Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi di Antara Tekanan Terbitkan Perppu KPK dan Narasi Pemakzulan...

Kompas.com - 07/10/2019, 05:22 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi


KOMPAS.com – Desakan publik kepada Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi belum mereda.

Pasca disahkan DPR pada 24 September 2019, sejumlah aksi digelar meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.

Presiden sempat bertemu dengan sejumlah tokoh pada 26 September 2019, dan menyatakan mempertimbangkan akan mengeluarkan perppu.

Akan tetapi, hingga hari ini, perppu itu tak kunjung terbit.

Dari barisan partai koalisi, sejumlah petinggi partai mengeluarkan "warning" jika Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.

Salah satunya, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Baca juga: Jokowi Disarankan Terbitkan Perppu KPK Setelah Pelantikan

Pada 2 Oktober 2019, ia menyebutkan, Jokowi dan partai-partai pendukungnya sepakat untuk belum mengeluarkan Perppu KPK karena saat ini tengah berlangsung uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, Paloh sempat mengeluarkan pernyataan jika salah bertindak, Jokowi bisa dimakzulkan karena keputusan itu.

"Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana (MK). Presiden kita paksa keluarkan perppu, ini justru dipolitisasi. Salah-salah presiden bisa di-impeach (dimakzulkan) karena itu," kata Paloh.

Merespons narasi pemakzulan ini, sejumlah tokoh dan pengamat bersuara.

Mantan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki salah satunya.

Menurut dia, tidak ada risiko hukum yang akan diterima Presiden jika menerbitkan perppu, apalagi pemakzulan jabatan.

Ruki berpendapat, sebaliknya, Jokowi akan mendapat simpati publik karena menyelamatkan KPK.

“Apakah ada konsekuensi hukum, sama sekali tidak ada, termasuk hukum pidana. Mengeluarkan perppu tidak ada konsekuensi hukum, mau dibawa ke MK atau MA tidak bisa,” kata dia, seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (4/10/2019).

Baca juga: 3 Opsi Perppu yang Bisa Dipilih Presiden Terkait UU KPK Menurut Peneliti Lipi

Pendapat yang sama disampaikan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris, di Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com