Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Emerson Yuntho
Pegiat antikorupsi

Pegiat antikorupsi, Wakil Direktur Visi Integritas

Optimalisasi Penerimaan Negara dari Cukai Rokok

Kompas.com - 04/10/2019, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Namun sayangnya, itikad baik pemerintah dimanfaatkan oleh konglomerasi rokok global. Dengan celah aturan tersebut, mereka bisa membayar cukai rokok buatan mesinnya dengan tarif murah.

Bahkan, tarif cukai yang dimanfaatkan konglomerasi rokok global tersebut setara dengan tarif cukai rokok kretek tangan, yang menyerap banyak tenaga kerja dan merupakan warisan budaya Indonesia.

Berdasarkan data Indonesia Budget Center, celah dalam aturan cukai rokok ini menyebabkan hilangnya potensi penerimaan negara sebesar Rp 6,25 triliun pada tahun 2019.

Jumlah ini diperkirakan naik hingga mencapai Rp 15,65 triliun pada tahun 2020.

Ketiga, perusahaan rokok besar sangat cerdik. Dalam aturan saat ini, besaran tarif cukai yang wajib dibayar ditentukan oleh jumlah produksi rokoknya dalam satu tahun.

Semakin besar jumlah produksinya, maka semakin tinggi tarif cukai yang harus dibayar.

Jika produksi rokok mesin perusahaan telah mencapai 3 miliar batang atau lebih dan produksi rokok buatan tangan telah mencapai 2 miliar batang atau lebih, perusahaan tersebut wajib membayar tarif cukai paling mahal.

Jumlah produksi dihitung dari akumulasi dalam satu perusahaan, ataupun perusahaan lain yang terkait maupun berada dalam satu grup dengan perusahaan tersebut.

Namun, kenyataan di lapangan, banyak sekali perusahaan besar yang mendirikan perusahaan kecil mandiri, yang seolah-olah tidak terkait atau tidak terafiliasi dengan perusahaan besar tersebut.

Padahal, jika seluruh jumlah produksi diakumulasikan, bisa dipastikan mereka harus membayar tarif cukai tertinggi untuk semua rokok yang diproduksinya.

Perusahaan-perusahaan ini sering disebut sebagai "anak perusahaan" atau "perusahaan dengan hubungan keterkaitan" dan dapat memperoleh manfaat dari tarif cukai yang sangat rendah.

Hal ini bisa terjadi karena Kementerian Keuangan tidak dapat menjalankan aturan cukai secara optimal mengenai hubungan keterkaitan dengan perusahaan rokok besar.

Secara historis, ketika pemerintah mengejar kenaikan cukai yang tinggi, perusahaan "kecil" semacam ini muncul dan mulai menjual rokok murah seakan-akan diproduksi perusahaan rokok kecil.

Ini adalah cara perusahaan rokok besar untuk menghindari kewajiban membayar tarif cukai tertinggi.

Keempat, sistem cukai rokok di Indonesia terlalu kompleks. Sistem ini memiliki sepuluh layer dengan sepuluh tarif cukai yang berbeda, serta sepuluh harga jual eceran minimum yang juga berbeda

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mesin Terbakar, Pesawat Virgin Australia Mendarat Darurat Usai Diserang Kawanan Burung

Mesin Terbakar, Pesawat Virgin Australia Mendarat Darurat Usai Diserang Kawanan Burung

Tren
Cara Perpanjang Izin Tinggal Kunjungan bagi WNA, Berikut Syarat dan Biayanya

Cara Perpanjang Izin Tinggal Kunjungan bagi WNA, Berikut Syarat dan Biayanya

Tren
Sampah Botol Plastik Bisa Ditukar Jadi Saldo BSI, Berikut Cara dan Lokasinya

Sampah Botol Plastik Bisa Ditukar Jadi Saldo BSI, Berikut Cara dan Lokasinya

Tren
Polisi Tangkap 3 Tersangka Uang Palsu Rp 22 Miliar di Jakarta Barat

Polisi Tangkap 3 Tersangka Uang Palsu Rp 22 Miliar di Jakarta Barat

Tren
Manusia Tak Kalah dari Kecerdasan Buatan, Foto Asli Menang di Kompetisi Fotografi Kategori AI

Manusia Tak Kalah dari Kecerdasan Buatan, Foto Asli Menang di Kompetisi Fotografi Kategori AI

Tren
Catat, Ini Daftar Buah-Sayuran Penurun Kolesterol dan Asam Urat

Catat, Ini Daftar Buah-Sayuran Penurun Kolesterol dan Asam Urat

Tren
Mengintip Kondisi 7 Ibu Kota Negara yang Pernah Pindah

Mengintip Kondisi 7 Ibu Kota Negara yang Pernah Pindah

Tren
Sederet Momen Sapi Mengamuk Saat Idul Adha 2024, Jatuh ke Sumur dan Seruduk Bocah

Sederet Momen Sapi Mengamuk Saat Idul Adha 2024, Jatuh ke Sumur dan Seruduk Bocah

Tren
Bukan Lumba-lumba, Ini Hewan Paling Bahagia di Dunia karena Selalu Tersenyum

Bukan Lumba-lumba, Ini Hewan Paling Bahagia di Dunia karena Selalu Tersenyum

Tren
Manfaat Minum Teh Melati untuk Menurunkan Risiko Diabetes Tipe 2

Manfaat Minum Teh Melati untuk Menurunkan Risiko Diabetes Tipe 2

Tren
Prakiraan BMKG: Inilah Wilayah yang Masih Dilanda Hujan Lebat 18-19 Juni 2024

Prakiraan BMKG: Inilah Wilayah yang Masih Dilanda Hujan Lebat 18-19 Juni 2024

Tren
Rekor Sapi Termahal di Dunia Harganya Mencapai Rp 65 Miliar

Rekor Sapi Termahal di Dunia Harganya Mencapai Rp 65 Miliar

Tren
[POPULER TREN] Cara Melihat Rating Penumpang Gojek dan Grab | Cara Simpan Daging di Kulkas agar Tahan Lama

[POPULER TREN] Cara Melihat Rating Penumpang Gojek dan Grab | Cara Simpan Daging di Kulkas agar Tahan Lama

Tren
Kilas Balik TWK KPK yang Disebut Gagalkan Penangkapan Harun Masiku pada 2021

Kilas Balik TWK KPK yang Disebut Gagalkan Penangkapan Harun Masiku pada 2021

Tren
Kesaksian Warga Palestina Rayakan Idul Adha di Tengah Perang, Jadi Hari Paling Menyedihkan

Kesaksian Warga Palestina Rayakan Idul Adha di Tengah Perang, Jadi Hari Paling Menyedihkan

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com