian Rp 250 Juta untuk Mengecoh Kejaran Warga di Jambi

Tren
20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

20 Negara Penduduk Terbanyak di Dunia 2024, Indonesia Nomor Berapa?

Tren
Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Ilmuwan Akhirnya Tahu Apa Isi Bulan, Disebut Mirip dengan Bumi

Tren
14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

14 Kepala Daerah Penerima Satyalancana dari Jokowi, Ada Bobby tapi Gibran Batal Hadir

Tren
KAI Sediakan Fitur 'Connecting Train' untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

KAI Sediakan Fitur "Connecting Train" untuk Penumpang yang Tidak Dapat Tiket di Stasiun

Tren
Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Daftar Dugaan Keterlibatan Keluarga SYL dalam Pencucian Uang, Digunakan untuk Skincare dan Renovasi Rumah

Tren
Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Daftar Keluarga Jokowi yang Terima Penghargaan, Terbaru Bobby Nasution

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com